KESIMPULAN TEAM DHF
HUKUM ROKOK DI TINJAU DARI BEBERAPA SUMBER
-part 2
____________________________
*HARAM MUTLAK*
BUGHYATUL MUSTARSYIDIN
Kitab Bughyah
Sebuah kitab yang merupakan ringkasan Fatwa-fatwa beberapa Imam, Ulama
Muta-akhirin serta faidah-faidah penting dari kitab-kitab 6 Ulama Mujtahid. Karangan Sayid Abdur Rahman bin Muhammad bin Husain bin Umar Ba ’Alawi (Mufti Hadhramaut)
(Pemasalahan): Tembakau yang dikenal sebagai perbuatan yang keji karena dapat menghilangkan keadaan (kesehatan atau kesadaran) dan harta. Orang yang memakan, menghirup atau mengisapnya bukanlah termasuk orang yang memiliki rasa malu (muru’ah).
Sesungguhnya telah berfatwa para Imam Ahli Shufi seperti Al-Quthub Tuan Abdullah bin Alwi al-Haddad dan al-’Allamah Ahmad al-Hadwan, sebagaimana telah disebutkan oleh Al-Quthub Ahmad bin Umar bin Sumaith dari kedua Imam tersebut atau selainnya yang serupa pendapatnya. Bahkan tercelanya
diungkapkan lagi oleh al-Habib al-Imam Husain bin Syekh bin Abu Bakar bin Salim yang berkata: ’dikhawatirkan orang yang tidak bertaubat dari menghisap tembakau sebelum matinya akan mati dalam keadaan Su-ul Khatimah, wal ’Iyaadzu billaahi ta’aala’.
Dan telah melengkapi uraian di dalamnya, nukilan al-’Allamah Abdullah Baswedan dalam kitab Faidhul Asraar dan Syarh Khutbah. Dan menyebutkan pula beberapa pengarang kitab mengenai keharamannya, seperti al-Qolyubi dan Ibnu ’Allan, yang meriwayatkan hadits di dalamnya.
Dan berkata al-Hasawi dalam Tatsbitul Fu-ad min Kalaami al-Haddad:
‘Saya berkata: Saya melihat dalam kitab Tafsir al-Muqni’ul Kabiir, bersabda Nabi Saw: “Wahai Abu Hurairah akan datang beberapa kaum di akhir zaman yang mengekalkan menghisap rokok (pohon tembakau ini) dan mereka berkata: kami sekalian termasuk sebagian umat Muhammad SAW, dan padahal mereka bukanlah termasuk daripada umatku dan aku tidak mengakui mereka sebagai umat, tetapi mereka itu merupakan sebagian umat yang liar. Berkata Abu Hurairah: “Aku bertanya kepada Nabi SAW dari apakah tumbuhnya?”. Rasulullah menjawab: “Sesungguhnya tembakau itu tumbuh dari kencing iblis*. *Apakah tetap iman di hati seseorang yang menghisap kencing setan? maka di laknat orang yang menanamnya, yang memindahkannya, dan yang menjual belikannya. Telah bersabda nabi SAW Allah akan memasukan mereka kedalam api neraka Bahwasanya pohon tembakau itu pohon yang keji.”
Dan saya melihat tulisan al-’Allamah Ahmad bin Hasan al-Haddad dalam Tatsbitul Fu-ad, ‘Saya mendengar sebagian Muhibbin (para Awliya Pencinta Allah) berkata: “Dahulu ada orang yang mengisap Tutun (tembakau) secara sembunyi dan ia termasuk orang yang mengasihi para Ulama keluarga al-Haddad, ketika ia mati aku melihatnya dan aku bertanya: ‘Apa yang Allah perbuat denganmu?’ Mereka berkata: ‘Telah memberikan syafa’at kepadaku seorang Ulama yang terdahulu kecuali masalah tembakau, sesungguhnya tembakau itu menyakitiku’. Dan aku melihat di dalam kuburnya terdapat lubang dan mengeluarkan asap yang menyakitinya’. Dan Muhibbin itu berkata: ‘Sesungguhnya syafa’at Awliya itu terhalang oleh perbuatan mengisap tembakau (merokok). Saya melihat
orang-orang yang (dikenal) shalih tetapi ia mengisap tembakau, maka aku melihat sesudah matinya berkata: ‘Sesungguhnya orang yang menghirup tembakau itu mendapatkan separuh dosa peminum (arak), maka hindarilah dari orang yang mengisap tembakau itu’. Dan berkata seorang Wali yang Mukasyafah Asy-Syarif Abdul Aziz ad-Dabbagh:
‘Telah sepakat orang-orang Ahli Dewan para Wali atas keharaman Tutun ini, dst.’
*HALAL MUTLAK*
*ALASAN PENGHARAMAN ROKOK BERIKUT BANTAHANNYA*
Dalil-dalil yang dipakai alas an yang mengharamkan rokok, antara lain:
1. Bahwa merokok itu dianggap berbuat kerusakan, berdasarkan sebuah ayat:
لا تُفْسِدُوا فِي الأرْضِ… – البقرة : 11
“…Janganlah kamu berbuat kerusakan di muka bumi…”. Al-Baqarah : 11
Ayat tersebut tidak ada sangkut pautnya dengan masalah rokok, sebab yang dimaksudkan dengan fasad itu ialah:
الفَسَادُ خُرُوجُ الشَّیْئِ عَنْ حَدِّ الإِعْتِدَالِ وَالصَّلاَحُ ضِدُّهُ. وَالفَسَادُ فِي الأَرْضِ ھَیْجُ الحُرُوبِ وَالفِتَنِ الَّذِي تُؤَدِّي إِلَى اخْتِلاَلِ أَمْرِ المَعَاشِ وَالمَعَادِ وَالسَّفْھِ : خِفَّةِ العَقْلِ وَفَسَادِ الرَّأْيِ
‘Fasad itu ialah keluarnya sesuatu dari batas tegak, dan Shalah itu kebalikan dari I’tidal. Dan berbuat kerusakan di muka bumi ini, ialah mengadalan peperangan dan menyebarkan fitnah yang menimbulkan kekacauan urusan dunia dan tempat kembali (akhirat) dan safih, yaitu kurangnya akal dan rusaknya pandangan.
