Label

Kamis, 05 Oktober 2017

SEPUTAR SHOLAY JAMAAH DI MASJID YANG BERTINGKAT

KESIMPULAN TEAM MUSYAWWIRIN DHF
==================================
SEPUTAR SHOLAT JAMAAH DI MASJID YANG BERTINGKAT

HUKUM SHOLAT JAMAAH BILA IMAM DI LANTAI BAWAH DAN MAKMUM DI LANTAI ATAS

Sholat jamaah yang mana imam berada di lantai bawah dan makmum berada di lantai atas, apabila makmum mengetahui atau mendengar bacaan atau gerakan imam maka sholat nya syah

Syaikh Nawawi al-Bantani didalam Nihayatuz Zain menerangkan :

والثالثُ (عِلمٌ بِنتِقَا لاَتِ اِمَامٍ) بِرُؤ يةِ صَفِّ اَو بَعضِهِ اَو سِمَا عِ صَو تِهِ

"Dan yang ketiga dari syarat-syarat makmum adalah mengetahui perpindahan-perpindahan imam (dari satu rukun ke rukun lain) dengan melihat imam tersebut atau melihat shaf di mukanya atau melihat sebagian dari shaf atau mendengar suara imam".

(فَاءِن كَانَ فِي مَسجِدٍ ) فَالمَدَارُ عَلَى العِلمِ بِا لاِْ نْتِقَالاَتِ بِطَرِيْقٍٍ مِنَ الطُرُقِ الْمُتَقَدَّ مَةِ وَحِنَئِدٍ (صّحَّ الاِقْتِدَأُ )…وَلَوْ كَانَ اَ حَدُهُمَا بِعُلُوِّ كَسَطْحِ المَسْجِدِ اَوْ مَنَا رَتِهِ وَالاَ خَرُ بِسُفْلٍ كَسَرَادِبِهِ اَوْبِئْرٍ فِيْهِ لاَيَضُرُّ.

"Maka jika keduanya (imam dan makmum) berada di sebuah masjid, maka yang menjadi pokok pembahasan atas pengetahuan dengan perpindahan-perpindahan adalah dengan salah satu cara dari cara-cara yang telah disebutkan. Dan pada saat itu, maka sah mengikuti imam… Dan andaikata salah seorang diantara keduanya (makmum dan imam) berada di atas seperti loteng masjid atau menaranya, sedang yang lain berada di bawah seperti bangunan bawah tanah tersebut, maka hal itu tidak merusak keabsahan bermakmum".

#BILA MAKMUM MELIHAT GERAKAN IMAM MELALUI MONITOR ATAU PENGERAS SUARA

Bila imam di lantai bawah dan makmum di lantai atas, lalu melihat gerakan imam melalui tv/monitor misalnya, itupun syah.

Al Imam Nawawi dalam kitabnya Al Majmu' Syarah Al Muhadzzab jilid 4 halaman 134, menghikayatkan ijma' ulama tentang masalah ini, kesimpulannya adalah sebagai berikut :

اذا تباعدت الصفوف عن الامام وكانت الصلاة فى المسجد صح الاقتداء اذا علم المأموم صلاة الامام سواء حال بينهما حائل أم لا وسواء قربت المسافة بينهما أم بعدت لكبر المسجد وسواء اتحد البناء ام اختلف كصحن المسجد وصفته وسرداب فيه وبئر مع سطحه وساحته ، فى كل هذه الصور وما أشبهها تصح الصلاة اذا علم صلاة الامام ولم يتقدم عليه سواء كان المأموم أعلى من الامام  أو أسفل منه ولا خلاف فى هذا  ونقل أصحابنا فيه اجماع المسلمين

Artinya : Apabila shaf itu jauh dari imam dan shalatnya di masjid, maka shah pengikutan itu , bila ma'mum mengetahui akan shalatnya imam . sama saja apakah terhalang oleh penghalang antara keduanya atau tidak, sama saja apakah jarak keduanya dekat atau jauh karena besarnya masjid, sama saja, apakah sama ruangan ma'mum dan imam  atau  berbeda, seperti bagian tengan masjid, atau terasnya, atau grounnya dan sumurnya, serta ruangan ruangan atasnya dan halaman atasnya. Pada gambaran-gamabaran ini dan seumpamanya, maka sah shalat itu bila ma'mum mengetahui shalatnya imam dan tidak mendahului barisannya atas imam. Sama ada ma'mum itu lebih tinggi dari imam atau di bawah. Dan tidak ada perbedaan pendapat dikalangan ulama tentang masalah ini. Dan para ashab syafi'I menukilkan akan adanya ijma'ulama muslimin tentang masalah ini.

Tersebut dalam kitab Al Yaqut An Nafiis, karya  As Syeikh Sayyid Ahmad bin Umar As Syathry Al Husainy , hal 46 sebagai berikut :

وأن يعلم انتقالات إمامه [بأن يراه أو يرى بعض المأمومين أو يسمع صوتا ولو من مبلغ ولو غير مصل] وأن يجتمعا فى مسجد [وإن بعدت المسافة وحالت الأبنية لكن بشرط إمكان المرور العادى من كل من محليهما الى الآخر ولو بازورار وانعطاف ]

Artinya : Dan diantara syarat sah berjama'ah yaitu, hendaklah ma'mum mengetahui pindah-pindahnya imam dari satu rukun ke rukun yang lainnya. Ma'mum mengetahuinya dengan cara ia melihat sendiri, atau melihat sebagian ma'mum, atau mendengar suara, meskipun dari muballigh dan meskipun muballignya itu tidak shalat. Dan diantara syarat sah berjama'ah yaitu, hendaklah keduanya (ma'mum dan Imam) berkumpul dalam satu masjid. Meskipun jaraknya jauh dan terhalang oleh bangunan-bangunan (seperti yang satu pada lantai bawah dan yang satunya pada lantai atas) tetapi dengan syarat dimungkinkan berjalan yang bangsa adat dari tiap-tiap satu dari keduanya menuju yang lainnya, walaupun dengan berputar dan berbelok) dari arah kiblat.

Dan juga tersebut dalam kitab Faydhul Ilaahil Maalik karya Al Allamah Sayyid Umar Barkat bin Sayyid  Muhammad Barkat As Syamy, Juz I  halaman 172 Sebagai berikut :

ومتى اجتمع الإمام والمأموم فى مسجد صح الإقتداء مطلقا وإن تباعدا أو اختلف البناء مثل أن يقف احدهما فى السطح والآخر فى بئر فى المسجد وإن أغلق باب السطح لكن يشترط العلم بانتقالات الإمام إما بمشاهدته أو سماع مبلغ

Artinya : Manakala berkumpul imam dan ma'mum di masjid, maka sah berma'mum secara mutlak, meskipun jauh keduanya ataupun meskipun berbeda ruangannya, seprti berdiri salah satu keduanya di atas dan yang lainnya di sumur masjid, meskipun terkunci pintu yang atas, akan tetapi disyaratkan mengetahui pindah-pindahnya imam (dari satu rukun ke rukun yang lainnya). Adakalanya dengan melihat baginya, atau mendengar suara muballigh.

Dan juga tersebut dalam kitab Fathul Mu'in, karya Syeikh Zainuddin Al Malibary halaman 36 sebagai berikut :

ومنها علم بانتقال إمام برؤية له او لبعض صف او سماع لصوته او صوت مبلغ ثقة ، ومنها اجتماعهما اي الامام والمأموم بمكان كما عهد عليه الجماعات فى العصر الخالية ، فان كانا بمسجد... صح الإقتداء به وان زادت المسافة بينهما على ثلاثمائة ذراع او اختلفت الأبنية بخلاف من ببناء فيه لا ينفذ بابه اليه بأن سمر أو كان سطحا لا مرقى له منه فلا تصح القدوة حينئذ

Artinya : Dan diantara syarat sah berma'mum, yaitu mengetahui pindah-pindahnya imam dari satu rukun ke rukun yang lainnya. dengan cara melihat sendiri baginya, atau melihat sebagian shaf, atau mendengar suara imam, atau suara muballigh yang kepercayaan. Dan diantara syarat sah berma'mum, yaitu berkumpul kedua ma'mum dan imam pada tempat sebagaimana telah diketahui atasnya berjama'ah pada masa-masa yang lampau. Kalau kedua imam dan ma'mum itu berada dalam satu masjid …. Maka sah berma'mum, meskipun jarak antara keduanya melebihi 300 hasta dan meskipun berbeda-beda ruangannya. Lain halnya orang yang berada pada ruangan  masjid yang tidak tembus pintu ruangan itu ke masjid dengan dipaku pintunya itu, atau adalah ma'mum itu di tingkat atas yang tidak ada tangga penghubung padanya, maka tidak sah berma'mum, karena tidak berhimpun ketika itu.

Dari sinilah dapat diambil faham, bahwa bila ma'mum berkumpul dengan imam di masjid, si ma'mum di lantai atas dan imam di lantai bawah atau sebaliknya dan masih terdengar suara imam, dan ada tangga penghubung antara lantai satu dan atas maka mengikutnya ma'mum kepada imam hukumnya sah karena masih dikatakan berkumpul dengan imam ketika itu.

Dan juga tersebut dalam kitab Nihayatuzzein, Karya Syeikh Nawawi bin Umar al Bantani, halaman 122 sebagai berikut :

(فان كانا بمسجد) فالمدار على العلم بالانتقالات بطريق من الطرق المتقدمة ، وحينئذ  (صح الإقتداء) وان بعدت المسافة بينهما وزادت على ثلاثمائة ذراع ، ولا بد من إمكان الوصول الى الإمام ولو بازورار وانعطاف  ... ولو كان احدهما بعلو كسطح المسجد أو منارته والآخر بسفل كسردابه أوبئر فيه لا يضر

Artinya : Maka kalau keduanya ( imam dan ma'mum) itu berada dalam satu masjid, maka patokannya atas mngtahui pindah-pindahnya imam dari satu rukun ke rukun yang lainnya deengan satu cara dari cara-cara yang terdahulu. Ketika itu, maka sah berma'mum, meskipun jarak antara keduanya jauh dan lebih dari 300 hasta. Dan tak dapat tidak daripada penghubung ma'mum agar bisa sampai kepada imam,  meskipun berputar dan berbelok. …. Kalau salah satu keduanya di ruangan atas seperti loteng masjid atau menaranya dan yang satunya di ruangan bawah seperti bangunan dibawah tanah atau sumur yang di area masjid makahukumnya tidak mengapa.yakni sah. berma'mumnya.

# Jarak yg disyaratkan mengenai posisi imam dan ma’mum dalam shalat. Ada tiga kriteria dalam posisi batas maskimal antara imam dan ma’mum

“الأول: إذا كانا في مسجد، صح الاقتداء، قربت المسافة بينهما أم بعدت لكبر المسجد، وسواء اتحد البناء أم اختلف، كصحن المسجد، وصفته، أو منارته وسرداب فيه، أو سطحه وساحته، بشرط أن يكون السطح من المسجد، فلو كان مملوكاً، فهو كملك متصل بالمسجد، وقف أحدهما فيه، والآخر في المسجد. وسيأتي في القسم الثالث إن شاء الله تعالى. وشرط البناءين في المسجد، أن يكون باب أحدهما نافذاً إلى الآخر. وإلا، فلا يعدان مسجداً واحداً. وإذا حصل هذا الشرط، فلا فرق بين أن يكون الباب بينهما مفتوحاً، أو مردوداً مغلقاً، أو غير مغلق. وفي وجه ضعيف: إن كان مغلقاً، لم يجز الاقتداء. ووجه مثله فيما إذا كان أحدهما على السطح، وباب المرقى مغلقاً. ولو كانا في مسجدين، يحول بينهما نهر، أو طريق، أو حائط المسجد من غير باب نافذ من أحدهما إلى الآخر، فهو كما إذا وقف أحدهما في مسجد، والآخر في ملك. وسيأتي إن شاء الله تعالى. وإن كان في المسجد نهر، فإن حفر النهر بعد المسجد، فهو مسجد فلا يضر، وإن حفر قبل مصيره مسجداً، فهما مسجدان غير متصلين. قال الشيخ أبو محمد: لو كان في جوار المسجد مسجد آخر منفرد بإمام، ومؤذن، وجماعة، فلكل واحد مع الآخر حكم الملك المتصل بالمسجد. وهذا كالضابط الفارق بين المسجد والمسجدين. فظاهره يقتضي تغاير الحكم، اذا انفرد بالأمور المذكورة، وإن كان باب أحدهما نافذاً إلى الآخر"

Sebagaimana yang tersebut diatas bahwa kriteria pertama adalah ketika imam dan ma’mum tersebut berada di masjid maka tidak ada permasalahan mengenai berapa batasan jarak yang pasti antara imam dan ma’mum, boleh dekat ataupun jauh. Misalnya saja imam berada di dalam amsjid sedangkan ma’mum berada di menara masjid. Akan tetapi dengan syarat bahwa tidak ada yang menghalangi antara imam dan ma’mum atau adanya sebuah jalan yang terbuka yang menghubungkan antara imam dan ma’mum. Ketika jalan tersebut tertutup maka meskipun dalam satu masjid maka tetap tidak sah.

Sedang untuk kriteria Kedua adalah ketika imam dan ma’mum tidak berada dalam masjid akan tetapi bangunan lain maka ada dua macam . macam yang pertama adalah ketika sahalat berjama’ah tersebut berada dalam rumah yang luas atau padang pasir maka jarak maksimal antara imam dan shaf yang pertama tidak boleh lebih dari 300 dzira’ ada dua pendapat mengenai hal ini. Ada yang mengatakan batas ini adalah batas maksimal. Artinya ketika lebih dari batas tersebut maka shalat jama’ahnya tidak sah. Ada pula pendapat yang mengatakan bahwa batas ini adalah batas kira-kira. Sedangkan untuk macam yang kedua adalah ketika shalat jama’ah tersebut dilaksanakan di tempat selain tempat tersebut diatas seperti contohnya di halaman rumah maka batas maksimal imam dengan ma’mum adalah 3 dzira’ dan psosisi ma’mum bsioa dibelakang imam pas, atau agak menyamping kiri atau menyamping kanan.

Jika agak menyamping Al Qaffal mengharuskan adanya pertemuan shaf antara banguna yang ditenpati imam dan yang ditempati ma’mum.

An nawawi menyebutnya

“الحال الثاني: أن يكون في غير مسجد، وهو ضربان

أحدهما: أن يكون في فضاء فيجوز الاقتداء، بشرط أن لا يزيد ما بينهما على ثلاث مائة ذراع تقريباً على الأصح. وعلى الثاني: تحديد. والتقريب مأخوذ من العرف على الصحيح، وقول الجمهور. وعلى الثاني: مما بين الصفين في صلاة الخوف. ولو وقف خلف الإمام صفان، أو شخصان، أحدهما وراء الآخر، فالمسافة المذكورة تعتبر بين الصف الأخير، أو الصف الأول، أو الشخص الأخير والأول، ولو كثرت الصفوف، وبلغ ما بين الإمام والاخير فرسخاً، جاز.

الضرب الثاني: أن يكونا في غير فضاء فإذا وقف أحدهما في صحن دار أو صفتها والآخر في بيت، فموقف المأموم، قد يكون عن يمين الإمام أو يساره، وقد يكون خلفه. وفيه طريقتان. إحداهما: قالها القفال وأصحابه، وابن كج، وحكاها أبو علي في «الافصاح» عن بعض الأصحاب: أنه يشترط فيما إذا وقف من أحد الجانبين، أن يتصل الصف من البناء الذي فيه الامام، إلى البناء الذي فيه المأموم، بحيث لا تبقى فرجة تسع واقفاً؛ فإن بقيت فرجة لا تسع واقفاً، لم يضر على الصحيح. ولو كان بينهما عتبة عريضة تسع واقفاً، اشترط وقوف مصلّ فيها وإن لم يمكن الوقوف عليها، فعلى الوجهين في الفرجة اليسيرة. وأما إذا وقف خلف الإمام، ففي صحة الاقتداء وجهان. أحدهما: البطلان. وأصحهما: الجواز إذا اتصلت المصفوف وتلاحقت. ومعنى اتصالها، أن يقف رجل، أو صف في آخر البناء الذي فيه الإمام، ورجل، أو صف في أول البناء الذي فيه المأموم، بحيث لا يكون بينهما أكثر من ثلاثة أذرع. والثلاث للتقريب."

Ketiga adalah ketika imam berada di masjid sedang ma’mum berada diluar masjid atau sebaliknya (dengan asumsi tidak ada penghalang antara imam dan ma’mum ) maka batas maksimal jarak antara imam dan ma’mum adalah 300 dzira’ (sekitar 150 meter). Selanjutnya ada perbedaan menganai mulai dari manakah 300 dzira’ itu diukur. Hal ini juga ada beberapa pendapat. batas itu bisa diukur mulai dari bagian terluar masjid dan bisa juga diukur dari tempat berdiri imam sampai shaf pertama.

”الحال الثالث: أن يكون أحدهما في المسجد، والآخر خارجه فمن ذلك، أن يقف الامام في مسجد، والمأموم في موات متصل به. فإن لم يكن بينهما حائل، جاز، إذا لم تزد المسافة على ثلاث مائة ذراع."

Selain itu, wahbah Zuhaily juga menyampaikan hal yang sama bahwa syarat sah qudwah adalah mengetahui perpindahan gerakan imam baik dari imam sendiri, atau dari perantara meskipun perantara sendiri bukanlah orang yang ikut dalam shalat jama’ah tersebut, atau dari ma’mum lainnya. Menganai posisinya wahbah zuhaily pendapatnya sama dengan jumhur ulama’ yang lain.

#Note....

BILA JAMA'AHNYA MENGIKUTI IMAM DENGAN CARA MELIHAT MONITOR/TV/PENGERAS SUARA LALU TIBA"MATI DAN MAKMUM TIDAK BISA MELIHAT ATAU MENDENGAR GERAKAN IMAM, MAKA LANGKAH YANG HARUS DIAMBIL ADALAH MAKMUM HARUS MUFAROQOH

Kalau keadaannya seperti itu, maka ma'mum wajib mufarokoh, kalau tidak maka shalatnya ma'mum tidak sah.

Tersebut dalam kitab Ad Durrotul Yatimah, karya Al Allamah Sayyid Muhammad bin Ali bin Muhammad Ba Athiyyah, halaman 176 sebagai berikut :

لو صلى مع إمام فى مسجد والامام فى الدور الاسفل والمأموم فى الدور الأعلى وكان علمه بانتقالات الإمام عن طريق مكبر الصوت  فطرأ عليه عطب عليه أعدم المأموم معرفة انتقالات الإمام ولا وسيلة الى علمه بالإنتقالات فعند ذلك يفارق المأموم الإمام ويكمل الصلاة

Artinya : Kalau seseorang shalat bersama imam di masjid, imam berada di lantai bawah dan ma'mum berada di lantai atas, sementara tahunya ma'mu akan pindah-pindahnya imam dari satu rukun ke rukun yang lainnya hanya melalui pengeras suara, lalu tiba-tiba rusak sehingga ma'mum tidak mengetahui pindah-pindahnya imam dari satu rukun ke rukun yang lainnya dan tidak ada jalan untuk mengetahui imam dengan pindah, maka ketika itu, ma'mum hendaklah mufarokoh dengan imam dan menyempurnakan sahalatnya sendiri-sendiri.

#NOTE/CATATAN

Dan juga, kalau tidak ada hajat, seperti ruangan bawah sudah penuh, makruh hukumnya ma'mum lebih tinggi dari imam atau sebaliknya, sebagaimana tersebut dalam kitab As Syamsul Muniroh, karya Al Allamah Al Habib Ali Bin Hasan Ba Harun, Juz I halaman 354 sebagai berikut :

يكره ارتفاع المأموم على الإمام وعكسه بلا حاجة ولو فى المسجد ارتفاعا يظهر حسا وان قل حيث عده العرف ارتفاعا ومحل الكراهة اذا امكن وقوفهما على مستو والا بان كان موضع الصلاة  موضوعا على هيئة فيها ارتفاع وانخفاض فلا كراهة وفى فتاوى الحمال الرملى اذا ضاق الصف الاول عن الاستواء يكون الصف الثانى الخالى عن الارتفاع اولى من الصف الاول مع الارتفاع

Artinya : Makruh hukumnya ma'mum lebih tinggi tempatnya dari imam atau sebaliknya bila tida ada hajat, meskipun di masjid dengan tinggi yang jelas secara nyata , meskipun sedikit, sekiranya 'uruf menganggap tinggi. Tempatnya makruh bila memungkinkan berdiri keduanya pada tempat yang rata , kalau tidak, seperti tempat shalatnya dibentuk  dengan tinggi dan rendah maka tidak makruh. Dan disebutkan dalam kitab Fatawi karangan Imam Jamaluddin Ar Romly : Bila shof awal telah penuh (sempit) dengan lurus sama imam dalam satu ruangan, maka shof kedua yang masih selantai lebih utama dari shof awal namun di bagian yang tinggi.

- BILA TANGGA MASJID BERADA DI BELAKANG ATAU DI SAMPING MASJID

Tangga masjid trletak dibelakang
Sehingga makmum ketika akan menuju k imam akan brputar dan mmbelakangi arah kiblat

بجيرمي على الخطيب.  ١٤٩/٢

قَالَ الْقَمُولِيُّ : وَلَوْ صَلَّى الْإِمَامُ بِصَحْنِ الْمَسْجِدِ وَالْمَأْمُومُ بِسَطْحِ دَارِهِ اُشْتُرِطَ لِصِحَّةِ الصَّلَاةِ مَكَانُ الِاسْتِطْرَاقِ بَيْنَهُمَا مِنْ غَيْرِ ازْوِرَارٍ وَانْعِطَافٍ ، وَلَا تَكْفِي الْمُشَاهَدَةُ ز ي وَ أ ج .

Apabila imam sholat di loteng masjid dan makmum ada di loteng rumahnya maka untuk keabsahan sholat berjama’ah harus ada jalur yang menuju imam dengan tanpa berjalan menyamping dan memutar, dan tidak cukup hanya dengan melihat pada imam saja.  Keterangan serupa juga terdapat di dalam kitab Kifayah al-Akhyar Juz 1 Halaman 139.

Peletakan tangga di samping atau di belakang tidak menjadi masalah

Tersebut dalam kitab Bughyatul Mustarsyidin, karya Syaikh Al Allamah Sayyid Abdurrahman  bin Muhammad Al Masyhur, halaman 71 sebagai berikut :

لا يشترط فى المسجد كون المنفذ أمام المأموم أو بجانبه  بل تصح القدوة وان كانت خلفه وحينئذ لو كان الامام فى علو والمأموم فى سفل او عكسه كبئر ومنارة وسطح فى المسجد وكان المرقى وراء المأموم بأن لا يصل الى الامام الا بازورار بان يولى ظهره القبلة صح الإقتداء لاطلاقهم صحة القدوة فى المسجد وان حالت الأبنية المتنافذة الأبواب اليه والى سطحه فيتناول كون المرقى المذكور امام الإمام او وراءه او يمينه او شماله بل صرح فى حاشية النهاية والمحلى بعدم الضرر وان لم يصل الى ذلك البناء الا بازورار وانعطاف نعم ان لم يكن بينهما منفذ اصلا لم تصح القدوة على المعتمد

Tidak disyaratkan pada masalah masjid keadaan penghubung itu di depan ma'mum atau di sampingnya. Bahkan sah berma'mum meskipun penghubung itu di belakang ma'mum. Dari sinilah, kalau sekiranya imam ada di ruangan atas dan ma'mum berada di ruangan bawah atau sebaliknya seperti di sumur, menara dan loteng masjid sementara tangga penghubung adanya di belakang ma'mum dengan artian ma'mum tidak dapat sampai kepada imam kecuali dengan berbelok dengan memalingkan punggungnya dari arah kiblat maka sah hukum berma'mumnya. karena para ulama memutlakkannya akan keesahan berma'mum di masjid, meskipun terhalang bangunan yang terhubung pintu-pintunya ke masjid atau lotengnya. Maka dari kemutlakan itu, tercakuplah keadaan tangga penghubung tersebut adanya di depan ma'mum atau di belakang atau samping kanan atau samping kiri ma'mum. Bahkan dijelaskan dengan tegas dalam kitab Hasyiah Nihayatul Muhtaj dan Hasyiah Al Mahally dengan tidak madhorot/mengapa. Meskipun tidak sampai ke ruangan itu kecuali dengan berbelok dan berpaling. Tetapi, kalau tidak ada penghubung sama sekali antara ma'mum dan imam maka tidak sah berma'mumnya menurut qaul mu'tamad.

Dan tersebut dalam kitab Al Fawa'id Al Tsaminah, karya Al Allamah Al Habib Muhammad bin Salim bin Hafiizh Al Husainy Hal 96 sebagai berikut :

اعلم أن للإمام والمأموم ثلاث حالات الحالة الاولى : أن يجتمعا فى مسجد فيشترط العلم بانتقالات الامام وعدم التقدم عليه فى الموقف وان يمكن الوصول الى الامام ولو بازورار وانعطاف الحالة الثانية والثالثة أن يكونا خارج المسجد او يكون احدهما فى المسجد والآخر خارجه فيشترط مع ماذكر ان يمكن الوصو الى الامام بغير ازورار وانعطاف وان لايكون بينهما حائل يمنع الرؤية او المرور وان لا يزيد ما بينهما على ثلاثمائة ذراع تقريبا

Artinya : Ketahuilah ! bahwa bagi imam dan ma'mum mempunyai tiga keadaan. Pertama, keduanya berkumpul di masjid, maka disyaratkan mengetahui dengan pindah-pindahnya imam dari satu rukun ke rukun yang lainnya, tidak mendahului imam pada tempat berdiri dan ada penghubung yang dapat sampai ke imam meskipun dengan berputar dan berbelok. Kedua,  ma'mum dan imam berada di luar masjid dan ketiga salah satu keduanya di masjid dan yang satunya di luar masjid, maka pada dua keadaan in,- disamping syarat yang telah tersebut dahulu itu- disyaratkan dapat sampai kepada imam dengan tidak berbelok dan berpaling dari arah kiblat, tidak ada penghalang antara ma'mum dan imam yang mencegah melihat atau berjalan menuju imam danjarak antara imam dan ma'mum  tidak lebih atas jarak +300 hasta.

Tangga masjid tidak harus menghadap kekiblat, tangganya boleh diletakkan didepan, disamping atau dibelakang, sebab saat sholat jama'ah didalam masjid jalan ma'mum untuk menuju imam tidak disyaratkan harus menghadap kiblat.
                           

