بسم الله الرحمن الرحيم
KESIMPULAN TEAM DHF
HUKUM BAYI TABUNG
______________________
اسلام عليكم
Mau tanya bagaimana hukum nya bayi tabung
JAWABAN....
وعليكم سلام
1.Apabila sperma yang di tabung dan yang dimasukan ke dalam rahim wanita tersebut ternyata bukan sperma suami istri, maka hukumnya haram.
2.Dan apabila sperma / mani yang ditabung tersebut sperma suami istri, tetapi cara mengeluarkannya tidak muhtarom, maka hukumnya juga haram.
3.Bila sperma yang ditabung itu sperma / mani suami istri dan cara mengeluarkannya muhtarom, serta dimasukan ke dalam rahim istri sendiri maka hukumnya boleh.
***--***
Dasar Pengambilan Dalil :
مامن ذنب بعد الشرك أعظم عند الله من نطفة وضعها رجل فى رحم لايحل له. رواه ابن الدنا عن الهشيم بن مالك الطائ الجامع الصغير
Tidak ada dosa yang lebih besar setelah syirik (menyekutukan Allah ) disisi Allah dari pada maninya seorang laki-laki yang ditaruh pada rahim wanita yang tidak halal baginya. (HR. Ibnu Abid-dunya dari Hasyim bin Malik al-thoi). [ Al-jami'ul Shoghir hadis no. 8030 ].
من كان يؤمن بالله واليوم الأخر فلا يسقين ماءه زرع أخيه
Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka jangan sekali-kali menyiram air (maninya ) pada lahan tanaman (rahim) orang lain. [ Hikmatu Tasyri'wal Safatuhu, II: 48 ].
***---***
Al-Qulyubi, IV: 32
ﻭﻟﻮ ﺃﺗﺖ ﺑﻮﻟﺪ ﻋُﻠِﻢِ ﺃﻧﻪ ﻟﻴﺲ ﻣﻨﻪ ﻣﻊ ﺇﻣْﻜَﺎﻧِﻪ ﻣِﻨْﻪُ ( ﻟَﺰِﻣَﻪُ ﻧَﻔْﻴُﻪُ ) ﻟِﺄَﻥَّ ﺗَﺮْﻙَ ﺍﻟﻨَّﻔْﻲِ ﻳَﺘَﻀَﻤَّﻦُ ﺍﺳْﺘِﻠْﺤَﺎﻕَ ﻣَﻦْ ﻟَﻴْﺲَ ﻣِﻨْﻪُ ﺣَﺮَﺍﻡٌ .
Apabila seoarang perempuan datang dengan membawa anak, dan diketahui bahwa anak tersebut bukan dari suaminya, dan dapat mungkin dari suaminya (namun secara yakin tidak dari suaminya). Maka wajib meniadakan (menolak mengakui), karena bila tidak dilaksanakan penolakan, dapat dimasukan nasab dari orang yang tidak haram (suaminya).
4. Bujairimi Iqna' IV: 36
( ﺍﻟﺤﺎﺻﻞ ) ﺍﻟﻤﺮﺍﺩ ﺑﺎﻟﻤﻨﻰ ﺍﻟﻤﺤﺘﺮﺍﻡ ﺣﺎﻝ ﺧﺮﻭﺟﻪ ﻓﻘﻂ ﻋﻠﻰ ﻣﺎ ﺍﻋﺘﻤﺪﻩ ﻣﺮ ﻭﺍﻥ ﻛﺎﻥ ﻏﻴﺮ ﻣﺤﺘﺮﻡ ﺣﺎﻝ ﺍﻟﺪﺧﻮﻝ، ﻛﻤﺎ ﺍﺫﺍ ﺍﺣﺘﻠﻢ ﺍﻟﺰﻭﺝ ﻭﺃﺧﺬﺕ ﺍﻟﺰﻭﺟﺔ ﻣﻨﻴﻪ ﻓﻰ ﻓﺮﺟﻬﺎ ﻇﺎﻧﺔ ﺃﻧﻪ ﻣﻦ ﻣﻨﻰّ ﺍﺟﻨﺒﻰ ﻓﺈﻥ ﻫﺬﺍ ﻣﺤﺘﺮﻡ ﺣﺎﻝ ﺍﻟﺨﺮﻭﺝ ﻭﻏﻴﺮ ﻣﺤﺘﺮﻡ ﺣﺎﻝ ﺍﻟﺪﺧﻮﻝ ﻭﺗﺠﺐ ﺍﻟﻌﺪﺓ ﺑﻪ ﺇﺫﺍ ﻃﻠﻘﺖ ﺍﻟﺰﻭﺟﺔ ﻗﺒﻞ ﺍﻟﻮﻁﺀ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻤﻌﺘﻤﺪ ﺧﻼﻓﺎ ﻹﺑﻦ ﺣﺠﺮ ﻷﻧﻪ ﻳﻌﺘﺒﺮ ﺃﻥ ﻳﻜﻮﻥ ﻣﺤﺘﺮﻣﺎ ﻓﻰ ﺍﻟﺤﺎﻟﻴﻦ ﻛﻤﺎﻗﺮﺭﻩ ﺷﻴﺨﻨﺎ .