الفَسَادُ المَنْھِيُّ عَنْھُ ھُنَا الأَسْبَابُ المُؤْدِیَةُ إِلَى الفَسَادِ مِنْ إِفْشَاءِ إِسْرَارِ المُؤْمِنِیْنَ إِلَى الكُفَّارِ وَإِغْرَائِھِمْ بِالمُؤْمِنِیْنَ وَتَنْفِیْرِھِمْ مِنَ اتِّبَاعِ مُحَمَّدٍ ص وَالأَخْذَ بِمَا جَاءَ بِھِ مِنَ الإِصْلاَحِ إِلَى نَحْوِ أُولَئِكَ مِنْ فُنُونِ الشَّرِّ – 83 : وَصُنُوفِ الفِتَنِ – المراغي, 1
Al-Fasad, yang dilarang dari pada fasad di sini, ialah sebab-sebab yang menimbulkan kerusakan, yaitu menyebarluaskan rahasia orang-orang yang beriman kepada kafir, dan mereka mengacaukan mu’minin, dan menjauhkan mu’minin mengikuti Nabi Muhammad SAW serta mereka mengannggap kepada kebaikan yang didatangkan oleh Nabi Muhammad itu berbagai kejahatan dan fitnah.’ Al-Maraghi 1 : 83
2. Bahwa merokok itu dianggap bunuh diri, berdasarkan firman Allah:
وَلاَ تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ… – النساء : 29
“…Dan janganlah kamu membunuh dirimu sendiri…”. An-Nisa : 29
Alasan tersebut tidak tepat, sebab yang dimaksud dengan ayat itu ialah:
أَيْ لاَ یَقْتُلُ بَعْضُكُمْ بَعْضًا وَعَبَّرَ بِذَالِكَ لِلْمُبَالَغَةِ فِي الزَجْرِ وَلِلإِشْعَارِ بِتَعَاوُنِ الأُمَّةِ وَتَكَافُلِھَا وَوَحْدَتِھَا وَقَدْ جَاءَ فِي الحَدِیْثِ “المُؤْمِنُ كَالنَّفْسِ الوَاحِدَةِ”
Yakni sebagian kamu tidak membunuh yang lainnya, dan Allah membuat ibrah dengan itu untuk menunjukkan kesungguhan dalam larangan dan untuk menumbuhkan saling menolong sesama umat, dan saling memikul serta bersatu. Dan sungguh telah datang dalam sebuah hadis, ‘Orang-orang mukmin itu bagaikan satu jiwa.’
3. Bahwa merokok dianggap melampaui batas. Allah berfirman:
وَلا تَعْتَدُوا إِنَّ اللهَ لا یُحِبُّ الْمُعْتَدِینَ… – البقرة : 190
“…Dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.” Al-Baqarah : 190
Ayat inipun tidak tepat dijadikan dalil haramnya rokok, sebab yang dimaksud dengan al-I’tida (melampaui batas) itu ialah:
مُجَاوَزَةُ الحَدِّ, وَالحَدُّ الَّذِي یَنْھَى اللهُ عَنْ مُجَاوَزِهِ إِمَّا شَرْعِيٌّ كَتَجَاوُزِ الحَلاَلِ مِنَ الطَّعَامِ وَالشَّرَابِ وَمَا یَتَعَلَّقُ بِھَا إِلَى الحَرَامِ, وَإِمَّا فِطْرِيٌّ – 53 : طَبِعِيٌّ ھُوَ تَجَاوُزُ الشَّبَعِ إِلَى البَطَّةِ الضَارَّةِ – المراغي 8
Ialah melampaui batas yang dilarang melampauinya itu adakalanya sebangsa syara’ seperti melampaui yang halal daripada makanan, minuman, dan yang bertalian dengan keduanya kepada yang haram. Dan adakalanya kejadian yang biasa, yaitu melampaui batas kenyang kepada kekenyangan yang membahayakan. Al-Maraghi 8 : 53
4. Bahwa merokok itu dipandang israf (berlebih-lebihan), berdasarkan firman Allah:
وَلا تُسْرِفُوا إِنَّھُ لا یُحِبُّ الْمُسْرِفِینَ – الأنعام : 141
“…Dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.” Al-An’am : 141
Dalam tafsir al-Qurthubi dijelaskan:
وَالمَعْنَى المَقْصُودُ مِنَ الآیَةِ: لاَ تَأْخُذُوا الشَّیْئَ بِغَیْرِ حَقِّھِ ثُمَّ تَضَعُوهُ فِي – 110 : غَیْرِ حَقِّھِ – القرطبي 7
Arti yang dimaksud dari ayat tersebut, ‘Janganlah kau mengambil sesuatu yang bukan haknya, lalu menggunakannya pada yang bukan haknya.’ Al-Qurthubi VII 7
وَقَالَ مُجَاھِدٌ: … وَلَوْ أَنْفَقَ دِرْھَمًا أَوْ مُ دا فِي مَعْصِیَّةِ اللهِ كَانَ مُسْرِفًا – – 110 : القرطبي 7
Dan berkata Mujahid… Dan jika (Abu Qubais) mendermakan satu dirham atau satu mud dalam kema’siatan kepada Allah, maka ia adalah orang yang israf. Al-Qurthubi VII : 110
Dengan demikian, jelas bahwa merokok itu tidak termasuk israf (berlebih-lebihan).
