HUKUM BISNIS MLM /PAYTREN dan semacam ya.
____________________
بسم الله الرحمن الرحيم
Secara singkat team DHF melalui pengkajian berbagai sumber yang insya' Allah dapat di pertanggung jawabkan ke absahan dN kebenaran nya.
Team DHF menyimpulkan bahwa bisnis MLM/PAYTREN adalah HARAM.
Di bawah ini kami paparkan beberapa sumber dalil dan paparan para ahli ,lengkap dgn penjelasan dan alasan nya menurut para AHLI
☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆
Sy coba kutipkan hasil keputusan bahtsul masail pon_pes Rembang Sarang,
Sebagaimana hal ini juga di kutip oleh PISS.
___________________________
KEPUTUSAN MUSYAWAROH TAHUNAN KE-34 PONPES MUS KARANGMANGU SARANG REMBANG
01. Deskripsi masalah.
Krisis ekonomi telah memberikan implikasi terhadap lemahnya daya beli masyarakat, sementara persaingan dibidang usaha terus meningkat. Hal ini mendorong beberapa perusahaan menerapkan kiat-kiat tertentu dalam memasarkan produknya, diantaranya dengan menggunakan sistem multi level marketing (MLM) seperti CNI, DXN, Rich Exl.Pers dan lain-lain. Dalam sistem ini seseorang dapat menjadi anggota ( distributor) dengan cara membeli produk perusahaan tersebut dalam jumlah tertentu dan membayar uang administrasi, kemudian dia akan mendapatkan komisi apabila bisa mendapatkan anggota ( Down Line) atau point dalam jumlah tertentu, semakin banyak anggota atau point yang diperoleh maka semakin besar pula komisi yang didapat. Yang menarik dari sistem ini bila anggota yang dibawah mendapat down line atau point maka anggota yang diatasnya ikut terdongkrak (bertambah anggota atau pointnya).
Pertanyaan:
a. Termasuk kategori aqad apakah praktek MLM tersebut?
b. Apakah praktek tersebut diatas dapat dibenarkan oleh syara’?
c. Apabila tidak boleh bagaimanakah solusi bagi orang yang telah menjadi anggota MLM?
(PP. Al-Falah Ploso Kediri)
Jawaban No . 01 Bag . A
Praktek tersebut temasuk Ju’alah dan Bai ’ yang Fasid
- Ju’alah fasidah karena :
1. Amalnya tidak ada kulfah (beban)
2. Iwadlnya ( upah ) tidak maklum ( dalam dongkraannya )
3. Ada syarat bai’ dalam akad
- Bai’ fasid karena di jadikan syarat dalam akad Ju’alah
Ibarat :
I’anatut Tholibin Juz : III Hal : 123
Alfiqh ‘alal madzahib al-arba’ah Juz : II Hal : 228
Hasyiyah Al-Syarqowi Juz : II Hal : 53
( وعبارته ) : وهي بتثليث الجيم شرعا التزام عوض معلوم على عمل معين او مجهول عسر علمه وأركانها اجمالا أربعة : الركن الأول العاقد وهو الملتزم للعوض ولو غير المالك والعامل - الى أن قال – الركن الثانى الصيغة وهو من طرف الجاعل لا العامل – الى ان قال – الركن الثالث الجعل وشرط فيه ما شرط فى الثمن فما لايصح ثمنا لكونه مجهولا او نجسا لايصح جعله جعلا ويستحق العامل أجرة المثل فى المجهول والنجس المقصود – الى أن قال – الركن الرابع العمل وشرط فيه كلفة وعدم تعينه فلا جعل فيما لاكلفة فيه .
[ اعانة الطالبين الجزء الثالث ص 123 ]
( وعبارته ) : الحالة الخامسة : أن يكون الشرط مما لايقتضيه العقد ولم يكن لمصلحته وليس شرطا فى صحته او كان لغوا ، وذلك هو الشرط الفاسد الذى يضر بالعقد ، كما اذا قال له بعتك بستانا هذا بشرط ان تبيعنى دارك ، او تقرضنى كذا ، او تعطينى فائدة مالية . وانما يبطل العقد بشرط ذلك اذا كان الشرط فى صلب العقد ، أما اذا كان قبله ولو كتابة فإنه يصح إهـ .
[ كتاب الفقه على المذاهب الأربعة الجزء الثانى ص 228 ]
( وعبارته ) : ( وبيع بشرط ) كبيع بشرط بيع او قرض للنهي عنه فى خبر أبى داود وغيره ( قوله كبيع بشرط الخ ) كبعتك ذاالعبد بألف بشرط أن تبيعنى دارك بكذا ، او تقرضنى مائة من الدراهم ، ثم ان أوقعوا العقد الثانى بأن باعه الدار أو أقرضه الدراهم مع علمهما بفساد الأول صح والا فلا ومحل فساد الأول ان وقع الشرط فى صلب العقد والا فلا يضر إهـ .
[ حاشية الشرقاوى الجزء الثانى ص 53 ]
Jawaban No . 01 Bag . B
Tidak di benarkan(haram)
Ibarat :
1 . Ghoyatu talkhishil murod Hal : 122
2 . Al–Asybah wan nadhoir Hal : 287
( وعبارته ) : ( مسئلة ) تعاطى العقود الفاسدة حرام اذا قصد بها تحقيق حكم شرعي ويأثم العالم بذلك ويعزر لا ما صدر عنه تلاعبا او لم يقصد به تحقيق حكم لم يثبت مقتضاه عليه إهـ .
[ غاية تلخيص المراد ص 122 ]
( وعبارته ) : القاعدة الخامسة تعاطى العقود الفاسدة حرام كما يؤخذ من كلام الأصحاب فى عدة مواضع إهـ .