(Kesimpulan) yang dimaksud mani muhtarom (mulia) adalah pada waktu keluarnya saja, seperti yang dikuatkan Imam Romli, meskipun tidak muhtarom pada waktu masuk. Contoh: suami bermimpi keluar mani, dan istrinya mengambilnya (air mani tersebut) lalu dimasukan ke farjinya dengan persangkaan, bahwa air mani tersebut milik laki-laki lain (bukan suaminya) maka hal ini dinamakan mani muhtarom keluarnya, tapi tidak muhtarom waktu masuknya kefarji, dan dia wajib punya iddah (masa penantian) jika suaminya menceraikan sebelum disetubui. Menurut yang mu'tamad, berbeda dengan pendatnya imam ibnu hajar yang mengatakan, kreterianya harus muhtarom keduanya (waktu masuk dan keluar) seperti ketetapan dari Syaikhuna (Rofi'i Nawawi).
***-*****
Kifayatu Al-akhyar, II: 113
ﻟﻮ ﺇﺳﺘﻤﻨﻰ ﺍﻟﺮﺟﻞ ﻣﻨﻴﺔ ﺑﻴﺪ ﺍﻣﺮﺃﺗﻪ ﺍﻭ ﺍﻣﺘﻪ ﺟﺎﺯ ﻷﻧﻬﺎ ﻣﺤﻞ ﺍﺳﺘﻤﺘﺎﻋﻬﺎ
Jika seorang suami sengaja mengeluarkan air maninya dengan perantara tangan istrinya, atau tangan perempuan amatnya, maka boleh, karena perempuan tersebut tempat istima' (senang-senang) bagi seorang suami. Wallohu a'lam.
**********
BAYI TABUNG SECARA ILMU KEDOKTERAN
•pengertian bayi tabung dan prosesenya•
Pengertian Bayi Tabung
Bayi tabung merupakan terjemahan dari artificial insemination. Artificial artinya buatan atau tiruan, sedangkan insemination berasal dari bahasa latin “inseminatus” yang artinya pemasukan atau penyimpanan. Bayi tabung atau dalam bahasa kedokteran disebut In Vitro Fertilization (IVF) adalah suatu upaya memperoleh kehamilan dengan jalan mempertemukan sel sperma dan sel telur dalam suatu wadah khusus tanpa melalui senggama (sexual intercourse). Pada kondisi normal, pertemuan ini berlangsung di dalam saluran tuba.
Pada mulanya program ini bertujuan untuk menolong pasangan suami istri yang tidak mungkin memiliki keturunan secara alamiah disebabkan tuba falopi istrinya mengalami kerusakan permanen. Namun kemudian mulai ada perkembangan dimana kemudian program ini diterapkan pada pasien yang memiliki penyakit atau kelainan lainnya yang menyebabkan tidak memungkinkan untuk memperoleh keturunan.
Sebelum menjelaskan mengenai hukum bayi tabung dalam pandangan islam, alangkah baiknya kita mengetahui terlebih dahulu proses terjadinya bayi tabung.