5. Bahwa merokok itu dipandang sebagai khabaits. Firman Allah:
وَیُحِلُّ لَھُمُ الطَّیِّبَاتِ وَیُحَرِّمُ عَلَیْھِمُ الْخَبَائِثَ – الأعراف : 157
“…dan Allah menghalalkan kepada mereka segala yang baik-baik, dan mengharamkan atas mereka yang jelek-jelek.’ Al-A’raf
Ayat tersebut tidak ada kaitannya dengan haramnya merokok. Sebab maksud ayat tersebut ialah:
وَیُحَرِّمُ عَلَیْھِمْ مَا تَسْتَقْدِرُهُ النُّفُوسُ كَالمَیْتَةِ وَالدَّمِ المَسْفُوحِ وَمَا یُؤْخَذُ مِنَ : الأَمْوَالِ بِغَیْرِ حَقٍّ كَالرِّبَا وَالرِّشْوَةِ وَالغَصَبِ وَالخِیَانَةِ – المراغي 9 – 83
Dan Allah mengharamkan kepada mereka apa-apa yang dianggap jijik oleh nafsu, seperti bangkai, darah yang mengalir, dan harta kekayaan yang diambil yang bukan haknya, seperti riba, suapan, ghasab, dan khianat. Al-Maraghi 9 : 83
Itulah yang dimaksud dengan khabaaits
6. Bahwa merokok itu dipandang menjerumuskan diri kepada kerusakan, sebagaimana firman Allah:
وَلاَ تُلْقُوا بِأَیْدِیكُمْ إِلَى التَّھْلُكَةِ… – البقرة : 195
… Dan janganlah kamu menjerumuskan diri kepada kerusakan. Al-Baqarah : 195
Yang dimaksud dengan ayat tersebut ialah bahwa kamu harus berjuang dengan sungguh-sungguh menegakkan Islam untuk mendapat kemenangan dengan harta dan segala kemampuan yang ada. Jika tidak demikian, berarti kamu menjerumuskan diri kepada kekalahan. Jadi, ayat tersebut tidak ada kaitannya dengan haramnya merokok.
7. Bahwa yang merokok itu dipandang mengikuti setan, dengan alasan:
وَلا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّیْطَانِ – البقرة : 168
Dan janganlah kamu mengikuti gerak langkah syetan. Al-Baqarah : 168
Yang dimaksud dengan ayat tersebut ialah:
وَلاَ تُحَرِّمُوا مَا لَمْ یُحَرِّمْھُ اللهُ عَلَیْكُمْ فَإِنَّ ذَالِكَ إِغْوَاءٌ مِنْھُ وَاللهُ المُبْدِعُ قَدْ أَبَاحَھَا لَكُمْ فَلَیْسَ لِغَیْرِهِ أَنْ یُحَرِّمَ أَوْ یُحَلِّلَ وَلاَ أَنْ یَتَعَبَّدَ لَكُمْ بِھِ – – 53 : المراغي 8
Jangan kamu mengharamkan sesuatu yang Allah tidak mengharamkan kepadamu. Maka yang demikian itu suatu penyelewengan/menyesatkan. Sedangkan Allah yang Menciptakannya telah membolehkan kepadamu. Maka tidak boleh bagi yang lainnya mengharamkan atau menghalalkan dan ia tidak akan tunduk kepadamu. Al-Maraghi : 8 : 53
Dalam ayat ini pun tidak terdapat yang mengharamkan rokok, bahkan kita tidak boleh mengharamkan sesuatu jika Allah tidak mengharamkannya.
KESIMPULAN
1. Tidak ada satu pun dalil yang shah dan sharih yang mengharamkan rokok.
2. Merokok hukumnya makruh karena baunya tidak sedap. Jadi merokok itu bukan sesuatu perbuatan yang terpuji.
*MAKRUH (BESERTA TAFSILAHNYA)*
Hukum khilafiyah rokok
Dalam Kitab Bughyatul Murtasyidin disebutkan sebagai berikut: [1]
a. Berkata Muhammad bin Sulaiman al-Kurdy al-Madny :
“ Tidak datang satu haditspun dari Nabi SAW tentang tembakau dan tidak juga atsar dari salah seorang salaf dan setiap riwayat tentang itu tidak ada asal baginya bahkan itu dusta karena pembicaraan tentang tembakau terjadi setelah seribu tahun (abad kesepuluh). Terjadi khilaf ulama tentang keharaman dan kehalalan tembakau. Telah banyak karangan-karangan tentang tembakau ini dan dibahas panjang lebar dengan dalil-dalil pendukung pendapat masing-masing. Khilaf tentang tembakau ini terjadi diantara ulama mutaakhirin dari pengikut imam yang yang empat. Menurut yang dhahir, jika terdapat pada tembakau itu sesuatu yang mengharamkannya dengan dinisbahkan kepada orang-orang yang dapat memudharatkannya pada akal atau badannya, maka hukumnya haram sebagaimana diharamkan minum madu atas orang lagi demam panas dan diharamkan makan tanah atas orang-orang yang dapat memudharatkannya. Kadang-kadang terdapat pada tembakau itu sesuatu yang membolehkannya, bahkan menjadikannya disunatkan sebagaimana umpama digunakan tembakau itu untuk berobat dengan berpedoman kepada perkataan orang yang dapat dipercaya atau dengan percobaan sendiri bahwa tembakau itu dapat menjadi obat penyakit yang dihisap tembakau itu. Karenanya, sama halnya dengan berobat dengan najis tanpa menggunakan khamar. Dan dalam hal tembakau itu tidak terdapat sifat-sifat di atas, maka hukumnya adalah makruh karena khilaf yang kuat dalam pengharamannya memfaedahkan makruh”.