[ الأشباه والنظائر ص 287 ]
Jawaban No . 01 Bag . C
Karena dia sudah melakukan praktek akad yang tidak sah maka dia wajib keluar dari sistem tersebut dan bila sudah menerima barang dan komisi maka wajib mangembalikannya. Dan dia hanya berhak mendapat ujroh misil.
Catatan :
Bagi seluruh Kaum Muslimin harap waspada dengan praktek semacam ini, karena ada diantara sistem semacam ini melakukan penipuan.
Ibarat :
1 . Asnal Matholib Juz :II Hal : 3
2 . Al- Hawi Lil-Fatawi Juz : I Hal : 109
)فعلى الأول ) وهو عدم صحة البيع بالمعاطاة ( المقبوض بها كالمقبوض بالبيع الفاسد فيطالب كل صاحبه بما دفع اليه ان بقي وببدله ان تلف .
[ أسنى المطالب الجزء الثانى ص 3 ]
( وعبارته ) : اعلم ان كل من ارتكب معصية لزمه المبادرة الى التوبة منها والتوبة من حقوق الله يشترط فيها ثلاثة أشياء أن يقلع عن المعصية فى الحال وان يندم على فعلها وان يعزم ان لايعود اليها ، والتوبة من حقوق الآدميين يشترط هذه الثلاثة ورابع وهو رد الظلامة الى صاحبها وطلب عفوه عنها والإبراء منها .
[ الحاوى للفتاوى الجزء الأول ص 109 ]
====================
Transaksi Dua Aqad dalam Praktik MLM
NUonline, 27/04/2007
Dalam kajian fikih ada istilah al-‘aqdain fil ‘aqd atau al-bai’ain fi al-bai’ah yang berarti dua aqad yang terkumpul dalam sesuatu transaksi. Rasulullah SAW sebagaimana diriwayatkan Imam Ahmad Bin Hanbal dari Sahabat Abdullah bin Mas’ud RA telah melarang model transaksi seperti ini.
Para fuqaha merinci penjelasan mengenai al-‘aqdain fil ‘aqd ini ke dalam tiga model. Pertama, adanya dua harga dalam sebuah jual beli. Misalnya, jika seseorang mengatakan kepada orang lain, “Aku jual baju ini kepadamu dengan harga sepuluh dirham jika tunai, dan dua puluh dirham jika hutang.” Kemudian kedua orang tersebut berpisah dan belum ada kesepakatan tentang salah satu model jual beli tersebut.
Dikatakan bahwa jual beli semacam ini telah rusak (fasid), karena kedua pihak yang bertransaksi tidak mengetahui harga mana yang dipastikan. Asy-Syaukani menyatakan, sebab diharamkannya jual beli semacam itu adalah tidak disepakatinya salah satu (aqad) harga dari dua (aqad) harga tersebut. Akan tetapi, jika kedua orang tersebut bersepakat tentang salah satu aqad (harga) dari dua aqad (harga) jual beli tersebut; misalnya pembeli menerima harga baju tersebut 20 dirham secara kredit sebelum keduanya berpisah, maka sahlah jual beli tersebut. Sebab, harga baju itu telah ditetapkan, dan kedua belah pihak mengetahui dengan jelas harga dari baju tersebut serta bentuk transaksinya.
Kedua, Imam Syafi’i, menafsirkan al-‘aqdain fil ‘aqd sebagai jual beli bersyarat. Misalnya, jika seseorang berkata kepada orang lain, “Saya jual rumahku kepadamu dengan harga sekian, akan tetapi engkau harus menikahkan putramu dengan putriku.” Muamalat semacam ini menyebabkan tidak jelasnya harga.
Ketiga, al-‘aqdain fil ‘aqd adalah memasukkan transaksi kedua ke dalam transaksi pertama yang belum selesai. Misalnya, jika seseorang memesan barang dalam jangka waktu satu bulan, dengan harga yang telah ditentukan. Ketika tempo masa telah tiba, pihak yang dipesan meminta kembali barangnya dengan berkata kepada pemesan, “Juallah barang yang seharusnya saya berikan kepada anda dengan harga sekian, tapi jangkanya ditambah dua bulan.” Jual beli semacam ini adalah fasid, sebab aqad yang kedua telah masuk pada aqad yang pertama. Demikianlah.
Para ahli fikih sering mengkaji transaksi multi level marketing (MLM) yang saat ini semakin beragam model melalui perspektifal-‘aqdain fil ‘aqd ini, yakni adanya dua akad dalam satu transaksi.
Paling tidak MLM bisa diklasifikasikan kedalam tiga model: Pertama, MLM yang membuka pendaftaran member (posisi) dimana member tersebut harus membayar sejumlah uang sembari membeli produk. Pada waktu yang sama juga, dia menjadi referee atau makelar bagi perusahaan dengan cara merekrut orang, karena ia akan mendapatkan "nilai lebih" jika berhasil merekrut orang lain menjadi member dan membeli produk. Maka praktek MLM seperti ini jelas termasuk dalam kategori al-‘aqdain fil ‘aqd. Sebab, dalam hal ini orang tersebut telah melakukan transaksi jual-beli dengan pemakelaran (samsarah) secara bersama-sama dalam satu akad.
Kedua, ada MLM yang membuka pendaftaran member, tanpa harus membeli produk meski untuk keperluan itu orang tersebut tetap harus membayar sejumlah uang tertentu untuk menjadi member. Pada waktu yang sama membership (keanggotaan) tersebut mempunyai dampak diperolehnya bonus (poin), baik dari pembelian yang dilakukannya di kemudian hari maupun dari jaringan di bawahnya. Maka praktek ini juga termasuk dalam kategori al-‘aqdain fil ‘aqd, yakni akad membership dan akadsamsarah (pemakelaran).