B. Proses Bayi Tabung
Bayi tabung merupakan pilihan terakhir bagi mereka yang ingin mendapatkan keturunan namun sampai saat ini belum juga mendapatkan kehamilan. Di bawah ini akan dijelaskan proses dalam pembuatan bayi tabung :
a. Perjuangan Sperma Menembus Sel Telur
Langkah pertama dalam proses pembuatan bayi tabung ini diperlukan adanya sperma. Untuk mendapatkan kehamilan, satu sel sperma harus bersaing dengan sel sperma yang lain. Sel Sperma yang kemudian berhasil untuk menerobos sel telur merupakan sel sperma dengan kualitas terbaik saat itu.
b. Perkembangan Sel telur
Selama masa subur, wanita akan melepaskan satu atau dua sel telur. Sel telur tersebut akan berjalan melewati saluran telur dan kemudian bertemu dengan sel sperma pada kehamilan yang normal.
c. Injeksi
Dalam IVF, dokter akan mengumpulkan sel telur sebanyak-banyaknya. Dokter kemudian memilih sel telur terbaik dengan melakukan seleksi. Pada proses ini pasien disuntikkan hormon untuk menambah jumlah produksi sel telur. Perangsangan berlangsung 5 – 6 minggu sampai sel telur dianggap cukup matang dan siap dibuahi. Proses injeksi ini dapat mengakibatkan adanya efek samping.
d. Pelepasan Sel telur
Setelah hormon penambah jumlah produksi sel telur bekerja maka sel telur siap untuk dikumpulkan. Dokter bedah menggunakan laparoskop untuk memindahkan sel-sel telur tersebut untuk digunakan pada proses bayi tabung (IVF) berikutnya.
e. Sperma beku
Sebelumnya suami akan menitipkan sperma kepada laboratorium dan kemudian dibekukan untuk menanti saat ovulasi. Sperma yang dibekukan disimpan dalam nitrogen cair yang dicairkan secara hati-hati oleh para tenaga medis.
f. Menciptakan Embrio
Dalam menciptakan embrio ini, dokter akan menyatukan sperma dan ovum yang telah dipilih sebelumnya. Pada sel sperma dan sel telur yang terbukti sehat, akan sangat mudah bagi dokter untuk menyatukan keduanya dalam sebuah piring lab. Namun bila sperma tidak sehat sehingga tidak dapat berenang untuk membuahi sel telur, maka akan dilakukan teknik ICSI (Intra Cytoplasmic Sperm Injection). Pada teknik ICSI ini dokter akan menyuntikkan satu sperma hidup ke dalam sel telur.
g. Embrio Berumur 2 hari
Setelah sel telur dipertemukan dengan sel sperma, akan dihasilkan sel telur yang telah dibuahi (disebut dengan nama embrio). Embrio ini kemudian akan membelah seiring dengan waktu. Embrio ini memiliki 4 sel, yang diharapkan mencapai stage perkembangan yang benar.
h. Pemindahan Embrio
Dokter kemudian memilih 3 embrio terbaik untuk ditransfer yang diinjeksikan ke sistem reproduksi pasien (rahim ibu).
i. Implanted fetus
Setelah embrio memiliki 4 – 8 sel, embrio akan dipindahkan kedalam rahim wanita dan kemudian menempel pada rahim. Selanjutnya embrio tumbuh dan berkembang seperti layaknya kehamilan biasa sehingga kehadiran bakal janin dapat dideteksi melalui pemeriksaan USG seperti tampak pada gambar diatas.
C. Risiko dalam Pelaksanaan Proses Bayi Tabung
Sebelum memutuskan melakukan proses bayi tabung, ada baiknya para pasangan suami istri memikirkan risiko yang akan selama pelaksanaannya, diantaranya :
Ovarian Hyperstimulation Syndrome (OHSS), merupakan komplikasi dari proses stimulasi perkembangan telur dimana banyak folikel yang dihasilkan sehingga terjadi akumulasi cairan di perut. Cairan bisa sampai ke rongga dada dan yang paling parah harus masuk rumah sakit karena cairan harus dikeluarkan dengan membuat lubang dibagian perut. Jika tidak dikeluarkan bisa menggangu fungsi tubuh yang lain.
Kehamilan kembar, bukan merupakan rahasia lagi kalau proses bayi tabung bisa menghasilkan lebih dari satu bayi. Yang tentu saja resiko melahirkannya lebih tinggi dibandingkan hanya satu bayi. Tidak jarang bayinya bisa masuk ICU karena prematur.
Keguguran. Ini memang bisa juga terjadi pada kehamilan normal. Tingkat keguguran kehamilan bayi tabung sekitar 20%.