b. Berkata Sayyed Abdurrahman bin Muhammad A’lawy :
“Tembakau itu dikenal sebagai seburuk-buruk dari yang keji karena padanya menghilangkan hal(martabat, pen.) dan harta dan tidak akan memilih oleh orang-orang yang mempunyai marwah untuk menggunakan tembakau, baik untuk dimakan, dimasukkan dalam rongga hidung ataupun dihisap. Sesungguhnya para imam yang sudah sampai tingkat kesempurnaan telah mengifta’ dengan haramnya seperti al-Quthub Sayyidina Abdullah al-Hadad dan Alamah Ahmad al-Hadwaan sebagaimana telah menyebut oleh al-Quthub Ahmad bin Umar bin Samith dari keduanya dan dari lainnya ulama-ulama yang setingkat mereka. Al-Habib al-Imam al-Husain ibnu asy-Syaikh Abi Bakar bin Salim telah membahas dengan panjang lebar terhadap pelarangannya, beliau berkata : “Aku kuatir atas orang-orang yang yang tidak taubat dari tembakau sebelum matinya bahwa dia mati dengan su-i khatimah, mudah-mudahan perlindungan Allah darinya”. Alamah Abdullah Basudan telah membahas dengan rinci dengan melakukan mengutip riwayat-riwayat tentang tembakau dalam kitab Faidhul Asrar dan Syarah al-Khutbah dan beliau menyebut ulama-ulama yang mengarang tentang pengharaman tembakau seperti al-Qalyubi dan Ibnu ‘Alan. Beliau juga mendatang hadits tentangnya”.
c. Berkata al-Hasawi dalam Tatsbitul Fuad min Kalami al-Quthub al-Hadad : Aku berkata: aku telah melihat Mu’ziwan litafsir al-Muqna’ al-Kabir berkata Nabi SAW :
ﻴﺎﺍﺒﻭﻫﺭﻴﺭﺓ ﻴﺄﺘﻲ ﺃﻗﻭﺍﻡ ﻔﻰﺃﺨﻴﺭﺍﻠﺯﻤﺎﻥ ﻴﺩﺍﻭﻤﻭﻥ ﻫﺫﺍﺍﻠﺩﺨﺎﻥ ﻭﻫﻡ ﻴﻘﻭﻠﻭﻥ ﻨﺤﻥ ﻤﻥﺃﻤﺔ ﻤﺤﻤﺩ ﻭﻠﻴﺴﻭ ﻤﻥﺃﻤﺘﻰ ﻭﻻﺃﻗﻭﻝﻠﻬﻡ ﺃﻤﺔ ﻠﻜﻨﻬﻡ ﻤﻥﺍﻠﺴﻭﺍﻡ ﻘﺎﻝﺃﺒﻭﻫﻭﺭﻴﺭﺓ ﺓﺴﺄﻠﺘﻪ ﺼﻠﻌﻡ ﻜﻴﻑ ﻨﺒﺕ ﻗﺎﻝ ﺇﻨﻪ ﻨﺒﺕ ﻤﻥﺒﻭﻝ ﺇﺒﻠﻴﺱ ﻓﻬﻝ ﻴﺴﺘﻭﻰ ﺍﻹﻴﻤﺎﻥ ﻓﻲﻘﻠﺏ ﻤﻥ ﻴﺸﺭﺏ ﺒﻭﻝ ﺍﻠﺸﻴﻁﺎﻥ ﻭﻠﻌﻥ ﻤﻥﻏﺭﺴﻬﺎ ﻭﻨﻗﻠﻬﺎ ﻭﺒﺎﻋﻬﺎ
Artinya : Hai Abu Hurairah, akan datang suatu kaum pada akhir zaman yang selalu berkekalan dengan ini dukhan (asap), mereka berkata : “kami adalah umat Muhammad”, padahal mereka tidak termasuk umatku dan tidak akan aku katakan pada mereka sebagai umat, tetapi mereka adalah golongan binatang yang makan rumput di tempat gembalaan. Abu Hurairah berkata : “Aku tanyai Nabi SAW: bagaimana dia tumbuh?”, Nabi SAW menjawab : “ Dukhan itu tumbuh dari dari kencing iblis, maka adakah sama iman dalam hati orang-orang yang meminum kencing syaithan, padahal telah dilaknat orang-orang yang menanam, memindah dan menjualnya” . Bersabda Nabi SAW :
Yang artinya : Allah akan memasukkan mereka dalam api neraka dan sesungguhnya dia (dukhan) itu tumbuhan yang keji
____________
Catatan:hadist terkait rokok tersebut di naytakan palsu oleh ulama'
Hukum rokok makruh dan dalilnya
Dewan Hisbah Persatuan Islam (Persis) dalam hasil musyarawahnya tentang rokoh di Bandung pada 15 Syawal 1407 Hijriyah silam bernomor 021/PP-05/A1/.87 setelah menimbang penjelasan dari para ahli memberikan kesimpulan hukum makruh untuk rokok.
Kesimpulan hukum makruh itu didasarkan pada pertimbangan bahwa dalil-dalil yang menunjang haramnya rokok tidak mengena, rokok tidak termasuk fasad yang dimaksud Al-Quran, unsur-unsur rokok tidak ada yang termasuk khamr yang memabukkan, dan tidak ada nash dan illat yang jelas dan kuat.
Setidaknya ada sebanyak 7 dalil yang berasal dari ayat al-Qur'an yang dianggap sebagai dalil pengharaman rokok, tetapi semuanya di mentahkan oleh Dewan Hisbah Persis karena dianggap tidak tepat.
Berikut lebih detailnya :
Nomor : 021/PP-05/A1/.87
Lamp : Hal : Hasil Musyawarah Rokok
Bandung, 15 Syawal 1407 H
11 Juni 1987 M
Kepada Yth.