Membership tersebut merupakan bentuk akad, yang mempunyai dampak tertentu, yakni ketika pada suatu hari dia membeli produk dia akan mendapatkan bonus langsung. Pada saat yang sama, ketentuan dalam membership tadi menetapkan bahwa orang tersebut berhak mendapatkan bonus, jika jaringan di bawahnya aktif, meski pada awalnya belum. Bahkan ia akan mendapat poin karena ia telah mensponsori orang lain untuk menjadi member.
Ketiga, MLM tersebut membuka membership tanpa disertai ketentuan harus membeli produk, maka akad membership seperti ini justru merupakan akad yang tidak dilakukan terhadap salah satu dari dua perkara, zat dan jasa. Tetapi, akad untuk mendapad jaminan menerima bonus, jika di kemudian hari membeli barang.
Ini sangat berbeda dengan orang yang membeli produk dalam jumlah tertentu, kemudian mendapatkan bonus langsung berupa kartu diskon yang bisa digunakan sebagai alat untuk mendapatkan diskon dalam pembelian selanjutnya. Sebab, dia mendapatkan kartu diskon bukan karena akad untuk mendapatkan jaminan, tetapi akad jual beli terhadap barang. Dari akad jual beli itulah, dia baru mendapatkan bonus. Dalam MLM model ketiga ini pihak-pihak terkait sebenarnya tidak melakukan transaksi apa-apa, hanya melakukan semacam permainan bisnis yang mirip sekali dengan perjudian.(A Khoirul Anam)
==============
Multi Level Marketing adalah sebuah sistem penjualan yang belum pernah dikenal sebelumnya di dunia Islam. Leiteratur fiqih klasik tentu tidak memuat hal seperti MLM itu. Sebab MLM ini memang sebuah fenomena yang baru dalam dunia marketing.
Hukum Mengikuiti Bisnis MLM
Karena MLM itu masuk dalam bab Muamalat, maka pada dasarnya hukumnya mubah atau boleh. Merujuk kepada kaidah bahwa Al-Aslu fil Asy-yai Al-Ibahah. Hukum segala sesuatu itu pada asalnya adalah boleh. Dalam hal ini maksudnya adalah dalam masalah muamalat. Sampai nanti ada hal-hal yang ternyata dilarang atau diharamkan dalam syariah Islam.
Misalnya bila di dalam sebuah MLM itu ternyata terdapat indikasi riba`, misalnya dalam memutar dana yang terkumpul. Atau ada indikasi terjadinya gharar atau penipuan baik kepada down line ataupun kepada upline. Atau mungkin juga terjadi dharar yaitu hal-hal yang membahayakan, merugikan atau menzhalimi pihak lain, entah dengan mencelakakan dan menyusahkan. Dan tidak tertutup kemungkinan ternyata ada unsur jahalah atau ketidak-transparanan dalam sistem dan aturan. Atau juga perdebatan sebagian kalangan tentang haramnya samsarah ala samsarah.
Sehingga kita tidak bisa terburu-buru memvonis bahwa bisnis MLM itu halal atau haram, sebelum kita teliti dan bedah dulu `isi perut`nya dengan pisau analisa syariah yang `tajam dan terpercaya`.
Teliti Dan Ketahui Dengan Pasti
Maka jauh sebelum anda memutuskan untuk bergabung dengan sebuah MLM tertentu, pastikan bahwa di dalamnya tidak ada ke-4 hal tersebut, yang akan membuat anda jauth ke dalam hal yang diharamkan Allah SWT. Carilah keterangan dan perdalam terlebih dahulu wawasan dan pengetahuan anda atas sebuah tawaran ikut dalam MLM, jangan terlalu terburu-buru tergiur dengan tawaran cepat kaya dan seterusnya.
Sebaiknya anda harus yakin terlebih dahulu bahwa produk yang ditawarkan jelas kehalalannya, baik zatnya maupun metodenya. Karena anggota bukan hanya konsumen barang tersebut tetapi juga memasarkan kepada yang lainnya. Sehingga dia harus tahu status barang tersebut dan bertanggung-jawab kepada konsumen lainnya.
Legalisasi Syariah
Alangkah baiknya bila seorang muslim menjalankan MLM yang sudah ada legalisasi syariahnya. Yaitu perusahaan MLM yang tidak sekedar mencantumkan label dewan syariah, melainkan yang fungsi dewan syariahnya itu benar-benar berjalan. Sehingga syariah bukan berhenti pada label tanpa arti. Artinya, kalau kita datangi kantornya, maka ustaz yang mengerti masalah syariahnya itu ada dan siap menjelaskan letak halal dan haramnya.
Kepada pengawas syariah itu anda berhak menanyakan dasar pandangan kehalalan produk dan sistem MLM itu. Mintalah kepadanya dalil atau hasil kajian syariah yang lengkap untuk anda pelajari dan bandingkan dengan para ulama yang juga ahli dibidangnya. Itulah fungsi dewan pengawas syariah pada sebuah perusahaan MLM. Jadi jangan terlalu mudah dulu untuk mengatakan bebas masalah sebelum anda yakin dan tahu persis bagaimana dewan syariah di perusahaan itu memastikan kehalalannya.
Hindari Produk Musuh Islam
Seorang muslim sebaiknya menghindari diri dari menjalankan perusahaan yang memusuhi Islam baik secara langsung atau pun tidak langsung. Bukna tidak mungkin ternyata perusahaan induknya malah menjadi donatur musuh Islam dan keuntungannya bisinis ini malah digunakan untuk MEMBUNUH saudara kita di belahan bumi lainnya.
Meski pada dasarnya kita boleh bermumalah dengan non muslim, selama mereka mau bekerjasama yang menguntungkan dan juga tidak memerangi umat Islam. Tetapi memasarkan produk musuh Islam di masa kini sama saja dengan berinfaq kepada musuh kita untuk membeli peluru yang merobek jantung umat Islam.
Jangan Sampai Berdusta
Hal yang paling rawan dalam pemasaran gaya MLM ini adalah dinding yang teramat tipis antara kejujuran dan dengan dusta. Biasanya, orang-orang yang diprospek itu dijejali dengan beragam mimpi untuk jadi milyuner dalam waktu singkat, atau bisa punya rumah real estate, mobil built-up mahal, apartemen mewah, kapal pesiar dan ribuan mimpi lainnya.
Dengan rumus hitung-hitungan yang dibuat seperti masuk akal, akhirnya banyak yang terbuai dan meninggalkan profesi sejatinya atau yang kita kenal dengan istilah `pensiun dini`. Apalagi bila objeknya itu orang miskin yang hidupnya senin kamis, maka semakin menjadilah mimpi di siang bolong itu, persis dengan mimpi menjadi tokoh-tokoh dalam dunia sinetron TV yang tidak pernah menjadi kenyataan.
Dan simbol-simbol kekayaan seperti memakai jas dan dasi, pertemuan di gedung mewah atau kemana-mana naik mobil seringkali menjadi jurus pemasaran. Dan sebagai upaya pencitraan diri bahwa seorang distributor itu sudah makmur sering terasa dipaksakan. Bahkan istilah yang digunakan pun bukan sales, tetapi manager atau general manager atau istilah-istilah keren lain yang punya citra bahwa dirinya adalah orang penting di dalam perusahaan mewah kelas international. Padahal -misalnya- ujung-ujungnya hanya jualan obat.
Kami tidak mengatakan bahwa trik ini haram, tetapi cenderung terasa mengawang-awang yang bila masyarakat awam kurang luas wawasannya, bisa tertipu.
Hati-hati Dengan Mengeksploitir Dalil
Yang harus diperhatikan pula adalah penggunaan dalil yang tidak pada tempatnya untuk melegalkan MLM. Seperti sering kita dengar banyak orang yang membuat keterangan yang kurang tepat.
Misalnya bahwa Rasulullah SAW itu profesinya adalah pedagang . Yang benar adalah beliau memang pernah berdagang dan ketika masih kecil memang pernah diajak berdagang. Dan itu terjadi jauh sebelum beliau diangkat menjadi Nabi pada usia 40 tahun. Namun setelah menjadi nabi, beliau tidak lagi menjadi pedagang. Pemasukan (ma`isyah) beliau adalah dari harta rampasan perang / ghanimah, bukan dari hasil jualan atau menawarkan barang dagangan, juga bukan dengan sistem MLM.
Lagi pula kalaulah sebelum jadi nabi beliau pernah berdagang, jelas-jelas sistemnya bukan MLM. Dan Khadidjah ra itulah buknalah Up-linenya sebagaimana Maisarah juga bukan downline-nya.
Jadi jangan mentang-mentang yang diprospek itu umat Islam, atau ustaz yang punya banyak jamaah, atau tokoh yang berpengaruh, lalu dengan enak kita tancap gas tanpa memeriksa kembali dalil yang kita gunakan.
Terkait dengan itu, ada juga yang berdalih bahwa sistem MLM merupakan sunnah nabi. Mereka mengandaikannya dengan dakwah berantai / berjenjang yang dilakukan oleh Rasulullah SAW di masa itu.
Padahal apa yang dilakukan beliau itu tidak bisa dijadikan dalil bahwa sistem penjualan berjenjang itu adalah sunnah Rasulullah SAW. Sebab ketika melakukan dakwah berjenjang itu, Rasulullah SAW tidak sedang berdagang dengan memberi barang /jasa dan mendapatkan imbalan materi. Jadi tidak ada transaksi muamalat perdangan dalam dakwah berjenjang beliau. Kalau pun ada reward, maka itu adalah pahala dari Allah SWT yang punya pahala tak ada habisnya, bukan berbentuk uang pembelian.
================
Jangan Sampai Kehilangan Kreatifitas Dan Produktifitas
MLM itu memang sering menjanjikan orang menjadi kaya mendadak, sehingga bisa menyedot keinginan dari sejumlah orang dengan sangat besar. Dan karena menggunakan sistem jaringan, memang dalam waktu singkat bisa terkumpul sejumlah orang yang siap menjual rupa-rupa produk. Harus diperhatikan bahwa bila semua orang akan dimasukkan ke dalam jaringan MLM yang pada hakikatnya menjadi sales menjualkan produk sebuah industri, maka jangan sampai jiwa kreatifitas dan produktifitas ummat menjadi loyo dan mati. Sebab di belakang sistem MLM itu sebenarnya adalah industri yang mengeluarkan produk secara massal.
Padahal umat ini butuh orang-orang yang mampu berkreasi, mencipta, melakukan aktifitas seni, menemukan hal-hal baru, mendidik, memberikan pelayanan kepada ummat dan pekerjaan pekerjaan mulia lainnya. Kalau semua potensi umat ini tersedot ke dalam bisnis pemasaran, maka matilah kreatifitas umat dan mereka hanya sibuk di satu bidang saja yaitu : B E R J U A L A N produk sebuah industri.
Etika Penawaran
Salah satu hal yang paling `mengganggu` dari sistem pemasaran langsung adalah metode pendekatan penawarannya itu sendiri. Karena memang disitulah ujung tombak dari sistem penjualan langsung dan sekaligus juga disitulah titik yang menimbulkan masalah.
Biasanya para distibutor selalu dipompakan semangat untuk mencari calon pembeli. Istilah yang sering digunakan adalah prospek. Sering hal itu dilakukan dengan tidak pandang bulu dan suasana. Misalnya seorang teman lama yang sudah sekian tahun tidak pernah berjumpa, tiba-tiba menghubungi dan berusaha mengakrabi sambil memubuka pembicaraan masa lalu yang sedemikian mesra. Kemudian melangkah kepada janji bertemu. Tapi begitu sudah bertemu, ujung-ujungnya menawarkan suatu produk yang pada dasarnya tidak terlalu dibutuhkan.
Hanya saja karena kawan lama, tidak enak juga bila tidak membeli. Karena si teman ini menghujaninya dengan sekian banyak argumen mulai dari kualitas produk yang terkadang sangat fantastis, termasuk peluang berbisnis di MLM tersebut yang intinya mau tidak mau harus beli dan jadi anggota. Pada saat mewarkan dengan sejuta argumen inilah seorang distributor bisa bermasalah.
Atau suasana yang penting menjadi terganggu karena adanya penawaran MLM. Sehingga pengajian berubah menjadi ajang bisnis. Juga rapat, kelas, perkuliahan, dan banyak suasana dan kesempatan penting berubah jadi `pasar`. Tentu ini akan terasa mengganggu.
[ust. sarwat]
_____________________
●PELANGGARAN UST YUSUF MANAUR TERHADAP FATWA HALAL DARI MUI●
Ust yusuf mansur dlm usaha paytren memng mendapat sertifikat halall dari MUI tetapi fakta lapangan setelah keluar sertifikat tersebut, ust yusuf mansur melanggar syarat2 yg di tentukan oleh MUI.
Oleh sbb itu di nyatakan BISNIS MLM termasuk PAYTREN adalh HARAM.
Ddi bawah ini kami lampirkan pelanggaran2 yg di lakukan oleh ust YUSUF MANSUR dalam bisnis PAYTREN:
Dalam fatwa yang ditandatangani oleh Ketua DSN MUI DR.KH. Sahal Mahfudz dan Sekretaris KH. Drs. Ichwan Sam pada tanggal 25 Juli 2009, dijelaskan ada 12 persyaratan bagi MLM terkategori sesuai syariah, yaitu :
1. Ada obyek transaksi riil yang diperjualbelikan berupa barang atau produk jasa;
2. Barang atau produk jasa yang diperdagangkan bukan sesuatu yang diharamkan dan atau yang dipergunakan untuk sesuatu yang haram;
3. Transaksi dalam perdagangan tidak mengandung unsur gharar, maysir, riba’, dharar, dzulm, maksiat;
4. Tidak ada kenaikan harga/biaya yang berlebihan(excessive mark-up), sehingga merugikan konsumen karena tidak sepadan dengan kualitas;
5. Komisi yang diberikan oleh perusahaan kepada anggota, besaran maupun bentuknya harus berdasarkan prestasi kerja yang terkait langsung dengan volume atau nilai hasil penjualan produk, dan harus menjadi pendapatan utama mitra usaha dalam PLBS;
6. Bonus yang diberikan oleh perusahaan kepada anggota harus jelas jumlahnya, saat transaksi (akad) sesuai dengan target penjualan barang dan atau produk jasa yang ditetapkan perusahaan;
7. Tidak boleh ada komisi atau bonus secara pasif yang diperoleh secara reguler tanpa melakukan pembinaan dan atau penjualan barang dan atau jasa;
8. Pemberian komisi atau bonus oleh perusahaan kepada anggota (mitra usaha) tidak menimbulkan ighra’.
9. Tidak ada eksploitasi dan ketidakadilan dalam pembagian bonus antara anggota pertama dengan anggota berikutnya;
10. Sistem perekrutan, bentuk penghargaan dan acara seremonial yang dilakukan tidak mengandung unsur yang bertentangan dengan aqidah, syariah dan akhlak mulia, seperti syirik, kultus, maksiat dan sebagainya;
11. Setiap mitra usaha yang melakukan perekrutan keanggotaan wajib membina dan mengawasi anggota yang direkrutnya;
12.Tidak melakukan kegiatan money game.
money game menurut fatwa DSN MUI No. 75/DSN MUI/VII/2009 adalah kegiatan penghimpunan dana masyarakat atau penggandaan uang dengan praktik memberikan komisi dan bonus dari hasil perekrutan/pendaftaran mitra usaha yang baru/bergabung kemudian, dan bukan dari hasil penjualan produk, atau dari hasil penjualan produk namun produk yang dijual tersebut hanya kamuflase atau tidak mempunyai mutu/kualitas yang dapat dipertanggungjawabkan.
melanggar fatwa no. 4 :
Dengan membayarkan Rp. 275.000 anda mendapatkan barang yang tidak sepadan, anda hanya mendapat software dan habbatussaudah 2 botol.
harga pulsa di VSI pada downline terbawah juga lebih mahal 300 rupiah, sehingga akan merugikan downline ditingkat bawah karena akan memperoleh untung lebih sedikit, atau dia harus menjual pulsa lebih mahal yang akhirnya merugikan konsumen.
melanggar fatwa no.5 :
Seorang upline jika tidak menjual pulsa pun akan tetap memperoleh komisi dari penjualan pulsa dari downline dibawahnya , sampai dengan 9 tingkat downline dibawahnya . Sehingga pendapatan utama upline bisa jadi hasil cucuran keringat downline-downline dibawahnya
melanggar fatwa no. 12 :
VSI menjanjikan komisi dari hasil perekrutan anggota baru, dimana jika downline kita bertambah maka kita akan mendapatkan komisi. Praktek tersebut adalah money game disamarkan seolah-olah member bergabung dengan cara membeli produk yang harganyajauh diatas pasaran.
___________________________
buka link dibawah ini :
KESALAHAN MLM YUSUF MANSUR
KEBOHONGAN TWIT YUSUF MANSUR
●●●●●●●●●●●●●●●●●●
Tinjauan ULANG hukum menurut para ahli dan pakar terkait hukum PAYTREN setelah keluarnya sertofikat HALAL dari MUI
____________________
SERTIFIKAT HALAL PAYTREN: DSN MUI MELAWAN FATWANYA SENDIRI.
Brahm Anuga | August 11, 2017 | Featured, paytren | No Comments
Secara mengejutkan DSN MUI memberikan sertifikat halal paytren. Sertifikat halal atau syariah itu dikeluarkan untuk sistem penjualan langsung berjenjang (atau biasa dikenal dengan istilah multi level marketing) dengan produk ‘Layanan pembayaran multiguna’. Mengapa mengejutkan? karena telaah yang mendalam tentang bisnis paytren, apa yang dijual (bukan hanya layanan pembayaran multiguna), bagaimana mereka memasarkan jauh dari kesesuaian fatwa Dewan Syariah Nasional MUI sebelumnya.
Berikut adalah Ketentuan hukum DSN MUI tentang penjualan langsung berjenjang syariah yang tertuang dalam FATWA DEWAN SYARIAH NASIONAL No : 75/DSN MUI/VII/2009
Ada obyek transaksi riil yang diperjualbelikan berupa barang atau produk jasa;
Barang atau produk jasa yang diperdagangkan bukan sesuatu yang diharamkan dan atau yang dipergunakan untuk sesuatu yang haram;
Transaksi dalam perdagangan tersebut tidak mengandung unsur gharar, maysir, riba, dharar, dzulm,
maksiat;
Tidak ada harga/biaya yang berlebihan (excessive markup), sehingga merugikan konsumen karena tidak sepadan dengan kualitas/manfaat yang diperoleh;
Komisi yang diberikan oleh perusahaan kepada anggota baik besaran maupun bentuknya harus berdasarkan pada prestasi kerja nyata yang terkait langsung dengan volume atau nilai hasil penjualan barang atau produk jasa, dan harus menjadi pendapatan utama mitra usaha dalam PLBS;
Bonus yang diberikan oleh perusahaan kepada anggota (mitra usaha) harus jelas jumlahnya ketika dilakukan transaksi (akad) sesuai dengan target penjualan barang dan atau produk jasa yang ditetapkan oleh perusahaan;
Tidak boleh ada komisi atau bonus secara pasif yang diperoleh secara reguler tanpa melakukan pembinaan dan atau penjualan barang dan atau jasa;
Pemberian komisi atau bonus oleh perusahaan kepada anggota (mitra usaha) tidak menimbulkan ighra’.
Tidak ada eksploitasi dan ketidakadilan dalam pembagian bonus antara anggota pertama dengan
anggota berikutnya;
Sistem perekrutan keanggotaan, bentuk penghargaan dan acara seremonial yang dilakukan tidak mengandung unsur yang bertentangan dengan aqidah, syariah dan akhlak mulia, seperti syirik, kultus, maksiat dan lainlain;
Setiap mitra usaha yang melakukan perekrutan keanggotaan berkewajiban melakukan pembinaan dan pengawasan kepada anggota yang direkrutnya tersebut;
Tidak melakukan kegiatan money game
ANTARA KETENTUAN HUKUM DSN MUI DENGAN SERTIFIKAT HALAL PAYTREN
Mari kita bahas beberapa ketentuan hukum DSN MUI tentang penjualan langsung berjenjang syariah yang sebetulnya sulit bagi DSN MUI untuk mengeluarkan sertifikat halal paytren
Ketentuan hukum nomor 3: Transaksi dalam perdagangan tersebut tidak mengandung unsur gharar, maysir, riba, dharar, dzulm, maksiat;
Apakah transaksi dalam perdagangan paytren mengandung unsur-unsur di atas? Tentu perlu kajian dari orang yang berkompeten, dalam hal ini adalah Ulama dari pihak luar selain paytren. Saya mengambil beberapa pendapat Ulama yang dari latar pendidikannya memang tampak mempunyai kompetensi yang cukup untuk menilai masalah ini.
Ustadz Ammi Nur Baits, Lulusan S-1, Jurusan Fikih dan Ushul Fikih, Madinah International University disamping juga lulusan S1 Teknik tenaga nuklir Universitas Gajah Mada. Paparan ustadz ini secara panjang lebar pada kesimpulannya mengatakan bahwa paytren adalah gharar. Paparan tersebut dapat dibaca dalam 4 tulisan bersambung:
Hukum paytren bagian 1
Hukum paytren bagian 2
Hukum paytren bagian 3
Hukum paytren bagian 4
Ustadz Erwandi Tarmizi, S2 jurusan Ushul Fiqh, Fakultas Syari’ah, Universitas Islam Al Imam Muhammad bin Saud, S3 jurusan Ushul fiqh, Fakultas Syari’ah, Universitas Islam Al Imam Muhammad bin Saud. Secara singkat dan tegas Ustadz Erwandi Tarmizi mengatakan bahwa paytren, selain riba adalah haram. Orang membeli produk yang dimahalkan bukan karena produknya, tetapi karena janji pendapatan yang besar yang belum tentu menjadi kenyataan. Penjelasan Ustadz Erwandi tentang paytren.
Beberapa ulama yang lain seperti Abu Salamah, Abdul Shomad juga mempunyai pendapat yang senada dengan kedua ulama diatas. Ada juga kajian dari
Ketentuan hukum nomor 4. Tidak ada harga/biaya yang berlebihan (excessive markup), sehingga merugikan konsumen karena tidak sepadan dengan kualitas/manfaat yang diperoleh
Harga lisensi terbatas paytren: Rp. 25.000. Diluaran, aplikasi sejenis seperti Bebas Bayar, Buka Lapak, Fast Track: 0 rupiah. Dengan harga 0 rupiah pengguna bisa melakukan pembayaran online dan juga menjual jasa pembayaran online seperti paytren. Dengan harga Rp. 25.000 saja pada paytren sudah tampak ada harga berlebihan. Apalagi dianggap paket lisensi penuh adalah produk paytren juga dengan harga Rp. 350.000. Tentu sangat berlebihan.
Harga produk itu memang relatif. Mahal bisa saja menjadi terasa murah dan sebaliknya. Tergantung dari persepsi pembeli tentang produk, juga tergantung dari biaya dasar pembuatan produk atau jasa yang kadang sulit untuk diketahui. Tetapi bila ada produk pembanding, kita bisa ketahui apakah produk itu lebih mahal atau lebih murah dari seharusnya. Dan faktanya adalah banyak produk sejenis yang berharga 0 rupiah.
Ketentuan hukum nomor 5: Komisi yang diberikan oleh perusahaan kepada anggota baik besaran maupun bentuknya harus berdasarkan pada prestasi kerja nyata yang terkait langsung dengan volume atau nilai hasil penjualan barang atau produk jasa, dan harus menjadi pendapatan utama mitra usaha dalam PLBS.
Lihat frase terakhir: harus menjadi pendapatan utama mitra usaha. Apakah pendapatan utama mitra usaha paytren dari hasil penjualan aplikasi? Atau dari komis rekrutmen mitra penjual?
Bila kita asumsikan bahwa pembeli paket lisensi penuh berarti membeli kemitraan, yang membayar 325.000 rupiah tambahan dari paken lisensi terbatas untuk menjadi mitra penjual, maka sangat patut diduga pendapatan mitra penjual atau anggota kebanyakan adalah dari rekrutmen mitra penjual baru, bukan dari penjualan aplikasi terbatas seharga 25.000 rupiah. Ambil saja secara acak promosi-promosi para anggota paytren. Semuanya fokus pada penawaran kemitraan seharga 25.000 plus 325.000 rupiah. Karena dengan keberhasilan merekrut mitra itulah, anggota mendapat komisi yang cukup besar: 75.000 rupiah, diluar bonus pasangan.
Bila dari pola promosi belum cukup, tentu harus dilakukan audit keuangan Paytren dan seharusnya DSN MUI sudah melakukan hal tersebut. Dari audit keuangan akan diperoleh bukti faktual, berapa persen pendapatan dari mitra paytren yang berasal dari penjualan aplikasi seharaga 25.000 rupiah, berapa % pendapatan yang berasal dari komisi perekrutan mitra baru. Sangat sederhana.
Bagaimana kalau Paytren berdalih bahwa aplikasi seharga 350.000 itu juga adalah produk paytren, sehingga kelebihan harga sebesar Rp. 325.000 tidak bisa dianggap sebagai biaya pendapftaran menjadi mitra penual? Bila demikian, maka bisa saja komisi Rp. 75.000 rupiah dianggap sebagai komisi penjualan, bukan komisi perekrutan. Tapi dalih ini mudah dipatahkan:
Kalau lisensi penuh itu dianggap produk paytren yang dengan kelas yang berbeda, tentu ada fitur yang berbeda pula dari lisensi terbatas. Apa bedanya? kalau bedanya hanya bahwa lisensi penuh bisa menjual aplikasi ke orang lain, itu cuma manipulasi kata-kata untuk menutupi kemitraan.
Sudah umum diketahui bahwa orang bisa membeli puluhan paket lisensi penuh sekaligus. Bila paket lisensi penuh itu dianggap sebagai salah satu produk paytren, dimana logikanya orang membeli sampai puluhan aplikasi yang sama? Dalam penjualan aplikasi, memang ada batas penggunaan alat dimana aplikasi itu di-install. Misalnya, kita beli paket microsoft windows hanya untuk 1 komputer. Punya 2 komputer, kita harus beli 2 paket microsoft windows. Dalam hal paytren, apakah mungkin seseorang membeli puluhan aplikasi paytren lisensi penuh karena yang bersangkutan mempunyai puluhan handphone? Sulit diterima akal sehat.
Paytren tetap sulit memenuhi ketentuan tentang tidak adanya harga berlebihan (ketentuan hukum nomor 4).
Ketentuan hukum nomor 7: Tidak boleh ada komisi atau bonus secara pasif yang diperoleh secara reguler tanpa melakukan pembinaan dan atau penjualan barang dan atau jasa
Dalam sistem pemasaran di Paytren, terdapat apa yang dikenal sebagai bonus pasangan, bila terjadi penambahan 2 mitra sekaligus di jaringan kiri dan kanan dari seorang mitra. Tetapi apakah itu berarti pasif atau aktif sulit dinilai tanpa pengamatan langsung.
Ketentuan hukum nomor 12: Tidak melakukan kegiatan money game.
Ketentuan ini sebetulnya sebagian sudah dimuat dalam ketentuan hukum nomor 4 dan 5. Sebab ciri money game dan skema piramida adalah adanya harga yang berlebihan dan pendapatan mitra yang lebih banyak dari perekrutan mitra bara. Tetapi ditulisnya ketentuan ‘tidak melakukan kegiatan money game’ tentunya sebagai pengaman dari DSN karena money game saat ini menggunakan berbagai skema yang kadang membingungkan untuk menyamarkan praktek sebenarnya.