Kehamilan diluar kandungan atau kehamilan ektopik, kemungkinan terjadi sekitar 5%.
Resiko pendarahan pada saat pengambilan sel telur (Ovum Pick Up), sangat jarang terjadi. Karena prosedurnya menggunakan jarum khusus yang dimasukkan ke dalam rahim, resiko pendarahan bisa terjadi yang tentunya membutuhkan perawatan lebih lanjut.
****##****
BAYI TABUNG MELALUI FATWA MUI
Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam fatwany pada tanggal 13 Juni 1979 menetapkan 4 keputusan terkait masalah bayi tabung, diantaranya :
1. Bayi tabung dengan sperma dan ovum dari pasangan suami-istri yang sah hukumnya mubah (boleh), sebab ini termasuk ikhtiar yang berdasarkan kaidah-kaidah agama. Asal keadaan suami istri yang bersangkutan benar-benar memerlukan cara inseminasi buatan untuk memperoleh anak, karena dengan cara pembuahan alami, suami istri tidak berhasil memperoleh anak. Hal ini sesuai dengan kaidah fiqih
اَلْحَاجَةُ تَنِْزلُ مَنْزِلَةَ الضَّرُوْرَةِ وَالضَّرُوْرَةُ تُبِيْحُ الْمَحْظُوْرَاتِ
“Hajat (kebutuhan yang sangat penting) diperlakukan seperti dalam keadaan terpaksa. Padahal keadaan darurat/terpaksa itu membolehklan melakukan hal-hal yang terlarang”.
2. Sedangkan para ulama melarang penggunaan teknologi bayi tabung dari pasangan suami-istri yang dititipkan di rahim perempuan lain dan itu hukumnya haram, karena dikemudian hari hal itu akan menimbulkan masalah yang rumit dalam kaitannya dengan warisan (khususnya antara anak yang dilahirkan dengan ibu yang mempunyai ovum dan ibu yang mengandung kemudian melahirkannya, dan sebaliknya).
3. Bayi Tabung dari sperma yang dibekukan dari suami yang telah meninggal dunia hukumnya haram berdasarkan kaidah Sadd az-zari’ah. Sebab, hal ini akan menimbulkan masalah yang pelik baik kaitannya dengan penentuan nasab maupun dalam hal kewarisan.
4. Bayi Tabung yang sperma dan ovumnya tak berasal dari pasangan suami-istri yang sah hal tersebut juga hukumnya haram. Alasannya, statusnya sama dengan hubungan kelamin antar lawan jenis diluar pernikahan yang sah alias perzinahan.
Nahdlatul Ulama (NU) juga telah menetapkan fatwa terkait masalah dalam Forum Munas di Kaliurang, Yogyakarta pada tahun 1981. Ada 3 keputusan yang ditetapkan ulama NU terkait masalah Bayi Tabung, diantaranya :
1. Apabila mani yang ditabung atau dimasukkan kedalam rahim wanita tersebut ternyata bukan mani suami-istri yang sah, maka bayi tabung hukumnya haram. Hal itu didasarkan pada sebuah hadist yang diriwayatkan Ibnu Abbas RA, Rasulullah SAW bersabda, “Tidak ada dosa yang lebih besar setelah syirik dalam pandangan Allah SWT, dibandingkan dengan perbuatan seorang lelaki yang meletakkan spermanya (berzina) didalam rahim perempuan yang tidak halal baginya.”
2. Apabila sperma yang ditabung tersebut milik suami-istri, tetapi cara mengeluarkannya tidak muhtaram, maka hukumnya juga haram. Mani Muhtaram adalah mani yang keluar/dikeluarkan dengan cara yang tidak dilarang oleh syara’. Terkait mani yang dikeluarkan secara muhtaram, para ulama NU mengutip dasar hukum dari Kifayatul Akhyar II/113. “Seandainya seorang lelaki berusaha mengeluarkan spermanya (dengan beronani) dengan tangan istrinya, maka hal tersebut diperbolehkan, karena istri memang tempat atau wahana yang diperbolehkan untuk bersenang-senang.”
3. Apabila mani yang ditabung itu mani suami-istri yang sah dan cara mengeluarkannya termasuk muhtaram, serta dimasukkan ke dalam rahim istri sendiri, maka hukum bayi tabung menjadi mubah (boleh).
Berikut ini dalil-dalil syar’i yang dapat menjadi landasan hukum untuk mengharamkan inseminasi buatan dengan donor, ialah sebagai berikut:
Surat Al-Isra ayat 70 :
وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِي آدَمَ وَحَمَلْنَاهُمْ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَرَزَقْنَاهُمْ مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَفَضَّلْنَاهُمْ عَلَىٰ كَثِيرٍ مِمَّنْ
خَلَقْنَا تَفْضِيلًا
“Dan sesungguhnya telah Kami meliakan anak-anak Adam, Kami angkat mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan”.
Surat At-Tin ayat 4 :
لَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ فِي أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ
“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya”.
Kedua ayat tersebut menunjukkan bahwa manusia diciptakan oleh Tuhan sebagai makhluk yang mempunyai kelebihan/keistimewaan sehingga melebihi makhluk-makhluk Tuhan lainnya. Dan Tuhan sendiri berkenan memuliakan manusia, maka sudah seharusnya manusia bisa menghormati martabatnya sendiri dan juga menghormati martabat sesama manusia. Sebaliknya inseminasi buatan dengan donor itu pada hakikatnya merendahkan harkat manusia (human dignity) sejajar dengan hewan yang diinseminasi.
●Kesimpulan ●
Jadi kesimpulan yang dapat kita ambil yaitu pelaksanaan bayi tabung dalam pandangan Islam hukumnya mubah (boleh), dengan syarat sperma dan ovum diperoleh dari pasangan suami-istri yang sah kemudian sel hasil pembuahan tersebut dimasukan kembali kedalam rahim isteri yang sah.
Sebaliknya, ada beberapa hal yang membuat pelaksanaan bayi tabung menjadi haram yaitu:
Sperma yang diambil dari pihak laki-laki disemaikan kepada indung telur pihak wanita yang bukan istrinya kemudian dicangkokkan ke dalam rahim istrinya.
Indung telur yang diambil dari pihak wanita disemaikan kepada sperma yang diambil dari pihak lelaki yang bukan suaminya kemudian dicangkokkan ke dalam rahim si wanita.
Sperma dan indung telur yang disemaikan tersebut diambil dari sepasang suami istri, kemudian dicangkokkan ke dalam rahim wanita lain yang bersedia mengandung persemaian benih mereka tersebut.
Sperma dan indung telur yang disemaikan berasal dari lelaki dan wanita lain kemudian dicangkokkan ke dalam rahim si istri.
Sperma dan indung telur yang disemaikan tersebut diambil dari seorang suami dan istrinya, kemudian dicangkokkan ke dalam rahim istrinya yang lain.
Sperma yang diambil berasal dari sperma suami yang telah meninggal dunia.
*************
Nambah ibaroh
روضة الطالبين 8 ص 365 مكتبة الشاملة
وَاسْتِدَخَالُ الْمَرْأَةِ مَنِيَّ الرَّجُلِ، يُقَامُ مَقَامَ الْوَطْءِ فِي وُجُوبِ الْعِدَّةِ، وَثُبُوتِ النَّسَبِ، وَكَذَا اسْتِدْخَالُ مَاءِ مَنْ تَظُنُّهُ زَوْجَهَا يَقُومُ مَقَامَ وَطْءِ الشُّبْهَةِ، وَلَا اعْتِبَارَ بِقَوْلِ الْأَطِبَّاءِ أَنَّ الْمَنِيَّ إِذْ ضَرَبَهُ الْهَوَاءُ، لَمْ يَنْعَقِدْ مِنْهُ الْوَلَدُ، لِأَنَّهُ قَوْلٌ بِالظَّنِّ، لَا يُنَافِي الْإِمْكَانَ.
×××××××××××××××
Di ambil
Mafhum nya bhw memasukkan mani kedamaian rahim meski tanpa melalui proses dzakar hukum nya sma.
Yg artinya jika bukan dari suami statusnya sperti hukum zina sehingga jika di kaitan dgn bayi tabung maka haram pula jika memang yg di proses adalah mani orang lain.
Adapun jika yg di proses dr mandi suami dan di keluarkan dgn jalan yg halal misal melalui tangan istri maka boleh. (Tdk haram)
Namun jika di proses melalui jalan haram sprti dgn cara di kocak sendiri oleh suaminya maka juga di hukum haram.
Annajmul wahhaj juga 8 hal 124 maktabah syamilah.
قال: (أو استدخال منيه) فيقوم مقام الدخول في وجوب العدة, وكذا في ثبوت النسب؛ لأنه أقرب إلى العلوق من تغييب الحشفة, ولا اعتبار بقول الأطباء: إن المني إذا ضربه الهواء .. لا ينعقد منه ولد؛ فإن الله على كل شيء قدير.
وفي وجه: أن الاستدخال لا يوجب العدة؛ إعراضًا عن النظر إلى شغل الرحم, وإدارة للحكم على الإيلاج.
وحكى الماوردي عن الأصحاب: أن شرط وجوب العدة ولحوق النسب باستدخال ماء لزوج: أن يوجد الإمزال والاستدخال معًا في الزوجية, فلو أنزل ثم تزوجها فاستدخلت الماء .. لم تجب العدة ولم يلحق الولد.
ولو أنزل وهي زوجة ثم أبانها واستدخلت .. لم تجب ولم يلحق. اهـ
ويشترط أن يكون إنزاله الماء يسبب محترم, فلو أنزله بزنا فاستدخلته زوجته .. لم تجب العدة, واستدخالها مني من تظنه زوجًا كوطء الشبهة, قاله الرافعي هنا, وفيه نظر؛ فإن الاعتبار في وجوب العدة بالاشتباه عليه لا عليها.
Tuhfatul muhtaram 8 hal 231 maktabah syamilah
أَوْ) بَعْدَ (اسْتِدْخَالِ مَنِيِّهِ) أَيْ الزَّوْجِ الْمُحْتَرَمِ وَقْتَ إنْزَالِهِ وَاسْتِدْخَالِهِ وَلَوْ مَنِيَّ مَجْبُوبٍ؛ لِأَنَّهُ أَقْرَبُ لِلْعُلُوقِ مِنْ مُجَرَّدِ إيلَاجٍ قُطِعَ فِيهِ بِعَدَمِ الْإِنْزَالِ وَقَوْلُ الْأَطِبَّاءِ الْهَوَاءُ يُفْسِدُهُ فَلَا يَتَأَتَّى مِنْهُ وَلَدٌ ظَنٌّ لَا يُنَافِي الْإِمْكَانَ.
وَمِنْ ثَمَّ لَحِقَ بِهِ النَّسَبُ أَيْضًا أَمَّا غَيْرُ الْمُحْتَرَمِ عِنْدَ إنْزَالِهِ بِأَنْ أَنْزَلَهُ مِنْ زِنًا فَاسْتَدْخَلَتْهُ زَوْجَتُهُ وَهَلْ يَلْحَقُ بِهِ مَا اسْتَنْزَلَهُ بِيَدِهِ لِحُرْمَتِهِ أَوْ لَا لِلِاخْتِلَافِ فِي إبَاحَتِهِ كُلٌّ مُحْتَمَلٌ وَالْأَقْرَبُ الْأَوَّلُ فَلَا عِدَّةَ فِيهِ وَلَا نَسَبَ يَلْحَقُ بِهِ وَاسْتِدْخَالُهَا مَنِيَّ مَنْ تَظُنُّهُ زَوْجَهَا فِيهِ عِدَّةٌ وَنَسَبٌ كَوَطْءِ الشُّبْهَةِ كَذَا قَالَاهُ وَالتَّشْبِيهُ بِوَطْءِ الشُّبْهَةِ الظَّاهِرِ فِي أَنَّهُ نَزَلَ مِنْ صَاحِبِهِ لَا عَلَى وَجْهِ سِفَاحٍ يُدْفَعُ اسْتِشْكَالُهُ بِأَنَّ الْعِبْرَةَ فِيهِمَا بِظَنِّهِ لَا ظَنِّهَا وَمَرَّ فِي مُحَرَّمَاتِ النِّكَاحِ بَسْطُ الْكَلَامِ فِي ذَلِكَ وَتَجِبُ عِدَّةُ الْفِرَاقِ بَعْدَ الْوَطْءِ
Wallahu'alam bishawab
Https://diskusihukumfiqh212.blogspot.com