Pusat Pimpinan Persatuan Islam
Di Bandung
بسم الله الرحمن الرحیم
Sehubungan dengan permintaan anggota Dewan Hisbah agar diselenggarakannya musyawarah masalah hukum rokok, maka Dewan HIsbah Persatuan Islam telah menyelenggarakan siding ke IV pada hari Ahad, tanggal 12 Syawal 1407 H/10 Mei 1987 di Pajagalan 14 Bandung, dimulai pada pukul 09.45 s/d 16.00 dan dihadiri oleh:
1. KH.E. Abdullah
2. KH.E. Sar’an
3. K.H.O. Syamsuddin
4. K.H.O. Abdulqadir Shadiq
5. al-Ust.H.M. Syarief Sukandi
6. al-Ust.H.M.Akhyar Syuhada
7. al-Ust. Ghazali
8. al-Ust.Usman Shalehuddin
9. al-Ust.Suraedi
10. al-Ust. Aceng Zakariya
11. al-Ust. Ikin Shadikin
12. Dr. H. Ading Suwardi (Dosen FK Unpad, ahli Anatomi)
13. Dr. H. Tuti S (Dosen FK Unpad, ahli Farmakologi)
Setelah para ahli menyampaikan penjelasanya, sekitar permasalahan tembakau dan segala kaitannya yang berhubungan dengan segala akibatnya, dilanjutkan dengan beberapa pandangan, baik dari pembuat makalah, al-Ust. H. M. Syarief Sukandi juga dari Asatidz lainnya. Maka diambil kesimpulan, bahwa:
1. Dalil-dalil yang menunjang haramnya rokok tidak mengena.
2. Rokok tidak termasuk fasad yang dimaksud Alquran.
3. Unsur-unsur rokok tidak ada yang termasuk khamr yang memabukkan.
4. Tidak ada nash dan illat yang jelas dan kuat.
Berdasarkan kesimpulan di atas, maka para anggota Dewan Hisbah Ittifaq, bahwa rokok itu: HUKUMNYA “MAKRUH”
Keterangan para ahli dalam masalah rokok
1. Dr. Ading dan Dr. Tuti:
a. Tembakau mengandung nicotine, tapi tembakau bukan nicotine.
b. Nicotine mempunyai dua sifat; merangsang dan menghambat, kalau sedikit hanya sekedar merangsang, kalau banyak akan menghambat, akan tetapi ini pun tergantung reaksi orang yang tidak sama.
c. Nicotine akan menjadi racun kalau dimakan sekaligus, mungkin sekali sekitar 60 gr atau lebih.
d. Tembakau (rokok) sampai sekarang, belum dinyatakan sebagai penyebab kanker, tapi hanya sekedar induksi kanker.
e. Pengaruh nicotine terhadap alat tubuh tergantung kadarnya dalam darah dan tergantung adanya toleransi (proses yang terjadi pada seseorang dimana ia memerlukan takaran yang lebih tinggi untuk mendapatkan effect yang sama.
f. Banyak penyakit dan gejala-gejala penyakit hampir selalu disalahkan kepada pemakaian tembakau. Walaupun penelitian luas telah dilakukan, belumlah dapat disimpulkan bahwa pemakaian tembakau yang biasabiasa akan merusak (kesehatan) sejumlah orang yang telah mempunyai kebiasaan menggunakan tembakau.
g. Tidak ada bukti-bukti bahwa pemakaian tembakau menyebabkan penyempitan pembuluh darah atau berakibat sakit di daerah jantung atau mempunyai peranan dalam proses permulaan penyumbatan pembuluh darah jantung.
h. Pengaruh nicotine secara psikhis:
– Rasa nyaman
– Percaya diri
– Pikiran “tenang”
2. Al-Ust. H.M. Syarief Sukandi, sesuai dengan makalahnya, tetapi beliau menyatakan belum pernah menetapkan haram.
3. al-Ust. Suraedi:
– Rokok adalah masalah Ijtihadiyyah
– Perlu sikap hati-hati dalam menetapkan halal dan haram.
4. al-Ust. Ghazali:
– Dalil-dalil yang disampaikan dalam makalah tidak ada yang tepat sasaran hukum haram.
– Alhukm yaduru ma’al illati wujudan wa ‘adaman (Hukum itu beredar dengan illahnya.)
– Rokok hukumnya makruh.
5. al-Ust. Aceng Zakariya:
– Minum al-Khamr berlaku hukum dera, kalau rokok sama dengannya, maka berlaku pula hukum dera.
– Jengkol dan pete lebih mengganggu daripada rokok.
– Tidak ada nash dan illahnya yang jelas dan kuat tentang haramnya rokok.
Mudah-mudahan hasil penelitian Dewan Hisbah ini bermanfaat, khususnya untuk kalangan Jam’iyyah Persatuan Islam dan masyarakat Islam pada umumnya.
Allahu Ya’khudzu bi Aidiina ila ma Fiihi Khairun lil Islami wal Muslimin.
Wassalaamu ‘Alaikum
DEWAN HISBAH PERSATUAN ISLAM
Ketua (a.i.)
H.A. Latief Muchtar. MA
Sekretaris,
Ikin Shadikin
*PAPARAN KESIMPULAN*
Sangat menarik bila tiga tingkatan hukum merokok sebagaimana di atas ditelusuri lebih cermat. Kiranya ada benang ruwet dan rumit yang dapat diurai dalam perbedaan pendapat yang terasa semakin sengit mengenai hukum merokok. Benang ruwet dan rumit itu adalah beberapa pandangan kontradiktif dalam menetapkan 'illah atau alasan hukum yang di antaranya akan diulas dalam beberapa bagian.
Pertama; sebagian besar ulama' terdahulu berpandangan, bahwa merokok itu mubah atau makruh. Mereka pada masa itu lebih bertendensi pada bukti, bahwa merokok tidak membawa mudarat, atau membawa mudarat tetapi relatif kecil. Barangkali dalam gambaran kita sekarang, bahwa kemudaratan merokok dapat pula dinyaakan tidak lebih besar dari kemudaratan durian yang jelas berkadar kolesterol tinggi. Betapa tidak, sepuluh tahun lebih seseorang merokok dalam setiap hari merokok belum tentu menderita penyakit akibat merokok. Sedangkan selama tiga bulan saja seseorang dalam setiap hari makan durian, kemungkinan besar dia akan terjangkit penyakit berat.
