Label

Jumat, 22 Desember 2017

HARI IBU

DOKUMEN DHF
بسم الله الرحمن الرحيم
👉Sejarah hari ibu:

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Yohana Yembise pernah menyatakan peringatan Hari Ibu di Indonesia dilakukan untuk mengenang perjuangan kaum perempuan.

"Peringatan Hari Ibu setiap tahunnya diselenggarakan untuk mengenang dan menghargai perjuangan kaum perempuan Indonesia," ujar Yohana di Kementerian PPPA, Jakarta, seperti dilansir Antara, peringatan Hari Ibu tahun lalu.

Menurut dia, peringatan tersebut ditujukan untuk mengenang kaum perempuan yang telah berjuang bersama laki-laki dalam merebut kemerdekaan Indonesia.

Ia mengatakan, Hari Ibu di Indonesia dilandasi oleh tekad dan perjuangan kaum perempuan untuk mewujudkan kemerdekaan dilandasi oleh cita-cita dan semangat persatuan kesatuan menuju kemerdekaan Indonesia yang aman, tenteram, damai, adil, dan makmur.

Hari Ibu dideklarasikan pertama kali dalam Kongres Perempuan Indonesia pada tanggal 22 Desember 1928, di Yogyakarta, tepatnya di pendopo Dalem Jayadipuran milik Raden Tumenggung Joyodipoero.

Kongres ini dihadiri oleh wakil-wakil dari perkumpulannya Boedi Oetomo, PNI, Pemuda Indonesia, PSI, Walfadjri, Jong Java, Jong Madoera, Muhammadiyah, dan Jong Islamieten Bond. Tokoh-tokoh populer yang datang antara lain Mr. Singgih dan Dr. Soepomo dari Boedi Oetomo, Mr. Soejoedi (PNI), Soekiman Wirjosandjojo (Sarekat Islam), A.D. Haani (Walfadjri).

Sekitar 600 perempuan dari berbagai latar pendidikan dan usia hadir dalam kongres Perempuan Indonesia Pertama ini. Organisasi-organisasi yang terlibat dalam penyelenggaraan itu antara lain: Wanita Utomo, Putri Indonesia, Wanita Katolik, Aisyah, Wanita Mulyo, perempuan-perempuan Sarekat Islam, Darmo Laksmi, perempuan-perempuan Jong Java, Jong Islamten Bond, dan Wanita Taman Siswa, demikian yang dicatat Susan Blackburn dalam Kongres Perempuan Pertama: Tinjauan Ulang (2007).

Baca: Asal-Usul Hari Ibu

Hampir seluruh kongres ini membicarakan relasi mengenai perempuan. Hal itu bisa dilihat dari pertemuan hari kedua kongres, dimana Moega Roemah membahas soal perkawinan anak. Perwakilan Poetri Boedi Sedjati (PBS) dari Surabaya juga menyampaikan tentang derajat dan harga diri perempuan Jawa. Kemudian disusul Siti Moendji'ah dengan “Derajat Perempuan” dan Nyi Hajar Dewantara—istri dari Ki Hadjar Dewantara— yang membicarakan soal adab perempuan.

Namun, yang tak kalah pentingnya adalah pidato Djami dari organisasi Darmo Laksmi berjudul “Iboe”. Di awal pidatonya, ia menceritakan pengalaman masa kecilnya yang dipandang rendah karena menjadi seorang perempuan. Pasalnya, di masa kolonial, hanya anak laki-laki yang menjadi prioritas dalam mengakses pendidikan. Sementara perempuan, dianggap tak jauh dari urusan kasur, sumur, dan dapur. Pandangan usang itu mengakar kuat. Pendidikan bagi perempuan juga tak dianggap penting karena selalu berakhir ke dapur.

Tapi, Djami punya pendapat lain soal ini. Ia mengatakan: “Tak seorang akan termasyhur kepandaian dan pengetahuannya yang ibunya atau perempuannya bukan seorang perempuan yang tinggi juga pengetahuan dan budinya.”

Djami melanjutkan: “selama anak ada terkandung oleh ibunya, itulah waktu yang seberat-beratnya, karena itulah pendidikan Ibu yang mula-mula sekali kepada anaknya.”

Itulah kenapa pembangunan sekolah-sekolah untuk memajukan perempuan seperti yang dilakukan Rohana Koedoes, Kartini juga Dewi Sartika memiliki peran penting. Seorang ibu yang pintar dan cerdas akan memiliki modal besar untuk menjadikan anaknya pintar.

Maka, pada 22 Desember 1953, dalam peringatan kongres ke-25, melalui Dekrit Presiden RI No.316 Tahun 1953, Presiden Sukarno menetapkan setiap tanggal 22 Desember diperingati sebagai: Hari Ibu

HUKUM HARI IBU DALAM ISLSM

FATWA SYAIKH ALI JUM,AH

Menurut Syekh Ali Jum'ah, merayakan hari ibu hukumnya boleh. Karena hukum asalnya menghormati ibu adalah perkara baik.

Al Bayan Hal : 58 Lissayyid Doktor Ali Jum'ah

ﻣﺎ ﺣﻜﻢ الإﺣﺘﻔﺎﻝ ﺑﻌﻴﺪ الأم ؟

ﺍﻟﺠﻮﺍﺏ : - ﺍﻟﻰ ﺍﻥ ﻗﺎﻝ - ﻭﻋﻠﻴﻪ ﻓﺈﻥ الإحتفال ﺑﻌﻴﺪ الأم ﺃﻣﺮ ﺟﺎﺋﺰ ﺷﺮﻋﺎ ﻻ ﻣﺎﻧﻊ ﻣﻨﻪ ولا ﺣﺮﺝ ﻓﻴﻪ ﻭﺍﻟﻔﺮﺡ ﺑﻤﻨﺎﺳﺒﺎﺕ ﺍﻟﻨﺼﺮ ﻭﻏﻴﺮﻫﺎ ﺟﺎﺋﺰ ﻛﺬﻟﻚ . ﻭﺍﻟﺒﺪﻋﺔ ﺍﻟﻤﺮﺩﻭﺩﺓ ﺇﻧﻤﺎ ﻫﻲ ﻣﺎ ﺃﺣﺪﺙ ﻋﻠﻰ ﺧﻼﻑ ﺍﻟﺸﺮﻉ ﺃﻣﺎ ﻣﺎ ﺷﻬﺪ ﺍﻟﺸﺮﻉ ﻷﺻﻠﻪ ﻓﺈﻧﻪ ﻻ ﻳﻜﻮﻥ ﻣﺮﺩﻭﺩﺍ ولا ﺇﺛﻢ ﻋﻠﻰ ﻓﺎﻋﻠﻪ ﻭﷲ ﺳﺒﺤﺎﻧﻪ ﻭﺗﻌﺎﻟﻰ ﺃﻋﻠﻢ

Wallaahu a'lam bishawab
Diskusihukumfiqh212.blogspot.com

Rabu, 20 Desember 2017

HUKUM MENGGUNAKAN OBAT ANTI HAID

KESIMPULAN TEAM DHF
بسم الله الرحمن الرحيم.

Hukum menggunakan obat ANTI HAIDL.
_________________
Boleh dan makruh bila tidak sampai merusak kesehatan, tidak merusak rahim/kesuburan rahim sehingga menimbulkan efek tidak bisa hamil.

Catatan bila sekiranya mengandung dhoror seperti di atas maka HARAM HUKUM nya.

Secara rinci kami jelaskan sebagai Berikut:

Dalam penggunaan OBAT ANTI HAIDL/PELANCAR HAIDL tersebut jelas sekali ada tanda-tanda yang tidak boleh di tabrak

Yaitu illat /efek dhoror.

Jika memang jelas ada dhoror merusak kandungan/rahim
Baru lah hukum haram itu terjadi.

Ulama selalu memberi garis bawah dalam fatwa nya

Sebab Ulama tidak pernah menafikan dalil-dalil yang lain.

Jika paling baik menjalani apa adanya, yang asli atas petunjuk ahli medis

Meskipun pengaturan haid diperbolehkan, namun jika sampai menimbulkan kerusakan dalam tubuh, hukumnya tentu menjadi haram. Demikian disinyalir dalam sebuah kaidah ushuliyah yang berbunyai:

“Pada dasarnya setiap yang mengandung mudharat adalah haram dan yang mengandung manfaat adalah halal”.

Berdasarkan ulama fiqih'
Halal' yg mengandung manfaat'

___________

Fataammal:
(Pikitkanlah)

Untuk mempertegas firman Allah s.w.t. tersebut, dalam sebuah riwayat Nabi s.a.w. bersabda :

“Haid itu adalah suatu yang ditetapkan Allah terhadap kaum perempuan bani Adam”(HR. Bukhari).