Money game, menurut definisi yang tercantum dalam fatwa Dewan Syarian Nasional No : 75/DSN MUI/VII/2009, Bagian ketentuan umum nomor 9:
Money Game adalah kegiatan penghimpunan dana masyarakat atau penggandaan uang dengan praktik memberikan komisi dan bonus dari hasil perekrutan/pendaftaran Mitra Usaha yang baru/bergabung kemudian dan bukan dari hasil penjualan produk, atau dari hasil penjualan produk namun produk yang dijual tersebut hanya sebagai kamuflase atau tidak mempunyai mutu/kualitas yang dapat dipertanggung jawabkan.
Istilah money game yang digunakan olah banyak kalangan di Indonesia tak lain dan tak bukan adalah skema piramida. Konteksnya sama, seputar penjualan berjenjang langsung dan praktek yang dimaksud juga sama: pemberian komisi dari perekrutan mitra usaha, atau agen penjualan, atau distributor.
Apakah paytren money game?
Untuk menjawab pertanyaan ini, maka kita uraikan 2 kriteria money game yang disebut oleh DSN MUI. Salah satu dari kedua kriteria ini terpenuhi, maka paytren adalah money game, karena kedua kriteria ini dihubungkan dengan kata ‘atau’.
Kriteria 1: Paytren money game bila memberikan komisi dan bonus dari hasil pendaftaran mitra usaha yang baru
Kriteria 2: Paytren money game bila produknya hanya sebagai kamuflase (dari penghimpunan dana) atau tidak mempunyai mutu yang dapat dipertanggungjawabkan.
Asumsi 1: Bila harga paket lisensi penuh (Rp. 350.000) dianggap sebagai paket lisensi terbatas ditambah lisensi sebagai mitra penjual, maka jelas ada komisi dari hasil pendaftaran mitra baru. Memenuhi kriteria 1.
Asumsi 2: Bila harga paket lisensi penuh (Rp. 350.000) dianggap salah satu produk paytren, tidak ada biaya menjadi mitra penjual didalamnya, paytren memang tidak memenuhi kriteria nomor 1, tetapi kita harus melihat apakah paytren memenuhi kriteria 2 sebagai money game?
Kamuflase berarti penyamaran agar orang melihat suatu fakta yang berbeda dari fakta sebenarnya. Dalam konteks money game, tentu maksud dari kententuan diatas adalah: penyaran agar orang melihat money game sebagai jual beli.
Produk yang dijual belikan sebagai penyamaran dari transfer dana ke sesama anggota memang banyak digunakan dalam praktek money game. Untuk membuktikan apakah ada kamuflase, tentunya harus dilihat apakah benar-benar terjadi praktek jual beli yang sebenarnya, dalam artian pembeli membeli produk memang untuk mendapatkan manfaat dari produk, atau ada tujuan lain. Maka pertanyaannya menjadi, apakah pembeli aplikasi paytren membeli karena ingin mendapatkan manfaat dari aplikasi tersebut yang adalah mempermudah pembayaran online, atau karena tujuan lain seperti ingin memperoleh pendapatan dengan merekrut orang lain? Bila karena tujuan untuk memperolah pendapatan dengan merekrut orang lain, itu bisa disebut kamuflase. Menyamarkan praktek penghimpunan dana dengan cara membeli dan menjual produk.
KEANEHAN SEBELUM TERBITNYA SERTIFIKAT HALAL PAYTREN
Pola bisnis paytren, dari marketing plan terakhir yang bisa dilihat, tak ada bedanya dengan Wandermind yang pemiliknya telah dihukum, atau dengan DBS (duta business school) sekitar 5 tahun yang lalu, money game yang telah bangkrut dengan tenang.
Apakah DSN MUI mempunyai sudut pandang yang berbeda tentang Paytren? Ataukah DSN MUI lupa dengan fatwanya sendiri? ataukan memang sertifikasi produk bisa mengabaikan aspek-aspek lain seperti untuk apa produk itu dimaksudkan? Bagaimana bila suatu produk telah jelas digunakan untuk keperluan yang melanggar fatwa DSN MUI sendiri?
Perlu dicatat bahwa beberapa saat sebelum keluarnya sertifikat halal dari DSN MUI, situs resmi paytren menghilangkan skema marketing plan yang sangat kental mencirikan money game. Beberapa pihak mengatakan sertifikat diperoleh paytren karena adanya perubahan marketing plan tersebut. Pun bila demikian, apakah pantas DSN memberikan label syariah kepada bisnis yang baru berubah? Yang belum terbukti perubahannya diterapkan secara konsisten?
Tambahan (9 Okterber 2017).
Dalam sertifikat syariah yang dikeluarkan MUI, disebutkan bahwa produk paytren adalah layanan pembayaran multiguna. Layanan artinya jasa, pekerjaan yang diberikan kepada orang lain yang membutuhkan. Tapi apa yang sebenarnya dijual Paytren? Tak lain adalah aplikasi, software dan lisensi kemitraan. Harga pulsa mereka sama sekali tidak bersaing untuk dapat menjaring orang melakukan pembayaran melalui mitra paytren. Yang terjadi, member paytren hanya menjual aplikasi dan lisensi. Mengapa MUI memberikan sertifikat halal untuk produk suatu perusahaan yang tidak banyak dijual, sementara produk lain dari perusahaan tersebut, yang justru jauh lebih banyak dijual menjalankan praktek yang jelas melanggar fatwa DSN MUI.
https://diskusihukumfiqh212.blogspot.com
Wallahu a'lam bish showab
Tidak ada komentar:
Posting Komentar