Kedua; berbeda dengan pandangan sebagian besar ulama' terdahulu, pandangan sebagian ulama sekarang yang cenderung mengharamkan merokok karena lebih bertendensi pada informasi (bukan bukti) mengenai hasil penelitian medis yang sangat detail dalam menemukan sekecil apa pun kemudaratan yang kemudian terkesan menjadi lebih besar. Apabila karakter penelitian medis semacam ini kurang dicermati, kemudaratan merokok akan cenderung dipahami jauh lebih besar dari apa yang sebenarnya. Selanjutnya, kemudaratan yang sebenarnya kecil dan terkesan jauh lebih besar itu (hanya dalam bayangan) dijadikan dasar untuk menetapkan hukum haram. Padahal, kemudaratan yang relatif kecil itu seharusnya dijadikan dasar untuk menetapkan hukum makruh.
Hal seperti ini kemungkinan dapat terjadi khususnya dalam membahas dan menetapkan hukum merokok. Tidakkah banyak pula makanan dan minuman yang dinyatakan halal, ternyata secara medis dipandang tidak steril untuk dikonsumsi. Mungkinkah setiap makanan dan minuman yang dinyatakan tidak steril itu kemudian dihukumi haram, ataukah harus dicermati seberapa besar kemudaratannya, kemudian ditentukan mubah, makruh ataukah haram hukumnya.
Ketiga; hukum merokok itu bisa jadi bersifat relatif dan seimbang dengan apa yang diakibatkannya mengingat hukum itu berporos pada 'illah yang mendasarinya. Dengan demikian, pada satu sisi dapat dipahami bahwa merokok itu haram bagi orang tertentu yang dimungkinkan dapat terkena mudaratnya. Akan tetapi merokok itu mubah atau makruh bagi orang tertentu yang tidak terkena mudaratnya atau terkena mudaratnya tetapi kadarnya kecil.
Keempat; kalaulah merokok itu membawa mudarat relatif kecil dengan hukum makruh, kemudian di balik kemudaratan itu terdapat kemaslahatan yang lebih besar, maka hukum makruh itu dapat berubah menjadi mubah. Adapun bentuk kemaslahatan itu seperti membangkitkan semangat berpikir dan bekerja sebagaimana biasa dirasakan oleh para perokok. Hal ini selama tidak berlebihan yang dapat membawa mudarat cukup besar. Apa pun yang dikonsumsi secara berlebihan dan jika membawa mudarat cukup besar, maka haram hukumnya. Berbeda dengan benda yang secara jelas memabukkan, hukumnya tetap haram meskipun terdapat manfaat apa pun bentuknya karena kemudaratannya tentu lebih besar dari manfaatnya.itu, merokok hukumnya tidak haram.
Catatan :
Syekh yang terkenal perokok diantaranya Syekh Yasin Al Fadani al-Hasani, Syekh Yasin al-Fadani al-Hasani adalah seorang sufi yang ahli dalam ilmu hadits bahkan dijuluki sebagai "Musnid Addunia" oleh murid-murid beliau, seperti DR Ali Jum'ah yang menjabat sebagai mufti
Mesir.
DR. Ali Jum'ah pernah ditanya apakah ada Wali yang merokok? beliau mengatakan "Iya" karena ada ulama yang menghalalkan rokok, beda halnya dengan hukum zina, semua ulama sepakat akan keharamannya.
DR. Ali Jum'ah memberi contoh wali yang merokok, yaitu Syekh Yasin al-Fadani al-Hasani. "Ketika beliau sedang mengajar, beliau menghisap Syisyah (Rokok Arab) sambil meriwayatkan hadits" ujarnya.
Dari Maulana syekh Mukhtar Ali M. Addusuqi ra. tidak semua yang memudharatkan itu haram, tidak semua yang diharamkan itu haram karena ada mudharatnya, dan tidak semua yang dihalalkan itu dan minum, padahal makanan dan minuman itu tidak ada mudharatnya. Syekh Mukhtar juga mengingatkan bahwa tidak semua yang menjijikkan itu haram, buktinya Rasulullah enggan memakan "Daging Dhob", ketika para sahabat
bertanya, "apakah daging Dhob itu haram?" beliau menjawab, "tidak haram, tapi saya tidak selera (merasa jijik).
Syeikhul Islam Sayyid Ahmad Zaini Dahlan al-Hasani keturunan Sulthon Aulia Syeikh Abdul Qodir Al-Jailani QS, seorang Mufti Haramain mazhab Syafi’i yang segan meninggalkan pipa rokoknya, mempertahankan
kehalalan mengisap tembakau beliau seorang Waliullah yang masyhur yang dijuluki al-Imam al-Ajal (Imam pada waktunya) Bahrul Akmal (Lautan Kesempurnaan), Faridu 'Ashrihi wa Aawaanihi (Ketunggalan masa dan waktunya), Syeikhul-Ilm wa Haamilu liwaaihi (Syeikh Ilmu dan Pembawa benderanya) Hafidzu Haditsin Nabi - Shallalahu 'Alaihi wa Sallam - wa Kawakibu Sama-ihi (Penghafal Hadits Nabi Shallallahu 'Alaihi wa
Sallam dan Bintang-bintang langitnya), Ka'batul Muriidin wa Murabbis Saalikiin (Tumpuan para murid dan Pendidik para salik) .
Sayyid Ahmad Zaini Dahlan mengemukakan dalil dan alasan balik terhadap pendapat Hasballah, bahwa kalau orang muslim yang sopan mengisap tembakau dikatakan haram atau makruh, sedangkan mereka membiasakan menghisap rokok menjadi fasik hukumnya dan tidak sah menjadi saksi dalam perkawinan menurut hukum syara’.
Kalau ini benar, maka pernikahan yang dilangsungkan beberapa tahun yang lalu menjadi tidak sah. Sebab, prosesi pernikahan tersebut dilakukan dengan saksi oleh orang yang menghisap rokok.