Ibarot:
Bughyatul Mustarsyidin, Hal : 147

مسألة : ي : لا يشترط في المسجد كون المنفذ أمام المأموم أو بجانبه بل تصح القدوة وإن كان خلفه ، وحينئذ لو كان الإمام في علو والمأموم في سفل أو عكسه كبئر ومنارة وسطح في المسجد ، وكان المرقى وراء المأموم بأن لا يصل إلى الإمام إلا بازورار بأن يولي ظهره القبلة ، صح الاقتداء لإطلاقهم صحة القدوة في المسجد ، وإن حالت الأبنية المتنافذة الأبواب إليه وإلى سطحه ، فيتناول كون المرقى المذكور أمام المأموم أو وراءه أو يمينه أو شماله ، بل صرح في حاشيتي النهاية والمحلي بعدم الضرر ، وإن لم يصل إلى ذلك البناء إلا بازورار وانعطاف ، نعم إن لم يكن بينهما منفذ أصلاً لم تصح القدوة على المعتمد ، ورجح البلقيني أن سطح المسجد ورحبته والأبنية الداخلة فيه لا يشترط تنافذها إليه ، ونقله النووي عن الأكثرين ، وهو المفهوم من عبارة الأنوار والإرشاد وأصله ، وجرى عليه ابن العماد والأسنوي ، وأفتى به الشيخ زكريا ، فعلم أن الخلاف إنما هو في اشتراط المنفذ ، وإمكان المرور وعدمه ، أما اشتراط أن لا يكون المنفذ خلف المأموم فلم يقله أحد ، ولو قاله بعضهم لم يلتفت لكلامه لمخالفته لما سبق ، وليس في عبارة ابن حجر ما يدل على الاشتراط ، وقوله في التحفة بشرط إمكان المرور ، مراده أن المنفذ في أبنية المسجد شرطه أن يمكن المأموم أن يمر المرور المعتاد الذي لا وثوب فيه ولا انحناء يبلغ به قرب الراكع فيهما ، ولا التعلق بنحو جبل ، ولا الممر بالجنب لضيق عرض المنفذ ، فإذا سلم المنفذ مما ذكر صح الاقتداء وإن كان وراء المأموم

Hasyiyah I'anatut Tholibin, Juz : 2  Hal : 36-37

فرع لو وقف أحدهما في علو والآخر في سفل اشترط عدم الحيلولة لا محاذاة قدم الأعلى رأس الأسفل وإن كانا في غير مسجد على ما دل عليه كلام الروضة وأصلها والمجموع خلافا لجمع متأخرين. ويكره ارتفاع أحدهما على الآخر بلا حاجة ولو في المسجد
........................................
قوله: لو وقف أحدهما) أي الامام أو المأموم. (وقوله: في علو) بضم العين وكسرها، مع سكون اللام. (قوله: والآخر) أي وقف الآخر إماما أو مأموما. (وقوله: في سفل) بضم السين وكسرها، مع سكون الفاء. (قوله: اشتراط عدم الحيلولة) أي اشتراط أن لا يوجد حائل بينهما يمنع الاستطراق إلى الامام عادة. ويشترط أيضا القرب، بأن لا يزيد ما بينهما على ثلثمائة ذراع إن كانا - أو أحدهما - في غير المسجد، وإلا فلا يشترط. قال في المغني: وينبغي أن تعتبر المسافة من السافل إلى قدم العالي.اه. (وقوله: لا محاذاة إلخ) معطوف على عدم الحيلولة، أي لا يشترط محاذاة قدم الاعلى رأس الاسفل. وهذا هو طريقة العراقيين، وهي المعتمدة. وطريقة المراوزة الاشتراط، وهي ضعيفة ومعنى المحاذاة عليها: أنه لو مشى الاسفل جهة الاعلى مع فرض اعتدال قامته أصاب رأس الاسفل قدميه مثلا، وليس المراد كونه لو سقط الاعلى سقط على الاسفل. والخلاف في غير المسجد، أما هو فليست المحاذاة بشرط فيه،  باتفاق الطريقتين، فقوله وإن كانا في غير المسجد: الغاية للرد على من شرط المحاذاة في غيره. (وقوله: خلافا لجمع متأخرين) أي شرطوا ذلك في غير المسجد، كما علمت

Wallohua'lam bishowwab.

Blog----->>>>>> diskusihukumfiqh212.blogspot.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

MEMAKAI CELAK SAAT PUASA

KESIMPULAN TEAM DHF HUKUM MEMAKAI CELAK MATA SAAT BERPUASA ----------------------------- 📝 PERTANYAAN: assalamu'alaikum Bagaimana ...