Dalam syari’at Islam, keluarnya darah haid ini berpengaruh pada pelaksanaan ibadah. Sampai disini, para ahli fiqh bersilang pendapat tentang apa saja yang haram untuk dikerjakan.

Namun ada beberapa hal yang haram untuk dikerjakan. Antara lain, dilarang mengerjakan shalat, puasa, baik wajib maupun sunnah, sujud tilawah dan sujud syukur. Selanjutnya, diharamkan juga melaksanakan tawaf, lewat atau berdiam diri di masjid, menyentuh dan membawa mushaf, membaca al-qur’an, bersesuci dari hadats, baik besar maupun kecil. Sebagian menambahkan, perempuan haid haram ditalak atau diceraikan. Terakhir, haram melakukan senggama (jima’).

Sumber :(al-Mabahuts, III, 152; al-Syiraj al-Wahhaj, I, 238; al-Fatawa al-Hindiah, I, 51-52).

____________

Lebih jauh, ternyata keluarnya darah haid juga bisa ‘diakali’. Salah satu caranya, dengan mengkonsumsi obat-obatan tertentu yang berguna sebagai penunda atau mempercepat datangnya haid. Tentu saja, pengaturan ini disesuaikan dengan kebutuhan. Sebagai tamtsil, kebutuhan yang berhubungan dengan pelaksanaan ibadah. Di mana pelaksanaannya sangat terkait dengan datang bulannya seorang perempuan. Contohnya saja berpuasa dibulan ramadlan, sebagaimana disinggung di atas.

Tapi apakah praktik ini dibenarkan oleh Islam? Ternyata dalam beberapa literatur fiqh, para ulama’ menghukumi boleh praktik seperti itu. diantaranya, ulama’ Malikiyah dan Hanabilah memandang, bahwa pengaturan haid seperti mempercepat atau menunda hukumnya boleh (jawaz). Namun, dengan catatan pengaturan itu tidak menimbulkan efek negatif (dlarar) bagi si wanita dan menggunakan obat yang sudah dikenal

Sumber (Fiqh ‘Ala Madzahib al-‘Rba’ah, I, 126; Mughni Wa Syarh al-Kabir, I, 408).

______________
Secara medis pun, praktik seperti ini bisa dibenarkan, diiringi dengan pengawasan yang teliti sesuai standar ilmu kesehatan. Oleh karenanya, DR. Yusuf Qardlawi menambahkan bahwa pengaturan haid ini juga harus dikonsultasikan dulu dengan dokter yang ahli di bidang haid

SUMBER RUJUKAN:.(Fatawa Mu’ashiroh, I, 322).

Kaitannya dengan pelaksanaan ibadah, kebolehan pengaturan haid ini tentu tidak bisa dipukul rata. Artinya, belum tentu boleh melakukan pengaturan haid untuk semua jenis ibadah yang terkait dengannya. Sering dan tidaknya ibadah itu dilakukan, juga harus diperhatikan. Hal ini terkait untuk menghindari efek negatif yang mungkin saja terjadi. Meskipun pengaturan haid diperbolehkan, namun jika sampai menimbulkan kerusakan dalam tubuh, hukumnya tentu menjadi haram. Demikian disinyalir dalam sebuah kaidah ushuliyah yang berbunyai:

“Pada dasarnya setiap yang mengandung mudharat adalah haram dan yang mengandung manfaat adalah halal”.

Dari pada itulah, jika memperhatikan tingkat bahaya pengaturan haid itu, maka sangat mungkin melakukannya dalam jenis ibadah haji dan puasa. Apa alasannya? tentu saja karena kedua ibadah tadi memiliki rentang waktu pelaksanaan yang cukup panjang. Dengan demikian, kemungkinan timbulnya efek negatif menjadi kecil. Lain halnya dengan shalat yang sering dilakukan. Dapat dibayangkan jika kita terus-terusan menunda haid demi keinginan agar terus dapat melakukan, maka selama itu pula darah tidak keluar. Kondisi ini jelas sangat berbahaya bagi kesehatan. Oleh karenanya, mengatur haid untuk jenis ibadah shalat bisa dihukumi haram.

Selanjutnya, kalau memang mengatur haid itu diperbolehkan, manakah yang lebih baik dilakukan, antara meninggalkan ibadah karena  datang haid atau menunda haid demi ibadah? Untuk menjawabnya, kita harus memperhatikan beberapa hal penting tentang ibadah tesebut.

Untuk ibadah haji misalnya, pertimbangan waktu dan biaya tampak paling menonjol, ibadah haji ini dilakukan sekali dalam satu tahun dengan menggunakan biaya yang tidak sedikit. Jika ibadah ini tidak dapat diselesaikan karena datang haid (pada saat tawaf) sehingga harus diulang (qadla’) pada waktu yang lain, jelas akan sangat memberatkan. Siapa yang tahu dia tetap mampu pergi haji pada tahun yang akan datang, sementara qadla’ haji itu menjadi kewajibannya? Maka, demi menghindari hal itu, manunda haid adalah solusi yang tepat.

Sementara untuk ibadah puasa di bulan ramadhan, yang dapat menjadi pertimbangan diantaranya adalah kenyataan bahwa bulan ini mengandung beberapa keistimewaan dan keutamaan. Dalam bulan ini, Allah memberikan kemurahan  dengan melipatkan pahala ibadah, lebih dari bulan-bulan yang lainnya. Pada bulan ramadhan, pahala ibadah sunnah disamakan dengan dengan ibadah fardlu, sedangkan satu ibadah fardlu disamakan dengan tujuh puluh ibadah fardlu.

SUMBER(I’anah al-Thalibin, II, 255).

Dalam keterangan lain dari Anas bin Malik, dikatakan bahwa Rasulullah bersabda, yang artinya ; “Barangsiapa melaksanakan shalat jama’ah (pada bulan ramadhan) secara terus menerus, maka Allah akan membalas setiap rakaatnya dengan limpahan nikmat yang tak terhingga”.

******************
Refrensi RUJUKAN.

وَفى فَتَاوى القماط ماحاصله جوازُ استعمال الدواء لمنع الحيض اهـ

(تلخص المراد في فتاوي ابن زياد  ٢٤٧)

إذا استعملت المرأة دواء لرفع دم الحيض أو تقليله فإنه يكره ما لم يلزم عليه قطع النسل أو قلته وإلا حرم.
كما في حاشية الخرشي
(قرة العين فتاوي علماء الحرمين ٣٠)
______________

مسألة. اذا استعملت المرأة دواء لمنع دم الحيض او تقليله فإنه يكره مالم يلزم عليه قطع النسل او قلته.
________________________________

المذهب اﻷربعة.

أماإذا خرج دم الحيض بسبب دواء في غيرموعده فإن الظاهر عندهم يسمى حيضا.
فعلى المراة ان تصوم وتصلي ولكن عليها ان تقضي الصيام احتياطا لاحتمال ان يكون حيضاولاتنقضي به عدتها وهذا بخلاف ما إذا استعملت دواء ينقطع به الحيض في غير وقته المعتاد.
فإنه يعتبر طهرا، وتنقضي به العدة على انه لايجوزللمراة ان تمنع حيضهااوتستعجل إنزاله اذا كان ذلك يضر صحتها ﻷن المحافظة على الصحة واجبة.

Wallohua'lam bishowwab.
Diskusihukumfiqh212.blogspot.com

Jumat, 15 Desember 2017

WALIMATUL HAMLI

KESIMPULAN TEAM DHF

HUKUM WALIMATUL HAMLI/TUJUH BULANAN
-----------------------------------

Pertanyaan

Assalamualaikum
Titipan
Gmn hukumy 7 bulanan/let pelet mnurut DHF

Jawaban

Dalam pandangan fiqih, segala bentuk jamuan yang disuguhkan dan dihidangkan dalam waktu-waktu tertentu, seperti saat pernikahan, khitan, kelahiran atau atau hal-hal lain yang ditujukan sebagai wujud rasa kegembiraan itu dinamakan walimah, hanya saja kata walimah biasanya diidentikkan dengan hidangan dalam acara pernikahan (walimatul 'arus).

Semua ulama' sepakat bahwa selain walimatul 'arusy hukumnya tidak wajib, namun menurut madzhab syafi'i mengadakan perjamuan/hidangan selain untuk walimatul arusy hukumnya sunat, sebab hidangan tersebut dimaksudkan untuk menampakkan nikmat Alloh dan sebagai wujud rasa syukur atas  nikmat tersebut, dan disunatkan pula untuk menghadiri undangan jamuan tersebut untuk menyambung hubungan baik sesama muslim dan menampakkan kerukunan dan persatuan . Rosululloh shollallohu 'alaihi wasallam bersabda:

لَوْ دُعِيتُ إِلَى كُرَاعٍ لَأَجَبْتُ

“Seandainya aku diundang untuk jamuan makan sebesar satu satu paha belakang (kambing), pasti akan aku penuhi." (Shohih Bukhori, no.5178)

Dari  sudut pandang ini, acara 7 bulanan hukumnya boleh, bahkan sunat karena termasuk dalam walimah yang bertujuan untuk menampakkan rasa gembira dan syukur akan nikmat Alloh berupa akan lahirnya seorang bayi. Terlebih lagi apabila hidangan tersebut disuguhkan dengan mengundang orang lain dan diniati untuk sedekah sebagai permohonan agar ibu yang mengandung dan bayi yang dikandungnya terhindar dari mara bahaya. Para ulama' menyatakan bahwa hukum sedekah adalah sunat, apalagi jika dilakukan pada saat-saat penting dan genting, seperti pada bulan romadhon, saat terjadi gerhana, saat sakit, dan lain-lain. Dalam satuh hadits diriwayatkan :

الصَّدَقَةُ تَسُدُّ سَبْعِينَ بَابًا مِنَ السُّوءِ

"Besedekah itu bisa menutup tujuh puluh macam pintu keburukan". (Mu'jam Kabir Lit-Thobroni, no.4402).

memang benar tidak ditemukan bahwa nabi pernah mengerjakan acara seperti ini, karena memang ini adalah budaya suatu daerah, namun hal ini tidak serta merta menjadikan acara ini dihukumi bid'ah sayyi'ah/qobihah (bid'ah yang buruk). Karena bid'ah yang dianggap buruk apabila bertentangan dengan ajaran dan aturan dalam agama islam, sedangkan apabila tidak melanggar, atau bahkan malah mendapatkan payung hukum dari agama, maka termasuk dalam bid'ah hasanah (bid'ah yang baik). Jadi, selama dalam prosesi acaranya tidak terdapat hal-hal yang bertentangan dalam agama, acara ini tidak bisa dikategorikan dalam bid'ah sayyi'ah/qobihah.

Imam Asy-Syafi'i rohimahulloh berkata:

ما أحدث وخالف كتابًا أو سنة أو إجماعًا أو أثرًا فهو البدعة الضالة، وما أحدث من الخير ولم يخالف شيئًا من ذلك فهو المحمود

"Hal-hal yang baru yang menyalahi Alqur'an As-sunnah,Ijma'(kesepakatan  Ulama'),atau atsar maka itu bid'ah yang menyesatkan .Sedangkan suatu hal yang baru yang tidak menyalahi salah satu  dari keempatnya maka itu(bid'ah)yang terpuji".

KESIMPULAN NYA

acara 7 bulanan atau tingkipen itu memang tak ada dalil khususnya dan tidak pernah dikerjakan oleh Nabi, namun boleh dikerjakan, bahkan hukumnya sunat apabila dikerjakan untuk menampakkan rasa gembira dan syukur atas nikmat Alloh, apalagi bila disertai dengan sedekah.Dan tentu saja acara ini diperbolehkan selama tidak terdapat hal-hal yang dilarang dalam prosesi acara tersebut.

Dalam maslah walimah al hamli ini

Mengingat  dalam soal muamalah seperti ini, hukumnya kembali pada hukum asal dalam kaidah fiqih yaitu hukum asal dari segala sesuatu adalah boleh kecuali ada dalil yang mengharamkannya

(الأصل في الأشياء الإباحة حتي يدل الدليل علي تحريمه)
"Asal dari segala sesuatu adalah boleh kecuali ada dalil yang mengharamkannya"

👇👇👇👇👇👇👇👇👇👇

upacara walimatul hamli-biasanya dilakukan oleh orang awam- itu ada hidangan khusus dan ada lagi sajian lain. Jika hal itu tidak dipenuhi -menurut kepercayaan mereka- akan timbul dampak negatif bagi ibu yang sedang hamil atau janin yang dikandungnya. Hidangan atau sajian dimaksud antara lain :
1.  Nasi tumpeng;
2.  Panggang ayam;
3.  Buceng/nasi bucu tujuh buah;
4.  Telur ayam kampung yang direbus tujuh butir;
5.  Takir pontang yang berisi nasi kuning;
6.  Nasi liwet yang masih dalam periok;
7.  Rujak, yang bahannya dari beraneka ragam buah-buahan;
8.  Pasung yang dibungkus daun nangka;
9.  Cengkir (buah kelapa gading yang masih muda).
10.   Sehelai daun talas yang diberi air putih;
11.   Seser (alat jaring untuk menangkap ikan);
12.   Sapu lidi;
13.   Pecah kendi di halaman rumah;

14.belah kelapa.
15.injak telur.
16.mandi kembang

.   Dan lain-lain.

pelaksanaan acara selamatan walimatul hamli sperti di atas

Secara garis besar
asalkan di dalamnya tidak ada hal-hal yang berseberangan dengan syari’at (hal yang haram) dan tidak pula merusak akidah (berbau syirik).
Maka hukum nya boleh bahkan sunnah.

Tetapi
Apabila ada yg bersebrangan dgn syariat maka hal tersebut tdk di benarkan.
Krn terdpat munkarot nya sehingga masuk pada ranah  bid'ah qobihah dan madzmumah.

Oeleh karena itu kebolehan dan kesunnahan acara walimah al hamli

Degan catatan:
Dalam acara tersebut tdk boleh ada acara2 yg bertentangan dgn syariat sbb hal yg demikian termasuk bid'ah qobihah.

Contoh:
Menginjak telur
Pukul kepala.
Belah kelapa
Dan semacam nya
Adat2 yg sperti itu tidk di anjurkan dan tdk boleh di laksanakan.
Karna hukum nya haram.

Sebagaimana di sampaikan oleh syaikh al al maliki dalam fatwanya.

Utuk itu
CACATAN penting BAGI SHOHIBUL HAJAH/WALIMAH

🖎 Semua yang dihidangkan, baik yang berupa makanan yang dimakan di tempat atau yang berupa berkatan jangan diniati yang bukan-bukan, 🖒akan tetapi berniatlah menjamu para tamu dan bersedekah dengan harapan semoga dengan wasilah shadaqah ini, Allah SWT. memberikan keselamatan kepada segenap anggota keluarga, khususnya janin yang berada dalam kandungan serta sang suami dan isteri yang sedang mengandung

Bagi kita semua pasti sudah sama-sama faham bahwa yang namanya shadaqah dengan segala macam bentuknya asalkan dengan niat yang ikhlas dan bahan-bahannya halal, secara umum Rasulullah SAW. sangat menganjurkannya dan beliau jelaskan pula fadlilahnya, sebagaimana sabda beliau :
a.  Hadits riwayat Imam Rafi’i :
لِكُلِّ شَيْءٍ زَكَاةٌ، وَزَكَاةُ الدَّارِ بَيْتُ الضِّيَافَةِ. رواه الرافعي عن ثابت  (الجامع الصغير ص: 264)

b.  Hadits riwayat Imam Thabarani :
الصَّدَقَةُ تَسُدُّ سَبْعِيْنَ بَابًا مِنَ السُّوْءِ. رواه الطبراني
Artinya :
“Besedekah itu bisa menutup tujuh puluh macam pintu keburukan”. (HR. Imam Thabarani).
c.   Hadits riwayat imam Khatib :
الصَّدَقَةُ تَمْنَعُ سَبْعِيْنَ نَوْعًا مِنَ الْبَلاَءِ. رواه الخطيب
Artinya :
“Bersedekah itu bisa menolak tujuh puluh macam mala petaka/bala’”. (HR. Imam Khatib).

Ibaroh pendukung:

Abd. Rahman Al-Juzairi dalam kitabnya “al-fiqhu alal madzahibil arba’ah” juz II hal. 33 :

الشَّافِعِيَّةُ قَالُوْا: يُسَنُّ صُنْعُ الطَّعَامِ وَالدَّعْوَةُ إِلَيْهِ عِنْدَ كُلِّ حَادِثِ سُرُوْرٍ، سَوَاءٌ كَانَ لِلْعُرْسِ أَوْ لِلْخِتَانِ أَوْ لِلْقُدُوْمِ مِنَ السَّفَرِ إِلَى غَيْرِ ذَلِكَ مِمَّا ذُكِرَ. اهـ
Artinya :
“Ulama Syafi’iyyah (pengikut madzhab Syafi’i) berpendapat : disunatkan membuat makanan dan mengundang orang lain untuk makan-makan, sehubungan dengan datangnya suatu kenikmatan/kegembiraan, baik itu acara temantenan, khitanan, datang dari bepergian dan lain sebagainya”.

Kemudian kita lihat dlam kitb
Al Umm, Juz : 6  Hal : 159

Perihal divinisi walimah

segala bentuk jamuan yang disuguhkan dan dihidangkan dalam waktu-waktu tertentu, seperti saat pernikahan, khitan, kelahiran atau atau hal-hal lain yang ditujukan sebagai wujud rasa kegembiraan itu dinamakan walimah, hanya saja kata walimah biasanya diidentikkan dengan hidangan dalam acara pernikahan (walimatul 'arus).

[الوليمة]
أخبرنا الربيع بن سليمان قال حدثنا الشافعي إملاء قال إتيان دعوة الوليمة حق والوليمة التي تعرف وليمة العرس وكل دعوة كانت على إملاك أو نفاس أو ختان أو حادث سرور دعي إليها رجل فاسم الوليمة

Al Umm, Juz : 6  Hal : 159

[الوليمة]
أخبرنا الربيع بن سليمان قال حدثنا الشافعي إملاء قال إتيان دعوة الوليمة حق والوليمة التي تعرف وليمة العرس وكل دعوة كانت على إملاك أو نفاس أو ختان أو حادث سرور دعي إليها رجل فاسم الوليمة

Nihayatul Mathlab, Juz : 13  Hal : 187

قال الشافعي: " والوليمة التي تعرف وليمة العرس ... إلى آخره
أبان أن الوليمة تنطلق على كل مأدبة في إملاك، أو نفاس أو ختان، أو حادث سرور، ولكنها شهرت بما يتخذ في العرس

Al Bayan, Juz : 9  Hal : 480-481

ويسمى الطعام الذي يتخذ لسبب وغير سبب: مأدبة بضم الدال، وبفتحها: التأديب، وقال - صلى الله عليه وسلم -: «الجوع مأدبة الله في أرضه». وإنما سمي الطعام الذي يدعى إليه فى العرس وليمة من ولم الزوجين وهو اجتماعهما؛ لأن الولم الجمع، ومنه سمي القيد الولم؛ لأنه يجمع الرجلين. إذا ثبت هذا: فإن وليمة ما عدا العرس لا تجب؛ للإجماع، ولكن تستحب. وقال أحمد - رحمه الله تعالى -: (لا تستحب) ؛ لما روي: أن عثمان بن أبي العاص دعي إلى ختان، فلم يجب إليه وقال: (إنا كنا ندعى إلى الختان في عهد رسول الله - صلى الله عليه وسلم - ولا نجيب) . ودليلنا: ما روي: أن النبي - صلى الله عليه وسلم - «قال: لو دعيت إلى كراع.. لأجبت، ولو أهدي إلي ذراع أو كراع.. لقبلت» وقال - صلى الله عليه وسلم - «أجيبوا الداعي؛ فإنه ملهوف». ولأن فيه ألفة للقلوب وإظهار لنعم الله سبحانه وتعالى، فكان مستحبا. وأما الخبر: فما نقل فيه عن رسول الله - صلى الله عليه وسلم - قول ولا فعل، فلا يكون حجة فيه

Al Majmu', Juz : 16  Hal : 392

باب الوليمة والنثر
الطعام الذى يدعى إليه الناس ستة: الوليمة للعرس، والخرس للولادة، والاعذار للختان، والوكيرة للبناء، والنقيعة لقدوم المسافر، والمأدبة لغير سبب ويستحب ما سوى الوليمة لما فيها من إظهار نعم الله والشكر عليها، واكتساب الاجر والمحبة، ولا تجب، لان الايجاب بالشرع ولم يرد الشرع بإيجابه

Roudhotut Tholibin, Juz : 2  Hal : 341

باب صدقة التطوع
هي مستحبة، وفي شهر رمضان آكد. قلت: وكذا عند الأمور المهمة، وعند الكسوف، والمرض، والسفر، وبمكة، والمدينة، وفي الغزو، والحج، والأوقات الفاضلة، كعشر ذي الحجة، وأيام العيد، ففي كل هذا الموضع آكد من غيرها

Faidhul Qodhir, Juz : 4  Hal : 236

الصدقة تسد سبعين بابا من السوء) كذا رأيته بالسين المهملة والهمزة ورأيت في عدة أصول صحيحة بشين معجمة وراء <تنبيه> قال المؤلف: الذكر أفضل من الصدقة وهو أيضا يدفع البلاء والظاهر أن المراد بالسبعين التكثير لا التحديد قياسا على نظائره وأن المراد بالباب الوجه والجهة

Hasyiyah I'anatut Tholibin, Juz : 1  Hal : 313

وقال ابن حجر في فتح المبين، في شرح قوله (ص): من أحدث في أمرنا هذا ما ليس منه فهو رد، ما نصه: قال الشافعي رضي الله عنه: ما أحدث وخالف كتابا أو سنة أو إجماعا أو أثرا فهو البدعة الضالة، وما أحدث من الخير ولم يخالف شيئا من ذلك فهو البدعة المحمودة. والحاصل أن البدع  الحسنة متفق على ندبها، وهي ما وافق شيئا مما مر، ولم يلزم من فعله محذور شرعي.

Walimatul hamli termasuk bid,ah hasanah

Krn dalam pendivinisian bid,ah

Segala hal yg tdk dilakukan dizaman rasulaallah dan tdk ada dalil qhot'ie baik dlm hadist maupun bash al quran.
Adalh bid'ah

Semnatara hukum bid,ah
Ada 5. Macam

1. Bid,ah wajib
2.bid'ah haram
3.bid'ah sunnah
4.bid'ah makruh
5.bid,ah mubah

Hukum bid'ah ini tergantung pada apa isi nya dan amaliyah nya

Jika masuk pada ranah wajib maka masuk pd bidah wajib
Jika masuk pd ranah sunnah maka masuk pd bidah sunnah jika masuk pd ranah haram maka mnjdi bidah haram
Bila masuk ranah makruh maka makruh
Jk masuk pad ranah mubah maka mubah pula hukum nya.

Pembagian bid'ah

قواعد الأحكام جـ 2 ص 172

البدعة فعل ما لم يعهد في عصر رسول الله صلى الله عليه وسلم وهي منقسمة إلى بدعة واجبة، وبدعة محرمة وبدعة مندوبة، وبدعة مكروهة، وبدعة مباحة، والطريق في معرفة ذلك أن تعرض البدعة على قواعد الشريعة فإن دخلت في قواعد الإيجاب فهي واجبة، وإن دخلت في قواعد التحريم فهي محرمة، وإن دخلت في قواعد المندوب فهي مندبة، وإن دخلت في قواعد المباح فهي مباحة، وللبدعة الواجبة أمثلة

Ini ibaroh

Bahwa bid,ah mahmudah /hasanah itu berti mengandung hukum sunnah sprti yg di divinisikan olh imam syafii

Hasyiyah I'anatut Tholibin, Juz : 1  Hal : 313

وقال ابن حجر في فتح المبين، في شرح قوله (ص): من أحدث في أمرنا هذا ما ليس منه فهو رد، ما نصه: قال الشافعي رضي الله عنه: ما أحدث وخالف كتابا أو سنة أو إجماعا أو أثرا فهو البدعة الضالة، وما أحدث من الخير ولم يخالف شيئا من ذلك فهو البدعة المحمودة.

والحاصل أن البدع الحسنة متفق على ندبها، وهي ما وافق شيئا مما مر، ولم يلزم من فعله محذور شرعي

Al Majmu', Juz : 16  Hal : 392

باب الوليمة والنثر
الطعام الذى يدعى إليه الناس ستة: الوليمة للعرس، والخرس للولادة، والاعذار للختان، والوكيرة للبناء، والنقيعة لقدوم المسافر، والمأدبة لغير سبب

Fokus disni.....

ويستحب ما سوى الوليمة لما فيها من إظهار نعم الله والشكر عليها، واكتساب الاجر والمحبة، ولا تجب، لان الايجاب بالشرع ولم يرد الشرع بإيجابه

Dalam kitab kifayatul akhyar di sebutkan segala  bentuk walimah itu di sunnahkan.

وَأما سَائِر الولائم غير وَلِيمَة الْعرس فَالْمَذْهَب الَّذِي قطع بِهِ الْجُمْهُور أَنَّهَا مُسْتَحبَّة وَلَا تتأكد تَأَكد وَلِيمَة الْعرس وَفِي قَول إِن سَائِر الولائم وَاجِبَة وَهُوَ قَول مخرج

374 juz 1 kifayatul akhyar.

Tentu dgn catatan sprti di atas

Niatkan sodaqoh
Niatkan mensyukuri nikamta Allah atas kehamilan/janin tersebut

Niat dgn harapan keselamatan anak nya hingga ia lahir sempurna.
Dan keselamtan sluruh klurga nya.

👇👇👇👇👇

Jwaban syeikh ismail perihal walimatul hamli

قرة العين بفتاوى اسماعيل ص 158 مكتبة البركة

سؤال: ما قولكم سيدى فى حكم وليمة الحمل ثم الذى يعتاده بعض أهل بلدنا فى تلك الوليمة أن الحامل يغسلها الحاضرات من النسوة المدعوَات حينما أردن أن ينصرفن من بيتها وهي جالسة وبين يديها نرجيل أصفر و بيض و غيرها مما يعتقدون أنه لابد أن يكون معها فيصبن رأسها ماء مخلوطا بشيء من حانوط أو نحوه  وبعضهم يكتفى بإطعام الطعام وقراءة ما تيسر من القرأن و الصلاة على خير الأنام  نسئلكم عن حكمها  مما تضمنته تلك الوليمة من الأمور المذكورة؟
الجواب: والله الموفق للصواب : أن وليمة الحمل المذكورة في السؤال ليست الولائم المشروعة فهي بدعة وقد تكون بدعة قبيحة لمَا يصحبها من العادة الذميمة كالأشياء التي ذكرت في السؤال وكل ذلك مذموم إلا ما ذكر آخرا من قول السائل وبعضهم يكتفين بقراءة القرأن ثم ينصرفن وأما عدا ذلك فكله من المنكرات والعادات القبيحة التي ينبغى التنبيه على قبحها ونصيحة متعاطيها فإن العوام إذا وجدوا ناصحا أمينا من أهل العلم يقصد بنصيحته إبتغاء وجه الله يلتقون نصيحته بالقبول وتقع منهم موقعا حسنا فيجب على أهل العلم معالجة مثل هذه الأمور بالموعظة الحسنة والنية الصالحة والأسالب النافعة للمسلمين. قال الله تعالى : وَذَكِّرْ فَإِنَّ الذِّكْرَى تَنْفَعُ الْمُؤْمِنِينَ و قال الله تعالى : ادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ والله سبحان الله وتعالى أعلم.

Jumat, 08 Desember 2017

SEPUTAR TATO

KESIMPULAN TEAM MUSYAWWIRIN DHF
SEPUTAR TATOO
_________________

📌Hukum tato haram.

📓الكتاب : حاشية البجيرمي على الخطيب 4 / 55( الْوَشْمُ ) وَهُوَ غَرْزُ الْإِبْرَةِ فِي الْجِلْدِ حَتَّى يَخْرُجَ الدَّمُ ثُمَّ يَذُرَّ عَلَيْهِ نَحْوَ نِيلَةٍ لِيَخْضَرَّ أَوْ يَزْرَقَّ ا هـ ا ج .قَوْلُهُ : ( فَفِيهِ التَّفْصِيلُ الْمَذْكُورُ ) وَهُوَ أَنَّهُ إذَا فَعَلَهُ مُكَلَّفٌ مُخْتَارٌ عَالِمٌ بِالتَّحْرِيمِ بِلَا حَاجَةٍ وَقَدْرَ عَلَى إزَالَتِهِ لَزِمَتْهُ ، وَإِلَّا فَلَا .فَإِذَا فُعِلَ بِهِ فِي صِغَرِهِ أَوْ فَعَلَهُ مُكْرَهًا أَوْ جَاهِلًا بِالتَّحْرِيمِ أَوْ لِحَاجَةٍ وَخَافَ مِنْ إزَالَتِهِ مَحْذُورَ تَيَمُّمٍ فَلَا تَلْزَمُهُ إزَالَتُهُ وَصَحَّتْ صَلَاتُهُ وَإِمَامَتُهُ ، وَعُلِمَ مِنْ ذَلِكَ أَنَّ مَنْ فَعَلَ الْوَشْمَ بِرِضَاهُ فِي حَالِ تَكْلِيفِهِ ، وَلَمْ يَخَفْ مِنْ إزَالَتِهِ مَحْذُورَ تَيَمُّمٍ مَنَعَ ارْتِفَاعَ الْحَدَثِ عَنْ مَحَلِّهِ لِتَنَجُّسِهِ وَإِلَّا عُذِرَ فِي بَقَائِهِ مُطْلَقًا وَحَيْثُ لَمْ يُعْذَرْ فِيهِ وَلَاقَى مَاءً قَلِيلًا أَوْ مَائِعًا أَوْ رَطْبَا نَجَّسَهُ ، كَذَا أَفْتَى بِهِ الْوَالِدُ شَرْحُ م ر .

Tatto ialah tanda pada tubuh yang dihasilkan dengan cara menusukkan jarum pada tubuh hingga mengeluarkan darah kemudian meninggalkan warna membiru atau menghijau dari bekas tusukan jarum tersebut.Hukum menghilangkan tatto bila dilakukan saat seseorang sudah mukallaf (dewasa dan berakal), tidak dipaksa, tahu keharamannya, tanpa kepentingan, bisa dihilangkan maka wajib menghilangkannya, bila tidak maka tidak wajib.Maka bila dilakukan saat ia masih kecil, dipaksa, tidak tahu keharamannya, karena ada keperluan, khawatir timbul bahaya yang hingga diperbolehkan baginya tayaammum maka tidak wajib menghilangkannya dan sahlah shalat serta menjadikan imam dia.Dengan demikian dapat disimpulkan, bahwa orang yang menjalaninya setelah ia mukallaf atas dasar kerelaan, tidak menimbulkan bahaya saat menghilangkannya dengan bahaya yang memperkenankan menjalani tayammum maka terhalanglah hilangnya hadats dari tempat dari anggauta tubuh yang ditatto karena kenajisannya, bila tidak dalam ketentuan diatas (mukallaf atas dasar kerelaan, tidak menimbulkan bahaya saat menghilangkannya dengan bahaya yang memperkenankan menjalani tayammum) maka dianggap udzur keberadaannya.Keberadaan tattoo yang tidak dianggap udzur bila bertemu dengan air sedikit atau barang cair lainnya atau sesuatu yang basah dapat menjadikan kenajisannya.Bujairomi alaa al-Khothiib IV/55


📒HUKUM MENGHILANGKAN TATO
📌Dan bagi yang sudah  memakai wajib menghilangkannya sebisa mungkin bila memang tidak menimbulkan bahaya pada dirinya dengan bahaya yang dapat diperkenankan seseorang menjalani tayammum, bila khawatir menimbulkan bahaya maka tidak wajib menghilangkannya dan ia juga tidak berdosa karenanya bila memang ia telah bertaubat.

📌Ketentuan ini (wajib menghilangkannya) saat tatoo tersebut dilakukan dengan kerelaannya (tidak dipaksa) waktu ia sudah baligh/dewasa, bila terdapat sebelum dewasa atau dipaksa saat membuatnya maka tidak wajib dihilangkan.

📌Shalat dan menjadikan imam orang bertato dihukumi sah, dan tidak menjadi najis akibat semacam tangan disentuhkan pada anggauta tubuh yang terdapat tattonya.
(IQNAA’ I/139)

📌Maka dengan ketentuan tersebut, maka ibadah nya menjadi. Sah

📓 الكتاب : الإقناع في حل ألفاظ أبى شجاع 1/ 139
القول في حكم الوشم فروع: الوشم وهو غرز الجلد بالابرة حتى يخرج الدم ثم يذر عليه نحو نيلة ليزرق أو يخضر بسبب الدم الحاصل بغرز الجلد بالابرة حرام للنهي عنه، فتجب إزالته إن لم يخف ضررا يبيح التيمم، فإن خاف لم تجب إزالته ولا إثم عليه بعد التوبة، وهذا إذا فعله برضاه بعد بلوغه وإلا فلا تلزمه إزالته، وتصح صلاته وإمامته ولا ينجس ما وضع فيه يده مثلا إذا كان عليها وشم. 

📒WUDHU DAN SHOLATNYA ORANG YANG BERTATO ADALAH SYAH.

📓Qurratul 'Ain bifatawaa Ismail Zain. 49

سؤال . ماقولكم فيمن غرز فى أعضاء وضوءه او فى سائر بدنه بالإبرة مثلا ووضع محله نحو حبر للتلوين والتصوير فإذا التحم بعد ذلك فهل يصح وضوؤه وكذلك غسله اولا ؟ الجواب : نعم يصح وضوؤه وغسله مع كونه إثما بذلك الفعل يجب عليه التوبة وإزالته ان لم يؤد الى ضرر لأنه نوع من الوشم ففعله غير جائز ولكن الوضوء والغسل معه صحيحان للضرورة لأنه داخل الجلد ملتحم عليه فلا يمنع صحة الوضوء والغسل لكونه داخل البشرة والصلاة معه صحيحة للضرورة.

Bagiamana pendapat anda tentang orang yang menusuk pada anggota wudhunya atau disemua badannya dengan jarum misalnya, kemudian dia meletakkan tinta ditempat yang ditusuk tersebur dengan tujuan mewarnai atau melukis. Ketika merapat (tumbuh daging diatasnya) setelah itu, apakah sah wudhunya, begitu juga mandinya atau tidak ? Benar, sah wudhu dan mandinya, namun dia berdosa dengan perbuatan itu, dia wajib bertaubat, dan wajib menghilangkannya jika memang tidak mendatangkan bahaya, karena itu termasuk wasym, yang membuatnya tidak boleh, akan tetapi wudhu dan mandi dengan keduanya sah karena darurat, karena itu didalam kulit yang telah merapat (tumbuh daging diatasnya), maka tidak menghalng-halangi sahnya wudhu dan mandi karena itu didalam kulit. Shalat dengannya sah karena darurat.

📓Inaarah ad-Dujaa hal. 60
والنقاء عما منع وصول ماء جسما….وليس منه طبوع عسر زواله كوشم فيعفي عنه

Diantara syarat-syarat wudhu adalah bersih dari segala hal yang dapat mencegah sampainya air pada tubuh, dan tidak tergolong mencegah sampainya air tera yang sulit dihilangkan seperti tattoo maka hukumnya dima’fu (dimaafkan)


📒HUKUM MEMBUAT TATO SAMA DENGAN HUKUM MEMAKAI BEHEL ATAU PANGUR,  (HARAM)

📓[ Kitab Dalilul Falikhin juz 4 hal 494 ].
وَعَنْ اَبِيْ مَسْعُوْدٍ رَضِيَ اللّهُ عَنْهُ اَنَّهُ قَالَ: لَعنَ اللّهُ الْوَاشِمَاتِ وَالْمُسْتَوْشِِِمَاتِ وَالمُتَنَمِّصَاتِ وَالمُتَفَلِّجَاتِ لِلْحُسْنِ المُتَغَيِّرَاتِ خَلْقَ اللهِ, فَقَالَتْ لَهُ إِمْرَاءَةٌ فِى ذَلِكَ، فَقَالَ: وَمَا لِى لأَلْعَنُ مَنْ لَعَنَهُ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ فِى كِتَابِ اللهِ، قَال اللهٌ تَعَالَى: وَمَا آتَاكُمْ الرَسُولُ فَخُذُوه وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فانْتَهُوا. مُتَّفَقْ عَلَيْهِ

Diriwayatkan dari Ibn Mas'ud ra bahwasanya beliau telah berkata: Allah melaknat para wanita yang bertato dan para wanita yang minta ditato, para wanita yang menyuruh wanita lain untuk mencabuti bulu alisnya agar menjadi tipis dan tampak indah dan para wanita yang merenggangkan gigi mereka sedikit untuk kecantikan dan para wanita yang mengubah ciptaan Allah. Ada seorang wanita yang berkata kepada beliau dalam hal tersebut, kemudian beliau berkata: "Bagaimana aku tidak melaknat orang yang dilaknat oleh Rasulullah saw, sedangkan hal itu disebutkan dalam al Quran", Allah ta’ala berfirman: Apa saja yang rasul datangkan kepadamu, maka ambillah dan apa saja yang Rasul melarang kepada kamu sekalian, maka hentikanlah. Telah disepakati kesahihannya oleh Imam Bukhori dan Muslim.


📓 (تحفة الأحوذي بشرح الترمذي: 67/1).

ويحرم نمص (وهو نتف الشعر من الوجه)، ووَشْر (أي برد الأسنان لتحدد وتفلج وتحسن)، ووشْم (وهو غرز الجلد بإبرة حتى يخرج الدم ثم حشوه كحلاً أو نيلة ليخضر أو يزرق بسبب الدم الحاصل بغرز الإبرة)، ووصل شعر بشعر، لقوله صلّى الله عليه وسلم : «لعن الله الواشمات والمستوشمات، والنامصات والمتنمصات، والمتفلجات للحسن، المغيرات خلق الله» (3) أي الفاعلة، والمفعول بها ذلك بأمرها، واللعنة على الشيء تدل على تحريمه؛ لأن فاعل المباح لا تجوز لعنته.

(3) رواه الجماعة عن ابن مسعود، ورواه الجماعة أيضاً عن ابن عمر: «لعن الله الواصلة والمستوصلة،والواشمة والمستوشمة» وهم صحيحان (نيل الأوطار: 190/6) والواصلة: هي التي تصل شعر امرأة بشعر امرأة أخرى، لتكثر به شعر المرأة. والمستوصلة: هي التي تطلب أن يفعل بها ذلك، ويقال لها: موصولة. والوشم حرام على الفاعل والمفعول به. والمتنمصات: جمع متنمصة: وهي التي تطلب نتف الشعر من وجهها، والنامصة: المزيلة شعرها من نفسها أو من غيرها، والمتفلجات جمع متفلجة وهي التي تبرد ما بين أسنانها والثنايا والرباعيات. قال الطبري: لا يجوز للمرأة تغيير شيء من خلقتها التي خلقها الله عليها بزيادة أو نقص، التماس حسن، لا للزوج ولا لغيره، .كمن تكون مقرونة الحاجبين، فتزيل ما بينهما توهم البلج وعكسه

📓Al-Fiqh al-Islaam I/410
- وَمِنْ أَنْوَاعِ الْجِرَاحَةِ أَيْضًا مِنْ أَجْل التَّزَيُّنِ : مَا اعْتَادَهُ بَعْضُ النَّاسِ مِنَ الْوَشْمِ وَالْوَشْرِ الْوَارِدَيْنِ فِي حَدِيثِ ابْنِ مَسْعُودٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَال : قَال رَسُول اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : لَعَنَ اللَّهُ الْوَاشِمَاتِ وَالْمُسْتَوْشِمَاتِ ، (2) وَالنَّامِصَاتِ وَالْمُتَنَمِّصَاتِ ، وَالْمُتَفَلِّجَاتِ لِلْحُسْنِ الْمُغَيِّرَاتِ خَلْقَ اللَّهِ ، (1) وَفِي رِوَايَةٍ : نَهَى عَنِ الْوَاشِرَةِ (2) .
قَال الْقُرْطُبِيُّ : هَذِهِ الأُْمُورُ مُحَرَّمَةٌ ، نَصَّتِ الأَْحَادِيثُ عَلَى لَعْنِ فَاعِلِهَا ؛ وَلأَِنَّهَا مِنْ بَابِ التَّدْلِيسِ ، وَقِيل : مِنْ بَابِ تَغْيِيرِ خَلْقِ اللَّهِ تَعَالَى . (3)

(2) الوشم : أن يغرز في العضو إبرة أو نحوها حتى يسيل الدم ثم يحشي بنورة أو غيرها فيخضر . والواشمات جمع واشمة وهي : التي تشم ، والمستوشمات جمع مستوشمة وهي التي تطلب الوشم .
(1) حديث : " لعن الله الواشمات والمستوشمات . . . " أخرجه مسلم ( 3 / 1678 - ط الحلبي ) من حديث عبد الله بن مسعود رضي الله عنه ، وفي رواية : نهى عن الواشرة . أخرجه أحمد في مسنده وصححه أحمد شاكر . ( المسند 6 / 22 - ط المعارف ) .
(2) والوشر : أن تحد الأسنان بمبرد ليتباعد بعضها عن بعض قليلا تحسينا لها .
(3) تفسير القرطبي 5 / 392 ، 393 ، وفتح الباري 10 / 372 .


📓Al-Mausuu’ah al-Fiqhiyyah XI/273
( تتمة ) تجب إزالة الوشم وهو غرز الجلد بالإبرة إلى أن يدمى ثم يذر عليه نحو نيلة فيخضر لحمله نجاسة هذا إن لم يخف محذورا من محذورات التيمم السابقة في بابه أما إذا خاف فلا تلزمه الإزالة مطلقا
وقال البجيرمي إن فعله حال عدم التكليف كحالة الصغر والجنون لا يجب عليه إزالته مطلقا وإن فعله حال التكليف فإن كان لحاجة لم تجب الإزالة مطلقا وإلا فإن خاف من إزالته محذور تيمم لم تجب وإلا وجبت ومتى وجبت عليه إزالته لا يعفى عنه ولا تصح صلاته معه
ثم قال وأما حكم كي الحمصة فحاصله أنه إن قام غيرها مقامها في مداواة الجرح لم يعف عنها ولا تصح الصلاة مع حملها وإن لم يقم غيرها مقامها صحت الصلاة ولا يضر انتفاخها وعظمها في المحل ما دامت الحاجة قائمة وبعد انتهاء الحاجة يجب نزعها فإن ترك ذلك من غير عذر ضر ولا تصح صلاته  اه

Wallohua'lam bishowwab
Diskusihukumfiqh212.blogspot.com

HUKUM SEPUTAR BANK

KESIMPULAN TEAM DHF
HUKUM SEPUTAR TENTANG BANK
__________________
Hukum Mengambil Bunga Bank Dari Hasil Tabungan

📌Hukum asal segala sesuatu transaksi yang berkaitan dengan BANK adalah HARAM,  hal ini yang menjadi pendapat mayoritas ulama , karna mengandung unsur-unsur ribawi.

Namun ada beberapa khilafiyah ulama dgn bbrpa ketentuan dan syarat.

📌Ada beberapa  catatan penting menurut pendapat fuqaha'

Yang mana sebagian ulama fuqoha mengatakan boleh mengambil bunga BANK dari hasil tabungan,  namun UANG nya di fungsikan untuk di tasarrufkan/ digunakan  untuk kemaslahatan ummat,  tidak boleh di gunakan untuk pribadi.

📌Berikut rincian detailnya:
🖊Untuk Jawaban Sub A

Hukum bunga bank Khilaf, Ada yang menghukumi Haram, Halal dan Syubhat..

📖Hukum menyimpan uang di bank bisa diperinci sebagai berikut :

>> Jika bertujuan mendapatkan bunga, seperti tidak mau untuk menyetorkan uang kecuali jika mendapatkan bunga, maka ulama’ sepakat hukumnya haram karena tergolong riba. Allah SWT berfirman :

الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبَا لَا يَقُومُونَ إِلَّا كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوا إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبَا وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا فَمَنْ جَاءَهُ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّهِ فَانْتَهَى فَلَهُ مَا سَلَفَ وَأَمْرُهُ إِلَى اللَّهِ وَمَنْ عَادَ فَأُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ

“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.” (Q.S Al-Baqarah / 275).

>> Jika bertujuan keamanan, tanpa ada keinginan mendapatkan bunga, maka hukumnya boleh.

Namun perlu diperhatikan, bahwa kegiatan bank dalam mengembangkan setoran nasabah tidak terlepas dari unsur riba walaupun masih ada kegiatan lain yang halal menurut syari’at. Karena itu jika benar-benar uang simpanan kita digunakan untuk kegiatan yang bersifat riba berarti kita telah membantu bank melakukan hal yang haram, sedangkan membantu perbuatan dosa adalah sama dengan berbuat dosa. Dengan alasan ini, haram menyimpan uang di bank. Hendaknya menghindari bermu’amalah dengan bank, kecuali dalam keadaan yang sangat mendesak seperti tidak adanya tempat untuk menyimpan yang aman selain bank atau tidak bisa menjalankan usahanya kecuali dengan perantara bank, maka diperbolehkan.

Transfer uang via bank hukumnya boleh dan bisa dikategorikan dua akad:

Pertama, termasuk akad hawalah (pemindahan hutang) dengan pengirim sebagai muhil, bank sebagai muhal alaih, dan penerima sebagai muhtal apabila ada transaksi pembayaran dari pengirim ke penerima.

Kedua, bank berstatus sebagai pihak yang diamanati untuk menyampaikan uang pada penerima. Bank boleh menggunakan uang tersebut dan mengambil keuntungan dengan uang itu dengan syarat mendapatkan izin dari pihak pengirim. Uang kiriman di sini disamakan dengan hutang (qord) bank pada pengirim, karena itu bank harus melunasinya kepada orang yang dituju pengirim (penerima). Kategori kedua ini bank dinyatakan sebagai domin.

Menggunakan ATM hukumnya mengacu pada penyimpanan uang di bank dikarenakan pengguna ATM harus menanam tabungan terlebih dahulu. Adapun transfer dengan setoran tunai, maka boleh dengan catatan tidak terjadi riba. Dan uang yang bercampur dengan uang riba di bank tidak dihukumi haram. Hutang kepada bank karena ada unsur riba dinyatakan haram tanpa pengecualian (darurat atau tidak).

Pegawai bank dan penerima hadiah dari bank, hukumnya sebagaimana bermu’amalah dengan orang yang kebanyakan hartanya haram, perinciannya sebagai berikut :

* Haram, jika mengetahui dengan yakin bahwa barang yang diterima dari bank adalah hasil riba.

* Makruh, jika ragu-ragu akan kehalalan dan keharamannya.

>> Namun menurut pendapat Imam Al-Ghozali haram secara mutlak. Oleh karena itu, jika ada pekerjaan yang lain maka itu lebih selamat.

REFERENSI :

📓بغية المسترشدين ص: 7 دار الفكر

يحرم على المفتى التساهل فى الفتيا وسؤال من عرف بذلك إما لعدم التثبت و المسارعة فى الجواب او لغرض فاسد كتتبع الحيل ولو مكروهة و التمسك بالشبه للترخيص على من يرجو نفعه و التعسي ر على ضده نعم إن طلب حيلة لا شبهة فيها ولا تجر الى مفسدة بل ليتخلص بها السائل عن نحو اليمين فى نحو الطلاق فلا بأس بل ربما يندب. أهـ

📓بغية المسترشدين ص: 7 دار الفكر

(مسئلة ي) لايحل لعالم ان يذكر مسئلة لمن يعلم انه يقع بمعرفتها في تساهل في الدين ووقوع في مفسدة اذ العلم إما نافع كالواجبات العينية يجب ذكره لكل أحد او ضار كالحيل المسقطة للزكاة وكل ما يوافق الهوى ويجلب حطم الدنيا لايجوز ذكره لمن يعلم انه يعمل به او يعلمه لمن يعمل به او فيه ضرر ونفع فإن ترجحت منافعه ذكره وإلا فلا . اهـ

📓أداب العالم والمتعلم ص : 59-60

والثانى عشر أن يجتنب موضع التهم وإن بعدت فلا يفعل شيئا يتضمن نقص مرؤة ويستنكر ظاهرا وإن كان جائزا باطنا فإنه يعرض نفسه للتهمة وعرضه للوقيعة ويوقع الناس فى الظنون المكروهة وتأثيم الوقيعة فإن اتفق شىء من ذلك لحاجة أو نحوها أخبر من شاهده بحكمه وعذره ومقصوده كيلا يأثم بسببه أو ينفر عنه فلا ينتفع بعلمه وليس يفيد الجاهل به.

📓إعانة الطالبين الجزء الثالث ص: 53

(قوله ولا يكره للمقرض أخذه) أي الزائد (قوله كقبول هديته ) أي كما أنه لا يكره له قبول هدية المقترض قال في النهاية نعم الأولى كما قاله الماوردي تنزهه عنها قبل رد البدل اه (قوله ولو في الربوي ) غاية لعدم الكراهةأي لا يكره أخذ الزائد ولو وقع القرض في الربوي كالنقد (قوله والأوجه أن المقرض يملك الزائد إلخ )أي ولو كان متميزا كأن اقترض دراهم فردها ومعها نحو سمن (قوله لفظ) أي إيجاب وقبول (قوله لأنه وقع تبعا) علة لكون الزائد يملك لفظ أي وإنما يملك كذلك لأنه تابع للشيء المقترض (قوله وأيضا فهو) أي الزائد (وقوله يشبه الهدية) أي وهي تملك لفظ (قوله وأن المقترض إلخ ) معطوف على أن المقرض أي والأوجه أن المفترض إذا دفع زائدا عما عليه ثم ادعى أنه دفعه ظانا أن هذا الزائد من جملة الدين فإنه يحلف ويرجع بالزائد الذي دفعه وعبارة ع ش ويصدق الآخذ في كون ذلك هدية لأن الظاهر معه إذ لو أراد الدافع أنه إنما أتى به ليأخذ بدله لذكره ومعلوم مما صورناه به أنه رد المقرض والزيادة معا ثم ادعى أن الزيادة ليست هدية فيصدق الآخذ أما لو دفع إلى المقرض سمنا أو نحوه مع كون الدين باقيا في ذمته وادعى أنه من الدين لا هدية فإنه يصدق الدافع في ذلك اهـ وهي تفيد أنه لا يصدق الدافع إلا في الصورة الثانية فقط (قوله حلف) جواب إذا (وقوله ورجع فيه) أي الزائد (قوله وأما القرض بشرط إل)خ محترز قوله بلا شرط في العقد (قوله جر نفع لمقرض) أي وحده أو مع مقترض كما في النهاية قوله ففاسد قال ع ش ومعلوم أن محل الفساد حيث وقع الشرط في صلب العقد أما لو توافقا على ذلك ولم يقع شرط في العقد فلا فساد اهـ والحكمة في الفساد أن موضوع القرض الإرفاق فإذا شرط فيه لنفسه حقا خرج عن موضوعه فمنع صحته (قوله جر منفعة) أي شرط فيه جر منفعة (قوله فهو ربا) أي ربا القرض وهو حرام (قوله وجبر ضعفه) أي أن هذا الخبر ضعيف ولكن جبر ضعفه أي قوى ضعفه مجيء معناه أي الخبر وهو أن شرط جر النفع للمقرض مفسد للقرض وعبارة النهاية وروي أي هذا الخبر مرفوعا بسند ضعيف لكن صحح الإمام والغزالي رفعه وروي البيهقي معناه عن جمع من الصحابة اهـ (قوله ومنه القرض إلخ ) أي ومن ربا القرض القرض لمن يستأجر ملكه (وقوله أي مثل)ا راجع للاستئجار يعني أن الاستئجار ليس قيدا بل مثالا ومثله القرض لمن يشتري ملكه بأكثر من قيمته (وقوله لأجل القرض) علة للاستئجار بأكثر من قيمته (قوله وجاز لمقترض نفع الخ ) قال في فتح الجواد : والأوجه ان الإقراض ممن تعود الزيادة بقصدها مكروه . اهـ

📓إعانة الطالبين الجزء الثالث ص: 53

وأما القرض بشرط جر نفع لمقرض ففاسد لخبر كل قرض جر منفعة فهو ربا وجبر ضعفه مجيء معناه عن جمع من الصحابة ومنه القرض لمن يستأجر ملكه أي مثلا بأكثر من قيمته لأجل القرض إن وقع ذلك شرطا إذ هو حينئذ حرام إجماعا وإلا كره عندنا وحرام ثم كثير من العلماء قاله السبكي

(قوله جر نفع لمقرض) أي وحده أو مع مقترض كما في النهاية (قوله ففاسد) قال ع ش ومعلوم أن محل الفساد حيث وقع الشرط في صلب العقد أما لو توافقا على ذلك ولم يقع شرط في العقد فلا فساد اهـ والحكمة في الفساد أن موضوع القرض الإرفاق فإذا شرط فيه لنفسه حقا خرج عن موضوعه فمنع صحته . اهـ

📓بغية المسترشدين ص: 186 دار الفكر

(مسئلة ب ) مذهب الشافعي ان مجرد الكتابة في سائر العقود والإخبارات والإنشائات ليس بحجة شرعية فقد ذكر الأئمة ان الكتابة كناية فتنعقد بها الوصية مع النية ولو من ناطق ولا بد من الإعتراف بها يعني النية منه أو من وارثه وحينئذ فمجرد خط الميت بنحو نذر وطلاق ووصية لا يترتب عليه حكم . اهـ

📓فتح المعين – (ج 3 / ص 64)

(و) جاز لمقرض (نفع) يصل له من مقترض، كرد الزائد قدرا أو صفة، والاجود في الردئ (بلا شرط) في العقد، بل يسن ذلك لمقترض، لقوله (ص): إن خياركم: أحسنكم قضاء ولا يكره للمقرض أخذه، كقبول هديته، ولو في الربوي.والاوجه أن المقرض يملك الزائد من غير لفظ، لانه وقع تبعا، وأيضا فهو يشبه الهدية، وأن المقترض إذا دفع أكثر مما عليه، وادعى أنه إنما دفع ذلك ظنا أنه الذي عليه: حلف، ورجع فيه.وأما القرض بشرط جر نفع لمقرض ففاسد، لخبر كل قرض جر منفعة، فهو ربا وجبر ضعفه: مجئ معناه عن جمع من الصحابة.

📓إعانة الطالبين – (ج 3 / ص 65)

(قوله: وأما القرض بشرط إلخ) محترز قوله بلا شرط في العقد.(قوله: جر نفع لمقرض) أي وحده، أو مع مقترض – كما في النهاية – (قوله: ففاسد) قال ع ش: ومعلوم أن محل الفساد حيث وقع الشرط في صلب العقد.أما لو توافقا على ذلك ولم يقع شرط في العقد، فلا فساد.اه.والحكمة في الفساد أن موضوع القرض: الارفاق، فإذا شرط فيه لنفسه حقا: خرج عن موضوعه فمنع صحته.(قوله: جر منفعة) أي شرط فيه جر منفعة.(قوله: فهو ربا) أي ربا القرض، وهو حرام

📓الأشباه والنظائر – (ج 1 / ص 175)

الْمَبْحَثُ الثَّالِثُ الْعَادَةُ الْمُطَّرِدَةُ فِي نَاحِيَةٍ ، هَلْ تُنَزَّلُ عَادَتُهُمْ مَنْزِلَةَ الشَّرْطِ ، فِيهِ صُوَرٌ مِنْهَا : لَوْ جَرَتْ عَادَةُ قَوْمٍ بِقَطْعِ الْحِصْرِمِ قَبْلَ النُّضْجِ ، فَهَلْ تُنَزَّلُ عَادَتُهُمْ مَنْزِلَةَ الشَّرْطِ حَتَّى يَصِحَّ بَيْعُهُ مِنْ غَيْرِ شَرْطِ الْقَطْعِ .وَجْهَانِ ، أَصَحُّهُمَا : لَا وَقَالَ الْقَفَّالُ : نَعَمْ .وَمِنْهَا : لَوْ عَمَّ فِي النَّاسِ اعْتِيَادُ إبَاحَةِ مَنَافِعِ الرَّهْنِ لِلْمُرْتَهِنِ فَهَلْ يُنَزَّلُ مَنْزِلَةَ شَرْطِهِ حَتَّى يَفْسُدَ الرَّهْنُ ، قَالَ الْجُمْهُورُ : لَا ، وَقَالَ الْقَفَّالُ : نَعَمْ .وَمِنْهَا : لَوْ جَرَتْ عَادَةُ الْمُقْتَرِضِ بِرَدِّ أَزْيَدَ مِمَّا اقْتَرَضَ ، فَهَلْ يُنَزَّلُ مَنْزِلَةَ الشَّرْطِ ، فَيَحْرُمُ إقْرَاضُهُ وَجْهَانِ ، أَصَحُّهُمَا : لَا .

Ibaroh dukungan

قولہ, والکتابۃ الخ ومثلہا خبر السلک المحدث فی ھذہ الأزمنۃ فالعقد بہ کنایۃ فیما یظہر,قولہ والکتابۃ کنایۃ ظاھرہ ولو فی حق الأخرس اھ سم /حواشی الشروانی9 والعبادی 4,247

ھل یجوز ایداع الأموال للضرورۃ0 أوالحاجۃ فی بنوک ربویۃ ثم أخذ فوائدھا والتصدق بہا؟ایداع الأموال فی البنوک الربویۃ للضرورۃ أوالحاجۃ جائز مع الکراھۃ بسبب عدم توافر الأمان فی المنازل فی أغلب البلاد ووجود مخاطرمن تکدیس الأموال فی البیوت لتعرضہا للسرقۃ لکن ایداع المال بفائدۃ یجعل العقد فاسدا فضلا عن حرمۃ الفائدۃ فتکون الفائدۃ خبیثۃ من جہتین,فساد العقد وکون الفائدۃ الربویۃ حراما شرعا,وأری خلافا لمن أفتی بأخذھذہ الفوائد والتصدق بہا دون حسبانہا من مال الزکاۃ او تسدید ضرائب منہا للدولۃ ینتفع بہا أوشراء محروقات بہا کل ذلک لایجوز تنزھا عن الحرام ولأن للمال اغراء وھذا واقع فعلا فاذا رأی الانسان المال الکثیر وبیدہ أخذہ وانتفع بہ واذا تصدق بہ وھو الواجب لان المال الحرام سبیلہ التصدق علی رأی من یجیز فلاثواب للمتصدق اھ/فتاوی معاصرۃ للشیخ وھبۃ الزحیلی 99

الی ان قال لکن علی ای حال یجب أخذ ھذہ الفوائد وعدم ترکہا لہم علی أن تصرف للفقراء أوالمصالح العامۃ فی البلاد الاسلمیۃ من تعبید الطرق وبناء المدارس والمشافی والانفاق علی طلاب العلم لاأن یأخذ المودع ویضمہا الی مالہ فہی مال حرام سبیلہ التصدق بہ

البنوك الربوية مؤسسات قامت على معصية هي من كبائر الذنوب ، وهي الربا ، فلا يجوز لأحدٍ من المسلمين إعانتها بشيء يقويها على عملها ، ولا يجوز لأحدٍ أن يكون موظفاً فيها ، ولو في قسم لا يباشر الربا المحرَّم ؛ لأن المؤسسة تقوم على جميع موظفيها ، وكافة أقسامها، وفي ذلك دعاية لها وتقوية لها ، ومساعدة لها على التعامل بالربا .

وقد سئل علماء اللجنة الدائمة للإفتاء :

هل يجوز للإنسان العمل في بنك يتعامل بالربا ، مع أنه لا يقوم في البنك بعمل ربوي ، ولكن دخل البنك الكلي ربا ؟ .

فأجابوا :

"لا يجوز لمسلم أن يعمل في بنك تعاملُه بالربا ، ولو كان العمل الذي يتولاه ذلك المسلم في البنك غير ربوي ؛ لتوفيره لموظفيه الذين يعملون في الربويات ما يحتاجونه ، ويستعينون به على أعمالهم الربوية ، وقد قال تعالى : ( وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ )" انتهى

Wallahu'alam bishawab
Diskusihukumfiqh212.blogspot.com

MEMAKAI CELAK SAAT PUASA

KESIMPULAN TEAM DHF HUKUM MEMAKAI CELAK MATA SAAT BERPUASA ----------------------------- 📝 PERTANYAAN: assalamu'alaikum Bagaimana ...