*TAMBAHAN PAPARAN PENJELASAN*
Rokok dalam bahasa arab disebut دخن (dakhina) atau سجر, orang yang merokok disebut al-mudakhin sedangkan yang biasa dipakai oleh orang-orang yang mengharamkan rokok adalah ayat al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 195 yang berbunyiولا تلقوا بايديكم الى التهلكة , padahal التهلكةasal artinya adalah segala sesuatu yang berakibat atau mendatangkan kebinasaan, bahwa jika ayat tersebut dijadikan dalil untuk pengharaman rokok kurang tepat, karena tidak ada dalil yang eksplisit/kongkrit menjelaskan tentang rokok tersebut dan juga karena asbabun nuzul ayat tersebut bukan untuk pengharaman rokok akan tetapi bagaimana “manusia yang enggan menafkahkan hartanya untuk segera menafkahkan hartanya karena jika tidak kebinasaan akan menimpa dirinya” dan dalam ayat tersebut mengajarkan kepada kita untuk berlaku ihsan karena kata ihsan yang mempunyai makna memberi lebih banyak daripada yang harus anda beri dan mengambil lebih sedikit dari yang seharusnya anda ambil (tafsir al-misbah, hal. 399), bukan mengajarkan kita untuk mengharamkan rokok.
Sedangkan fatwa MUI tentang dalil yang mengharamkan dan memakruhkan rokok adalah bahwa jika untuk anak-anak, ibu hamil, dan pengurus MUI adalah حرام لذاتة, jika unutk orang dewasa adalah مكروه لغيره, dan asal rokok adalah mubah.
Namun dalam hal ini saya akan memaparkan pandangan saya tengtang rokok, mulai dari wajib, halal, makruh dan haram:
WAJIBNYA ROKOK:Dalil tentang wajibnya rokok ini hanyalah buat infirodi (individual) semata tidaklah lebih dari itu, menuntut ilmu adalah wajib bagi setiap muslim dan muslimat, nah, karena menuntut ilmu itu wajib maka jika ada orang yang tidak bisa berpikir dan nalarnya buntu untuk belajar karena tidak menghisap sebatang rokok maka hukum rokok itu menjadi wajib infirodi, namun yang perlu di ingat adalah kita harus menjaga dan menghormati norma-norma dan nilai-nilai masyarakat, lingkungan dan alam sekitarnya selama menghisap rokok, seperti tidak bolehnya merokok dalam mobil umum dan di tempat-tempat yang banyak orang, karena tidak semua orang suka dengan hadirnya rokok.
HALALNYA ROKOK: Para imam yang terpandang telah menjelaskan bahwa merokok tidaklah haram – di antara mereka adalah Abd al-Ghoni an-Nabilisi seorang murabbi bermadzhab Hanafiah – ia punya risalah yang menjelaskan kebolehan merokok dan ini telah disahkan yang lain bernama Asy-Syabramalis juga Syaikh As-Sulthon al-Halab yang pintar – al-Barmawi berkata – “al-Babali berkomentar bahwa rokok hukumnya halal. Keharamannya bukan karena ia memang haram namun sebab unsur luar yang datang.
Abd al-Ghoni an-Nabilisi seorang murabbi bermadzhab Hanafiah ia punya risalah yang dinamainya ash-shulh bain al-ikhwan fi hukm ibahah syarb ad-Dukhon (mendamaikan para kawan: kitab tentang bolehnya merokok), dalam kitab tersebut ada sebuah sya’ir yang indah dalam bahar basith seperti cuplikan berikut: “wahai engkau yang menyangka banyak amal dan ilmu yakni ummat Nabi Muhammad yang mengharamkan tembakau – pradugamu atas apa yang kukata sungguh keliru – bukanlah dusta kata-kata itu – sungguh, mereka yang benar berilmu tidak akan mengharamkan tidak pula mereka yang ahli meneliti dan menyimpulkan – sayang di antara mereka banyak yang tidak tahu sifat-sifat tembakau, gegabah pula menganggapnya kotor dan melempar caci maki – mereka bicara tentang lemahnya badan kerenanya jua tentang pikiran yang terancam dan kebinasaan di atas sifat-sifat itu mereka memutuskan dan tersebarlah fatwa kepada yang fasiq maupun yang nasik – padahal, sifat-sifat itu tidak lain hanya sebatas klaim dan denganya mereka mengharamkan rokok lalu menutupi manfaatnya – selama tembakau tetap pada sifat asalnya mentari kebolehan meneranginya dari angkasa”.
Keharamnya bukan karena rokok itu sendiri haram li dzatihi, namun karena ada unsur dan faktor luar yang memengaruhi ataupun merubah hukum halal itu. Contoh unsur luar itu adalah mudhorot yang timbul di picu oleh rokok, dari pendapat Al-Barmawi “hukum rokok menjadi relatif”.
Dalam kitab syarh lamiyah ibn al-wardiy – jika memang benar bahwa rokok adalah najis karena dibasahi khamr maka pengarang kitab tersebut menyatakan “jelaslah bahwa keharaman rokok karena ada unsur luar (karena dibasahi khamr) – bukan karena dzat asal rokok itu haram – akan tetapi jika tuduhan yang menyatakan bahwa rokok itu najis tidak benar maka hukum rokok kembali kepada hukum asalnya, yaitu suci.
Ar-Rusyd dalam kitab hasyiyah ‘ala Nihayah menyatakan bahwa tidak adanya dalil yang dapat dijadikan dasar untuk mengharamkan rokok adalah dalil bahwa menghisap dan mengkomsumsi rokok hukumnya mubah.
Dalam kitab Ghayah al-bayan li hilli ma la yaghib al-‘aql ad-dukhon bahwa Syaikh al-Ajhuri mengatakan: menghisap rokok hukumnya halal. Dengan syarat rokok tersebut tidak membuat si perokok kehilangan kesadarannya dan tidakn pula membuat tubuhnya tertimpa suatu mudhorot tertentu. Masih banyak lagi kitab-kitab yang menghalalkan rokok – dan lagi-lagi kesemuan tidak keluar dari kaidah ushul fiqh yaitu “selama tidak ada pola baru yang mengubahnya maka pola lama tetap berlaku”.
MAKRUHNYA ROKOK: makruh adalah sesuatu yang dilarang tetapi larangan itu disertai oleh sesuatu yang menunjukkan bahwa yang dimaksud dengan larangan itu bukanlah “haram” – Rokok adalah salah satu isapan favorit bagi setiap insan yang menyukainya, hal tersebut menyimpan sifat kecanduan namun kecanduan itu dapat ditangani jika seorang perokok ingin meninggalkannya – memang belum ada hukum yang menetapkan bahwa rokok itu “mutlak haram” oleh karena itu selama belum ada hukum yang menetapkan sesuatu itu haram maka hukum awal masih berlaku الاصل الاباحة sebagaimana kaidah ushul fiqh yang dilontarkan Al-Syaukani dalam kitab irsyad al-fuhul ان ما ثبت فى الزمان الماض فالاصل بقاؤه فى الزمان المستقبل yang artinya “apa yang pernah berlaku secara tetap pada masa lalu, maka pada prinsipnya tetap berlaku pada masa yang akan datang” dan Ibn Al-Subki dalam kitab jam’u al-jawami’ II menyatakan: ثبوت امر فى الثانى لثبوته فى الاول لفقدان ما يصلح للتخيير Yang artinya: berlakunya sesuatu pada waktu kedua karena yang demikian pernah berlaku pada waktu pertama karena tidak ada yang patut untuk mengubahnya. Dan jika lihat kepada orang yang mengharamkan rokok dengan selalu memakai dalil ayat al-Qur’an ولا تلقوا بايديكم الى التهلكة, padahal ayat tersebut jika kita lihat dari tafsir al-misbah التهلكة atau kebinasaan adalah menyimpang atau hilangnya nilai positif yang melekat pada sesuatu, tanpa diketahui kemana perginya, inti dari tafsir al-misbah adalah ayat ini menceritakan tentang orang yang tidak mau menafkahkan hartanya, jika kalian tidak menafkahkan harta kalian dijalan allah maka kalian menjatuhkan diri kalian sendiri kedalam kebinasaan. Kita lihat lagi dari tafsir ibnu katsir dari sahabat nu’am bin basyir ra kalimat التهلكة adalah seseorang yang berdosa lalu ia berkata bahwa allah tidak mengampuninya. Kita lihat lagi dari Hadits Bukhori – ayat ini turun berkenaan tentang nafkah. Kita lihat lagi dari At-Tirmidzi – Abu Dawud – An-Nasai – Ibnu Hibban – Al-Hakim bahwa التهلكة adalah orang yang terlena oleh harta dan meninggalkan jihad. Kita lihat lagi dalam kitab al-jami’ li ahkamil Qur’an – imam abu abdullah muhammad bin ahmad al-ansori al-Qurtubi – bahwa ibnu Abbas ra dan Huzaifah bin al-Yaman menyatakan bahwa التهلكة adalah meninggalkan infaq dijalan allah dan khawatir terhadap nasib keluarganya. Dan ada juga ayat yang sering digunakan adalah suraat al-‘Araf ayat 157 ويحل لهم الطيبت ويحرم عليهم الخبئث “menghalalkan apa-apa yang baik” adalah menghalalkan segala sesuatu yang baik yang diharamkan oleh bani israil dan kaum jahiliyah sebelum kedatangan islam dan “mengahramkan apa-apa yang buruk” adalah sesuatu yang telah diharamkan seperti: babi, darah, bangkai, dan lain sebagainya, dan allah tidak mengharamkan sesuatu nash kecuali itu adalah buruk.
Nah, kalangan NU (nahdhotul ‘ulama) mengambil kesimpulan bahwa rokok adalah makruh lighoirihi, karena jika memang rokok itu haram karena ada unsur mudhorotnya; suatu unsur yang datang dari luar. Dengan demikian rokok haram hanya bagi orang yang – seandainya ia merokok – akan terkena mudhorot – tidak haram atas orang lain – karena mudhorot itu ada karena memang orang yang menghisap rokok tidak cocok dengan dirinya, namun jika itu tidak ada mudhorot maka hukum tersebut sebatas makruh. Pada prinsipnya “selama tidak ada hal yang patut mengubahnya maka hukum sebelumnya tetap berlaku”
HARAMNYA ROKOK: sekolompok ulama telah mengharamkan rokok di antaranya adalah Syaikh asy-syihab al-Qalyubi – ia meletakkan rokok pada bab najis dalam hasyiyah-nya atas kitab karangan al-Jalal al-Mahali yang mengomentari kitab al-mihaj-nya Imam Nawawi: setiap benda cair yang memabukkan – seperti arak dan sejenisnya – adalah najis – dia berkata lagi bahwa rokok adalah punya sifat candu dan salah satu efeknya adalah membuka saluran tubuh sehingga mempermudah masuknya penyakit berbahaya ke dalam tubuh, oleh karena itu merokok kerap kali menimbulkan lesu dab sesak nafas ataupun gejala lain yang sejenis.
Sedangkan al-muhaqqiq al-bujairimi pada fasal tentang makanan dalam hasyiyahnya atas kitab al-iqna fi syarh matn abi syuja – dia berkata: mengkomsumsi sesuatu yang dapat membahayakan badan atau pikiran hukumnya adalah haram, kaidah ini berkonsekuinsi pada diharmkannya rokok.
Masih banyak juga kitab-kitab karya ulama yang mengharamkan rokok, namun dalam hal ini tidaklah mungkin kami tuturkan satu persatu. Menurut saya yang tepat adalah “KEMBALI KEPADA DIRI MASING-MASING DALAM MENYIKAPI HAL INI” dan juga yang perlu digarisbawahi adalah setiap landasan/perbuatan kita jangan hanya semata taklid dalam artian berani berkomentar tapi tidak tau dalilnya atau berbuat sesuatu tapi tidak tau dalilnya karena dalam kaidah الدعوة بدون البينة لم تسمع “jika seseorang itu mengajak kapada suatu hal tapi tidak ada dalil/hujjah maka janganlah di dengar” dalam artian setiap ucapan/landasan kita diiringi pula dengan dalil. Dan juga ada kaidah dalam kajian ushul fiqh الحكم يضر مع علته “hukum beredar bersama alasannya”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar