Label

Selasa, 31 Oktober 2017

SEORANG PEMBERI NASEHAT TETAPI TIDAK MENERAPKAN NYA

KESIMPULAN TEAM DHF
SEORANG PEMBERI NASEHAT TETAPI TIDAK MENERAPKAN NYA
___________________
PETANYAAN
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Pertanyaan dari kolom comentar

Mau tanya lg ada seorang mutifator + ustadzah perkataa ya beda dgn kehidupan sehari harinya dan sering pula berbohong pada suami ya
Tlg penjelasan ya ustad

Mohon pencerahan nya para mujawwib dhf

JAWABAN
وعليكم سلام
****--*****
Memberi nasehat itu mudah, menyuruh orang, tausiah juga mudah. Tujuan nasehat adalah mereka mau menerima dan melakukan, namun apa daya jika  orang yang memberi nasehat itu pun tak jauh beda dengan mereka, alias pemberi nasehat pun tidak menjalankan apa yang dinasehatkan kepada orang lain. Maka mengguaplah nasehat itu tiada berbekas.

************
Sebagian orang enggan melakukan amar ma’ruf dan nahi mungkar, karena merasa belum mampu melakukan amalan ma’ruf yang hendak ia perintahkan, atau meninggalkan kemungkaran yang hendak ia larang. Dia khawatir termasuk ke dalam golongan orang yang mengatakan apa yang tidak dia lakukan

************
apakah seorang harus sempurna dulu amalannya,  untuk bisa menasehati orang lain? Kemudian apakah setiap orang yang tidak melakukannya apa yang ia perintahkan, dan melanggar sendiri apa yang dia larang

ada dua jenis orang dalam masalah ini:

Pertama, adalah orang yang menasehati orang lain, namun dia belum mampu melakukan amalan ma’ruf yang ia sampaikan, atau meninggalkan kemungkaran yang ia larang
Kedua, adalah orang yang menasehati orang lain sementara sejatinya dia mampu untuk melakukan pesan nasehat yang ia sampaikan. Akan tetapi justru mengabaikan kemampuannya dan ia terjang sendiri nasehatnya,  tanpa ada rasa bersalah dan menyesal. Ia merasa nyaman dan biasa-biasa saja dengan tindakan kurang terpuji tersebut.

Orang jenis pertama, dia belum bisa melakukan amalan ma’ruf yang dia perintahkan, karena dia belum memiliki daya untuk melakukannya. Bisa jadi karena hawa nafsunya yang mendominasi, setelah pertarungan batin dalam jiwanya.  Sehingga, saat ia melanggar sendiri apa yang dia nasehatkan, dia merasa bersalah dan menyesal atas kekurangannya ini. Serta senantiasa memperbaharui taubatnya.

Untuk orang yang seperti ini, hendaknya ia jangan merasa enggan untuk beramar ma'ruf dan nahi mungkar. Karena tidak menutup kemungkinan, nasehat yang ia sampaikan, akan membuatnya terpacu untuk melaksanakan amalan ma’ruf yang dia perintahkan, atau meninggalkan kemungkaran yang dia larang. Hal ini sudah menjadi suatu hal yang lumrah dalam pengalaman seorang.

Orang ke Dua, dia menerjang sendiri pesan nasehatnya, setelah adanya daya dan kemampuan untuk melakukan nasehat tersebut. Namun justru dia abaikan. Saat menerjangnya pun, dia tidak merasa menyesal dan bersalah atas tindakannya tersebut.

Intinya utk AMAL MA'RUF NAHI MUNGKAR tidak perlu menunggu dirinya sempurna dan baik, Krn memang setiap individual di wajibkan utk ber amal MA'RUF NAHI MUNGKAR tanpa harus menunggu dirinya baik. Namun alangkah baiknya jika ia terlebih dahulu menasehati diri dan mengamalkan nya terlebih dahulu sebelum ia menyuruh orang lain.

Sebagai mana di jelaskan
Oleh
Imam Nawawi;
Bahwa Para Ulama berkata: “Tidak disyaratkan orang yang melakukan Amar Makruf Nahi munkar itu harus sempurna tindakannya, Dan sudah melakukan apa yang telah diperintahkannya dan sudah menjauhi apa yang dicegah olehnya Tapi dia wajib memerintahkan kebaikan meskipun dia sendiri belum melakukan dan wajib mencegah keburukan meskipun dia sendiri masih mengerjakan. Maka yang wajib dia lakukan adalah dua perkara: Memerintahkan diri sendiri untuk melakukan kebaikan dan mencegah dirinya melakukan keburukan serta juga memerintahkan orang lain untuk berbuat kebaikan dan meninggalkan keburukan. Jika dia melanggar salah satunya, Bagaimana mungkin dia diperbolehkan melanggar yang lainnya?! (Syarah Shahih Muslim 2/23)

ﻭﻗﺎﻝ ﺍﻟﻨﻮﻭﻱ ﺭﺣﻤﻪ ﺍﻟﻠﻪ : ” ﻗَﺎﻝَ ﺍﻟْﻌُﻠَﻤَﺎﺀُ : ﻭَﻟَﺎ ﻳُﺸْﺘَﺮَﻁُ ﻓِﻲ ﺍﻟْﺂﻣِﺮِ
ﻭَﺍﻟﻨَّﺎﻫِﻲ ﺃَﻥْ ﻳَﻜُﻮﻥَ ﻛَﺎﻣِﻞَ ﺍﻟْﺤَﺎﻝِ ، ﻣُﻤْﺘَﺜِﻠًﺎ ﻣَﺎ ﻳَﺄْﻣُﺮُ ﺑِﻪِ ، ﻣُﺠْﺘَﻨِﺒًﺎ ﻣَﺎ ﻳَﻨْﻬَﻰ ﻋَﻨْﻪُ ، ﺑَﻞْ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﺍﻟْﺄَﻣْﺮُ ﻭَﺇِﻥْ ﻛَﺎﻥَ ﻣُﺨِﻠًّﺎ ﺑِﻤَﺎ ﻳَﺄْﻣُﺮُ ﺑِﻪِ ، ﻭَﺍﻟﻨَّﻬْﻲُ ﻭَﺇِﻥْ ﻛَﺎﻥَ ﻣُﺘَﻠَﺒِّﺴًﺎ ﺑِﻤَﺎ ﻳَﻨْﻬَﻰ ﻋَﻨْﻪُ . ﻓَﺈِﻧَّﻪُ ﻳَﺠِﺐُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﺷَﻴْﺌَﺎﻥِ : ﺃَﻥْ ﻳَﺄْﻣُﺮَ ﻧَﻔْﺴَﻪُ ﻭَﻳَﻨْﻬَﺎﻫَﺎ ، ﻭَﻳَﺄْﻣُﺮَ ﻏَﻴْﺮَﻩُ ﻭَﻳَﻨْﻬَﺎﻩُ ، ﻓَﺈِﺫَﺍ ﺃَﺧَﻞَّ ﺑِﺄَﺣَﺪِﻫِﻤَﺎ ، ﻛَﻴْﻒَ ﻳُﺒَﺎﺡُ ﻟَﻪُ ﺍﻟْﺈِﺧْﻠَﺎﻝُ ﺑِﺎﻟْﺂﺧَﺮِ؟ ! ” ﺍﻧﺘﻬﻰ ﻣﻦ ” ﺷﺮﺡ ﺻﺤﻴﺢ ﻣﺴﻠﻢ ” ‏(2/23 )


***********
Imam Ibnu hajar di dalam kita (Fathul Bari 13/15) JUGA BERKOMENTAR

ﻭﻗﺎﻝ ﺍﻟﺤﺎﻓﻆ ﺍﺑﻦ ﺣﺠﺮ : ” ﻭَﺃَﻣَّﺎ ﻣَﻦْ ﻗَﺎﻝَ ﻟَﺎ ﻳَﺄْﻣُﺮُ ﺑِﺎﻟْﻤَﻌْﺮُﻭﻑِ ﺇِﻟَّﺎ ﻣَﻦْ ﻟَﻴْﺴَﺖْ ﻓِﻴﻪِ ﻭَﺻْﻤَﺔٌ ، ﻓَﺈِﻥْ ﺃَﺭَﺍﺩَ ﺃَﻧَّﻪُ ﺍﻟْﺄَﻭْﻟَﻰ ﻓَﺠَﻴِّﺪٌ ، ﻭَﺇﻟَّﺎ ﻓَﻴَﺴْﺘَﻠْﺰِﻡُ ﺳَﺪَّ ﺑَﺎﺏِ ﺍﻟْﺄَﻣْﺮِ ﺇِﺫَﺍ ﻟَﻢْ ﻳَﻜُﻦْ ﻫُﻨَﺎﻙَ ﻏَﻴْﺮُﻩُ” ﺍﻧﺘﻬﻰ ﻣﻦ ” ﻓﺘﺢ ﺍﻟﺒﺎﺭﻱ ” ‏( 13/53 ‏)

Berkata Al Hafidz Ibnu Hajar Al ‘Asqholani: “Adapun orang yang berkata bahwa tidak boleh melakukan amar makruf kecuali orang yang tidak punya cela. Maka jika dia menghendaki itu yang lebih utama menjadi baik, Jika tidak dia sama saja telah menutup pintu perkara amar makruf nahi munkar jika memang tidak ada lagi yang mau melakukan selain dia


**********

Al.imam Hasan Al Basri juga MEWANTI-WANTI.

ﻭَﻗِﻴﻞَ ﻟِﻠْﺤَﺴَﻦِ ﺍﻟْﺒَﺼْﺮِﻱِّ : ﺇﻥَّ ﻓُﻠَﺎﻧًﺎ ﻟَﺎ ﻳَﻌِﻆُ ﻭَﻳَﻘُﻮﻝُ : ﺃَﺧَﺎﻑُ ﺃَﻥْ ﺃَﻗُﻮﻝَ ﻣَﺎ ﻟَﺎ ﺃَﻓْﻌَﻞُ.

ﻓَﻘَﺎﻝَ ﺍﻟْﺤَﺴَﻦُ : ﻭَﺃَﻳُّﻨَﺎ ﻳَﻔْﻌَﻞُ ﻣَﺎ ﻳَﻘُﻮﻝُ؟ ﻭَﺩَّ ﺍﻟﺸَّﻴْﻄَﺎﻥُ ﺃَﻧَّﻪُ ﻗَﺪْ ﻇَﻔِﺮَ ﺑِﻬَﺬَﺍ ﻓَﻠَﻢْ ﻳَﺄْﻣُﺮْ ﺃَﺣَﺪٌ ﺑِﻤَﻌْﺮُﻭﻑٍ ﻭَﻟَﻢْ ﻳَﻨْﻪَ ﻋَﻦْ ﻣُﻨْﻜَﺮٍ.

Ditanyakan kepada Imam Hasan Al Bashri tentang seseorang: “Sesungguhnya Fulan itu tidak mau memberi nasehat dan dia berkata bahwa dia takut masuk kategori orang yang mengatakan apa yang tidak dia kerjakan”.

Maka Imam Hasan Al Bashri menjawab: “Siapa diantara kita yang sudah melakukan apa saja yang sudah kita katakan?! Sungguh syaitan telah berbahagia dengan sebab ini tidak ada lagi yang mau melakukan Amar Makruf Dan tidak ada lagi yang berani melakukan nahi munkar”.


**********
*KESIMPULAN NYA*

di dalam kitab:
( Ghoda’ul Al albab Fisy Syarakh Mandumah Al Adab 1/125)

(Walhasil/KESIMPULAN NYA): “Wajib bagi setiap mukmin beserta syarat -syaratnya melakukan Amar makruf Nahi Munkar meskipun orang fasik dan tanpa izin pemerintah untuk melakukan nahi munkar meskipun terhadap teman duduk bersama yang melakukan maksiyat secara bersama dengannya dan terutama atas dirinya sendiri untuk mengingkarinya KARENA SEMUA MANUSIA mendapatkan perintah untuk melakukan amar makruf nahi munkar

ﻭَﺍﻟْﺤَﺎﺻِﻞُ : ﺃَﻧَّﻪُ ﻳَﺠِﺐُ ﻋَﻠَﻰ ﻛُﻞِّ ﻣُﺆْﻣِﻦٍ ﻣَﻊَ ﺍﻟﺸُّﺮُﻭﻁِ ﺍﻟْﻤُﺘَﻘَﺪِّﻣَﺔِ ﺍﻟْﺄَﻣْﺮُ ﺑِﺎﻟْﻤَﻌْﺮُﻭﻑِ ﻭَﺍﻟﻨَّﻬْﻲُ ﻋَﻦْ ﺍﻟْﻤُﻨْﻜَﺮِ ﻭَﻟَﻮْ ﻓَﺎﺳِﻘًﺎ ﺃَﻭْ ﺑِﻐَﻴْﺮِ ﺇﺫْﻥِ ﻭَﻟِﻲِّ ﺃَﻣْﺮٍ ﺣَﺘَّﻰ ﻋَﻠَﻰ ﺟُﻠَﺴَﺎﺋِﻪِ ﻭَﺷُﺮَﻛَﺎﺋِﻪِ ﻓِﻲ ﺍﻟْﻤَﻌْﺼِﻴَﺔِ ﻭَﻋَﻠَﻰ ﻧَﻔْﺴِﻪِ ﻓَﻴُﻨْﻜِﺮُ ﻋَﻠَﻴْﻬَﺎ ، ﻟِﺄَﻥَّ ﺍﻟﻨَّﺎﺱَ ﻣُﻜَﻠَّﻔُﻮﻥَ ﺑِﺎﻟْﺄَﻣْﺮِ ﺑِﺎﻟْﻤَﻌْﺮُﻭﻑِ ﻭَﺍﻟﻨَّﻬْﻲِ ﻋَﻦْ ﺍﻟْﻤُﻨْﻜَﺮِ” ﺍﻧﺘﻬﻰ ﻣﻦ “ﻏﺬﺍﺀ ﺍﻷﻟﺒﺎﺏ ﻓﻲ ﺷﺮﺡ ﻣﻨﻈﻮﻣﺔ ﺍﻵﺩﺍﺏ ” ‏(1/215 )

Wallahu'alam bishawab
Https;//diskusihukumfiqh212.blogspot.com

Senin, 30 Oktober 2017

HUKUM SHOLAT MENGGUNAKAN AKSESORIS (KALUNG,GELANG,ANTING DLL)

KESIMPULAN TEAM DHF

HUKUM SHOLAT MENGGUNAKAN AKSESORIS ( KALUNG,GELANG,ANGTING DLL )
---------------------------

pertanyaan:

Ass,..
Mau brtnya ni,
apakah bleh kalau kita memakai aksesoris saat sholat,???
Mhon jwbannya.

Jawaban:

وعليكم السلام ورحمة الله وبركاته

Hukum sholat menggunakan pernak pernik adalah sah asalkan pernak-pernik tersebut berupa sesuatu yang suci .

Akan tetapi hukum menggunakan pernak-pernik yang memang khusus bagi wanita maka haram di gunakan oleh laki-laki.
Begitu pula sebaliknya.

Adapun jika pernak-pernik tersebut bukan yg khusus untuk wanita atau sebaliknya maka tdk lah di haramkan.

Tetapi jika. pernak-pernik tersebut lebih cenderung menjadi aksesoris bagi wanita atau sebaliknya maka di makruhan sementara menurut pendapat yg benar adalah haram.

Sehingga menggunakan pernak-pernik yang di haram kan saat shalat maka berpengaruh pada pahala shalat nya.

▶ Catatan:
Menggunakan sesuatu yang haram dalam sholat meskipun sah sholat nya tetapi sangat berpengaruh terhadap pahala sholat nya.

Hal.ini dapat di samakan dgn hukum shalat menggunakan pakaian hasil mencuri meski ia suci dan sah sholat nya tetapi tidak berpahala Krn pakaian tersebut di dapati dari perkara yg haram.

Krn أن الله طيب لا يقبل الله الا الطيبة
Sesungguhnya Allah maha bersih maka tidak akan menerima suatu amal.kecuali yg bersih pula.

Imam Asy Syafi’i Rahimahullah mengatakan :

ولا اكره للرجل لبس اللؤلؤ إلا للادب وأنه من زى النساء لا للتحريم ولا أكره لبس ياقوت ولا زبرجد إلا من جهة السرف أو الخيلاء

“Saya tidak memakruhkan bagi laki-laki yang memakai mutiara, kecuali karena adab saja sebab itu merupakan hiasan wanita, tidak menunjukkan haram. Dan saya tidak memakruhkan memakai yaqut (ruby) dan permata, kecuali jika berlebihan dan sombong.” (Al Umm, 1/254. Darul Fikr).

Dari Abdullah bin Buraidah, dari ayahnya, dia berkata :

أَنَّ رَجُلًا جَاءَ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَيْهِ خَاتَمٌ مِنْ شَبَهٍ فَقَالَ لَهُ مَا لِي أَجِدُ مِنْكَ رِيحَ الْأَصْنَامِ فَطَرَحَهُ ثُمَّ جَاءَ وَعَلَيْهِ خَاتَمٌ مِنْ حَدِيدٍ فَقَالَ مَا لِي أَرَى عَلَيْكَ حِلْيَةَ أَهْلِ النَّارِ فَطَرَحَهُ

“Sesungguhnya ada seorang laki-laki datang kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dengan cincin terbuat dari kuningan. Lalu Beliau bersabda kepadanya: “Kenapa saya mencium darimu aroma berhala ?” lalu dia membuangnya. Kemudian datang kepadanya yang memakai cincin dari besi, lalu Beliau bersabda kepadanya: “Kenapa saya melihatmu memakai perhiasan penduduk neraka ?” lalu dia membuangnya. (HR. Abu Daud No. 4223. An Nasa’i No. 5159, lafad ini milik Abu Daud).

📖 REFERENSI:

Fathul Mu'in  :
1/104-105

قاعدة مهمة.  وهي أن ما أصله الطهارة وغلب على الظن تنجسه لغلبة النجاسة في مثله فيه قولان معروفان بقولي الأصل والظاهر أو الغالب أرجحهما أنه طاهر عملا بالأصل المتيقن لأنه أضبط من الغالب المختلف بالأحوال والأزمان ( وذلك كثياب خمار وحائض وصبيان ) وأواني متدينين بالنجاسة وورق يغلب نثره على نجس ولعاب صبيوجوخ اشتهر عمله بشحم الخنزير وجبن شامي اشتهر عمله بإنفحة الخنزير

Al aziiz syarhul wajiz 3/100 maktabah syamilah.

(٢) قال النووي: الصواب أن تشبه النساء بالرجال وعكسه حرام للحديث "الصحيح لعن الله المتشبهين من النساء بالرجال والمتشبهات من النساء بالرجال" وقد صَرَّح الرافعي بتحريمه بعد هذا. وأَمَّا نصه في "الأم" فليس مخالفاً لهذا، لأن مراده أنه من جنس زي النساء. والحديث أخرجه البخاري بلفظ "لعن النبي -صلى الله عليه وسلم- ... الخ" (١٠/ ٣٣٢) في كتاب اللباس/ باب إخراج المتشبهين بالنساء حديث (٥٨٨٥) وأبو داود في السنن (٢/ ٦٠) في كتاب اللباس/ باب: لباس النساء (٤٠٩٧)، والترمذي (٥/ ٩٨) في كتاب الأدب/ باب، ما جاء في المتشابهات حديث (٢٧٨٤) وقال: حسن صحيح.

Ibaroh senada keharaman menggunakan pernak pernik wanita bagi pria dan sebaliknya.

Dlm.kitab almajmu' syarhul muhadzdzab juz 4 hal 444_445 maktabah syamilah.

قَالَ الرَّافِعِيُّ وَهَذَا الَّذِي قَالَهُ صَاحِبُ الْمُعْتَمَدِ هُوَ الْحَقُّ إنْ شَاءَ اللَّهُ تَعَالَى وَلَيْسَ كَمَا قَالَا بَلْ الصَّوَابُ أَنَّ تَشَبُّهَ الرِّجَالِ
بِالنِّسَاءِ وَعَكْسَهُ حَرَامٌ لِلْحَدِيثِ الصَّحِيحِ " لَعَنْ اللَّهُ الْمُتَشَبِّهِينَ بِالنِّسَاءِ مِنْ الرِّجَالِ وَالْمُتَشَبِّهَات مِنْ النِّسَاءِ بِالرِّجَالِ " وَأَمَّا نَصُّهُ فِي الْأُمِّ فَلَيْسَ مُخَالِفًا لِهَذَا لِأَنَّ مُرَادَهُ أَنَّهُ مِنْ جِنْسِ زِيِّ النِّسَاءِ لَا أَنَّهُ زِيٌّ لَهُنَّ مُخْتَصٌّ بِهِنَّ لَازِمٌ فِي حَقِّهِنَّ

Keterangan serupa Di dalam.kitab yg sama juz 6 hal 39 maktabh syamilah.

لِأَنَّ فِي اسْتِعْمَالِهِنَّ ذَلِكَ تَشَبُّهًا بِالرِّجَالِ وَالتَّشَبُّهُ حَرَامٌ عَلَيْهِنَّ هَكَذَا قَالَهُ الْأَصْحَابُ وَاعْتَرَضَ عَلَيْهِمْ الشَّاشِيُّ فِي الْمُعْتَمَدِ وَقَالَ آلَاتُ الْحَرْبِ إمَّا أَنْ يُقَالَ يَجُوزُ لِلنِّسَاءِ لُبْسُهَا وَاسْتِعْمَالُهَا فِي غَيْرِ الْحَرْبِ وَإِمَّا أَنْ يُقَالَ لَا يَجُوزُ وَالْقَوْلُ بِالتَّحْرِيمِ بَاطِلٌ لِأَنَّ كَوْنَهُ مِنْ مَلَابِسِ الرَّجُلِ إنَّمَا يَقْتَضِي الْكَرَاهَةَ دُونَ التَّحْرِيمِ الايرى أَنَّ الشَّافِعِيَّ
رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ فِي الْأُمِّ وَلَا أَكْرَهُ لِلرَّجُلِ لُبْسَ اللُّؤْلُؤِ إلَّا لِلْأَدَبِ وَأَنَّهُ مِنْ زِيِّ النِّسَاءِ لَا لِلتَّحْرِيمِ فَلَمْ يُحَرِّمْ زِيَّ النِّسَاءِ عَلَى الرَّجُلِ وَإِنَّمَا كَرِهَهُ وَكَذَا عَكْسُهُ قَالَ الشَّاشِيُّ وَلِأَنَّ الْمُحَارَبَةَ جَائِزَةٌ لِلنِّسَاءِ فِي الْجُمْلَةِ وَفِي جَوَازِهَا جَوَازُ لُبْسِ آلَاتِهَا وَإِذَا جَازَ اسْتِعْمَالُهَا غَيْرَ مُحَلَّاةٍ جَازَ مَعَ الْحِلْيَةِ لِأَنَّ التَّحَلِّيَ لِلنِّسَاءِ أَوْلَى بِالْجَوَازِ مِنْ الرِّجَالِ قَالَ الرَّافِعِيُّ هَذَا الَّذِي قَالَهُ الشَّاشِيُّ هُوَ الْحَقُّ إنْ شَاءَ اللَّهُ تَعَالَى (قُلْت) وَلَيْسَ الْحُكْمُ كَمَا قَالَهُ الشَّاشِيُّ وَالرَّافِعِيُّ بَلْ الصَّوَابُ مَا قَالَهُ الْأَصْحَابُ أَنَّ تَشَبُّهَ الرِّجَالِ بِالنِّسَاءِ حَرَامٌ وَعَكْسُهُ كَذَلِكَ لِلْحَدِيثِ الصحيح أَنَّ رَسُولَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ (لَعَنَ اللَّهُ الْمُتَشَبِّهِينَ بِالنِّسَاءِ مِنْ الرِّجَالِ وَالْمُتَشَبِّهَات مِنْ النِّسَاءِ بِالرِّجَالِ) وَاللَّعْنُ لَا يَكُونُ عَلَى مَكْرُوهٍ وَأَمَّا نَصُّهُ فِي الْأُمِّ فَلَيْسَ مُخَالِفًا لِهَذَا لِأَنَّ مُرَادَهُ أَنَّهُ مِنْ جِنْسِ زِيِّ النِّسَاءِ وَاَللَّهُ تعالى أعلم

Raudlatul Tholibin juz 2 hal 263 maktabah syamilah.

لِأَنَّ اسْتِعْمَالَهُنَّ ذَلِكَ تَشَبُّهًا بِالرِّجَالِ وَلَيْسَ لَهُنَّ التَّشَبُّهُ، كَذَا قَالَهُ الْجُمْهُورُ، وَاعْتَرَضَ عَلَيْهِمْ صَاحِبُ الْمُعْتَمَدِ بِأَنَّ آلَاتِ الْحَرْبِ مِنْ غَيْرِ تَحْلِيَةٍ إِمَّا أَنْ يَجُوزَ لُبْسُهَا وَاسْتِعْمَالُهَا لِلنِّسَاءِ، أَوْ لَا. وَالثَّانِي: بَاطِلٌ؛ لِأَنَّ كَوْنَهُ مِنْ مَلَابِسِ الرِّجَالِ، إِنَّمَا يَقْتَضِي الْكَرَاهَةَ دُونَ التَّحْرِيمِ، أَلَا تَرَى أَنَّهُ قَالَ فِي الْأُمِّ: وَلَا أَكْرَهُ لِلرَّجُلِ لُبْسَ اللُّؤْلُؤِ إِلَّا لِلْأَدَبِ وَأَنَّهُ مِنْ زِيِّ النِّسَاءِ، لَا لِلتَّحْرِيمِ، فَلَمْ يُحَرِّمْ زِيَّ النِّسَاءِ عَلَى الرِّجَالِ، وَإِنَّمَا كَرِهَهُ، وَكَذَا عَكْسُهُ، وَلِأَنَّ الْمُحَارِبَةَ جَائِزَةٌ لِلنِّسَاءِ فِي الْجُمْلَةِ، وَفِي جَوَازِهَا جَوَازُ لُبْسِ آلَاتِهَا، وَإِذَا جَازَ اسْتِعْمَالُهَا غَيْرَ مُحَلَّاةٍ، جَازَ مَعَ التَّحْلِيَةِ؛ لِأَنَّ التَّحَلِّيَ لَهُنَّ أَجْوَزُ مِنْهُ لِلرِّجَالِ، وَهَذَا هُوَ الْحَقُّ إِنْ شَاءَ اللَّهُ تَعَالَى.
قُلْتُ: الصَّوَابُ أَنَّ تَشَبُّهَ النِّسَاءِ بِالرِّجَالِ وَعَكْسَهُ حَرَامٌ؛ لِلْحَدِيثِ الصَّحِيحِ: لَعَنَ اللَّهُ الْمُتَشَبِّهِينَ بِالنِّسَاءِ مِنَ الرِّجَالِ، وَالْمُتَشَبِّهَاتِ مِنَ النِّسَاءِ بِالرِّجَالِ وَقَدْ صَرَّحَ الرَّافِعِيُّ بِتَحْرِيمِهِ بَعْدَ هَذَا بِأَسْطُرٍ. وَأَمَّا نَصُّهُ فِي الْأُمِّ فَلَيْسَ مُخَالِفًا لِهَذَا؛ لِأَنَّ مُرَادَهُ أَنَّهُ مِنْ جِنْسِ زِيِّ النِّسَاءِ، وَاللَّهُ أَعْلَمُ.
وَيَجُوزُ لِلنِّسَاءِ لُبْسُ أَنْوَاعِ الْحُلِيِّ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ، كَالطَّوْقِ، وَالْخَاتَمِ، وَالسِّوَارِ، وَالْخَلْخَالِ، وَالتَّعَاوِيذِ. وَفِي اتِّخَاذِهِنَّ النِّعَالَ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَجْهَانِ، أَصَحُّهُمَا: الْجَوَازُ كَسَائِرِ الْمَلْبُوسَاتِ، وَالثَّانِي: لَا؛ لِلْإِسْرَافِ. وَأَمَّا التَّاجُ فَقَالُوا: إِنْ جَرَتْ عَادَةُ النِّسَاءِ بِلُبْسِهِ جَازَ، وَإِلَّا فَهُوَ لِبَاسُ عُظَمَاءِ الْفُرْسِ، فَيَحْرُمُ. وَكَأَنَّ مَعْنَى هَذَا أَنَّهُ يَخْتَلِفُ بِعَادَةِ أَهْلِ النَّوَاحِي، فَحَيْثُ جَرَتْ عَادَةُ النِّسَاءِ بِلُبْسِهِ

جَازَ، وَحَيْثُ لَمْ تَجْرِ لَا يَجُوزُ؛ حِذَارًا مِنَ التَّشَبُّهِ بِالرِّجَالِ، وَفِي الدَّرَاهِمِ وَالدَّنَانِيرِ الَّتِي تُثْقَبُ وَتُجْعَلُ فِي الْقِلَادَةِ وَجْهَانِ، أَصَحُّهُمَا: التَّحْرِيمُ. وَفِي لُبْسِ الثِّيَابِ الْمَنْسُوجَةِ بِالذَّهَبِ أَوِ الْفِضَّةِ وَجْهَانِ، أَصَحُّهُمَا: الْجَوَازُ، وَذَكَرَ ابْنُ عَبْدَانَ أَنَّهُ لَيْسَ لَهُنَّ اتِّخَاذُ زِرِّ الْقَمِيصِ وَالْجُبَّةِ وَالْفَرْجِيَّةِ مِنْهُمَا، وَلَعَلَّهُ جَوَابٌ عَلَى الْوَجْهِ الثَّانِي. ثُمَّ كُلُّ حُلِيِّ أُبِيحَ لِلنِّسَاءِ، فَذَلِكَ إِذَا لَمْ يَكُنْ فِيهِ سَرَفٌ، فَإِنْ كَانَ كَخَلْخَالٍ وَزْنُهُ مِائَتَا دِينَارٍ، فَوَجْهَانِ. الصَّحِيحُ الَّذِي قَطَعَ بِهِ مُعْظَمُ الْعِرَاقِيِّينَ: التَّحْرِيمُ، وَمِثْلُهُ إِسْرَافُ الرَّجُلِ فِي آلَاتِ الْحَرْبِ، وَلَوِ اتَّخَذَ خَوَاتِيمَ كَثِيرَةً، أَوِ الْمَرْأَةُ خَلَاخِلَ كَثِيرَةً؛ لِيَلْبَسَ الْوَاحِدُ مِنْهُمَا بَعْدَ الْوَاحِدِ، جَازَ عَلَى الْمَذْهَبِ، وَقِيلَ: فِيهِ الْوَجْهَانِ.

https://diskusihukumfiqh212.blogspot.com

[ Wallahu A'lam ]

HUKUM SHOLAT NYA ANAK ZINA

KESIMPULAN TEAM DHF

HUKUM SHOLAT NYA ANAK HASIL ZINA
---------------------------

pertanyaan:

Assalamu'alaikum
Bagaimanakah status sholatnya anak zina sah atau tidak..
Mohon ibarahnya ustd

Jawaban:

وعليكم السلام ورحمة الله وبركاته

Hukum sholat nya ttap sah Krn tidak ada perbedaan hukum dan sama2 ber kewajiban sholat baik itu anak hasil zina atau anak hasil hubungan resmi (dgn akad nikah yg sah)
Selama ia Muslim,baligh dan berakal maka ia ttp terkena hukum wajib sholat secara, otomatis sholat nya sah selama ia telah memenuhi syarat rukun shalat nya.

•yg perlu kami tegaskan bahwa pada hakikatnya segala anak cucu Adam semuanya terlahir dlm.keadaan suci
Sebagaimana dijelaskan dalam hadits
كل مولود يولد على الفطور
Setia anak yg dilahirkan adalah suci.

Adapun anak hasil hubungan gelap(zina) tidak berpengaruh atas dosa yg telah di lakukan olh kedua orang tua nya.

Dalam Alqur'annya  sudah jelas di Q.S. Al-An’am:164, yaitu:

ﻭ ﻻ ﺗﺰﺭ ﻭﺍﺯﺭﺓ ﻭﺯﺭ ﺃﺧﺮﻯ )ﺍﻷﻧﻌﺎﻡ(164

“Dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain”. Ayat tersebut menjaelaskan bahwa dosa seseorang tidak dapat dibebankan / diwariskan kepada orang lain. Seorang anak tidak dibebani dosa orang tuanya.

Walhasil:
Jika yang berdosa itu orang tuanya, maka anak tidak ikut menanggung dosa. Sebagaimana yang terjadi pada kasus anak zina. Yang berdosa itu orang tuanya. Dan si anak jika menjadi orang sholeh maka bisa saja dia jadi orang yang mulia, tidak ada sangkut pautnya dengan pekerjaan orang tuanya.

#hanya ada sedikit perbedaan hukum dalam konteks berjamaah saja.

Yaitu...
Dalm sholat brjema'ah anak zina tidak boleh menjadi imam (makruh), dan berma'mum pada anak zina juga hukumnya makruh ,
tapi shalatnya tetap sah,

Ke makruhan tsb bila mana berma'mum dari awal. akan ttpi Bila menemukan anak zina shalat kemudian kita ma'mum padanya maka hukumnya tdk makruh bgtu jga tdk mskruh bila derajatnya sama, atau sama2 anak zina.
Sebagai mana telah dikemukakan oleh ulama madzhab Syafi'i dan imam Malik.

Adapun beberapa fatwa ulama lain nya tidak lah di makruhan bagi anak zina menjadi imam atau pun berjamaah dengan nya.

Seperti pendapat imam atho' ,imam Sulaiman, imam ibu Musa, imam.an-nakho'i , imam atsauri dll.

📖 REFERENSI:

Muhgnil muhtaj

مغني المحتاج : وأطلق جماعة أن إمامة ولد الزنا ومن لا يعرف أبوه مكروهة وصورته أن يكون ذلك في ابتداء الصلاة ولم يساوه المأموم فإن ساواه أو وجده قد أحرم واقتدى به فلا بأس .

الاوسط في السنن الاجماع والاختلاف ٤/١٦٠ مكتبة الشاملة

ذِكْرُ إِمَامَةِ وَلَدِ الزِّنَا اخْتَلَفَ أَهْلُ الْعِلْمِ فِي إِمَامَةِوَلَدِ الزِّنَا؛ فَقَالَتْ طَائِفَةٌ: يَؤُمُّ إِذَا كَانَ رَضِيًّا، هَكَذَا قَالَ عَطَاءٌ، وَسُلَيْمَانُ بْنُ مُوسَى، وَمِمَّنْ كَانَ يَرَىإِمَامَةَ وَلَدِ الزِّنَا جَائِزَةً إِبْرَاهِيمُ النَّخَعِيُّ، وَالْحَسَنُ  الْبَصْرِيُّ، وَالزُّهْرِيُّ، وَعَمْرُو بْنُ دِينَارٍ، وَحَمَّادُ بْنُ أَبِي سُلَيْمَانَ، وَهُوَ قَوْلُ سُفْيَانَ الثَّوْرِيِّ، وَالْأَوْزَاعِيِّ، وَأَحْمَدَ، وَإِسْحَاقَ، غَيْرَ أَنَّ بَعْضَهُمُ اشْتَرَطَ إِذَا كَانَ مَرْضِيًّا، وَتَجْزِي عِنْدَ أَصْحَابِ الرَّأْيِ الصَّلَاةُ خَلْفَ وَلَدِ الزِّنَا، وَكَانَتْ عَائِشَةٌ تَقُولُ:
مَا عَلَيْهِ مِنْ وِزْرِ أَبَوَيْهِ شَيْءٌ، قَالَ اللهُ: {وَلَا تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرَى} [الأنعام: ١٦٤] الْآَيَةَ تَعْنِي وَلَدَالزِّنَا. وَفِيهِ قَوْلٌ سِوَاهُ، رُوِّينَا: أَنَّ رَجُلًا كَانَ يَؤُمُّ نَاسًا بِالْعَقِيقِ فَنَهَاهُ عُمَرُ بْنُ عَبْدِ الْعَزِيزِ، وَإِنَّمَا نَهَاهُ لِأَنَّهُ كَانَ لَا يُعْرَفُ أَبُوهُ. وَكَانَ مَالِكٌ يَكْرَهُ أَنْ يُتَّخَذَوَلَدُ الزِّنَا إِمَامًا رَاتِبًا، وَقَدْ حُكِيَ عَنْ مَالِكٍ أَنَّهُ كَانَ لَا  يَرَى بِهِ بَأْسًا. قَالَ أَبُو بَكْرٍ: يَؤُمُّ إِذَا كَانَ مَرْضِيًّا وَلَا تَضُرُّهُ مَعْصِيَةُ غَيْرِهِ

المجموع شرح المهذب : ( الخامسة ) قال المصنف والأصحاب : غير ولد الزنا أولى بالإمامة منه .
ولا يقال : إنه مكروه .
وأما قول الشيخ أبي حامد والعبدري : إنه يكره عندنا ، وعند أبي حنيفة فتساهل منه في تسميته مكروها ، وكرهه مجاهد وعمر بن عبد العزيز وقال مالك والليث : يكره أن يكون إماما راتبا ، وقال الجمهور : لا بأس به ، ممن قال به عائشة أم المؤمنين وعطاء والحسن والزهري والنخعي وعمرو بن دينار وسليمان بن موسى والثوري والأوزاعي وأحمد وإسحاق وداود وابن المنذر

مختصر اختلاف العلماء ١ ص ٣١٩ مكتبة الشاملة

٢٧٧ - فِي إِمَامَة ولد الزِّنَا

قَالَ أَصْحَابنَا غَيره أحب إِلَيْنَا
وَقَالَ مَالك أكره أَن يكون ولد الزِّنَا إِمَامًا لَهُم وشهادته جَائِزَة فِي كل شَيْء إِلَّا فِي الزِّنَا فَإِنَّهُ لَا يجوز وَهُوَ قَول اللَّيْث
وَقَالَ الْأَوْزَاعِيّ لَا بَأْس بِأَن يؤمهم ولد الزِّنَا
قَالَ الشَّافِعِي أكره أَن ينصب من لَا يعرف والداه إِمَامًا ويجزىء من خَلفه
قَالَ أَبُو جَعْفَر قَالَ النَّبِي صلى الله عَلَيْهِ يؤم الْقَوْم اقرؤهم لكتاب الله إِلَى آخر الحَدِيث وَلم يذكر النّسَب وَكَذَلِكَ فِي الشَّهَادَة قَالَ {مِمَّن ترْضونَ من الشُّهَدَاء} الْبَقَرَة ٢٨٢ فالجمع بَينهمَا سَوَاء

https://diskusihukumfiqh212.blogspot.com

[ Wallahu A'lam ]

Sabtu, 28 Oktober 2017

TAHYATAL MASJID SAAT KHUTBAH DAN SUNNAH QOBLIYAH MENCAKUPI KESUNNAHAN DARI TAHYATAL MASJID

KESIMPULAN TEAM MUSYAWWIRIN DHF

1.HUKUM SHOLAT  TAHYATAL MASJID SAAT KHUTBAH.

2.SHOLAT SUNNAH QOBLIAH/SHOLAT FARDLU DAPAT MENCUKUPI KESUNNAHAN DARI TAHYATAL MASJID
■■■■■■■■■■■■■■■■■■■■■■■□.
●pertanyaan:

السلام عليكم
Numpang nanya dikit mazz.

Apakah masih di sunnahkan
Solat sunnah tahyatal masjid / gobliyatal jum'ah pada saat khotib telah naik ke mimbar.?
Sekian terimakasih.

Jawaban team DHF

وعليكم السلام ورحمة الله وبركاته
■DALAM MADZHAB SYAFII■

Di antara shalat yang disunnahkan ialah tahiyatul masjid, yaitu shalat dua rakaat ketika masuk masjid sebelum duduk. Menurut Imam al-Nawawi, kesunnahan shalat ini sudah disepakati oleh mayoritas ulama (ijma’) dan makruh meninggalkannya kecuali ada udzhur . Kesunnahan mengerjakan shalat ini didasarkan pada hadis riwayat Abu Qatadah, Rasulullah SAW berkata:

إذا دخل أحدكم المسجد فليصل ركعتين قبل أن يجلس

Artinya:
“Apabila kalian masuk masjid hendaklah shalat dua raka’at sebelum duduk” (HR: Ibnu Majah)
   
Hadis ini menunjukan secara jelas anjuran shalat tahiyatul masjid. Namun persoalannya, pada saat shalat jum’at, khususnya setelah khatib naik mimbar,  sebagian orang seringkali merasa bingung untuk menentukan pilihan: apakah mengerjakan shalat sunnah atau langsung duduk demi mendapatkan kesunnahan menyimak khutbah.

Persoalan ini pernah melanda seorang sahabat pada masa Rasulullah. Kebetulan pada waktu itu Rasulullah SAW bertindak sebagai khatib jum’at. Dikarenakan datang terlambat, demi menyimak khutbah keagamaan, sahabat tadi langsung duduk dan tidak shalat tahiyatul masjid. Rasul pun akhirnya menegurnya. Beliau berkata:

صل ركعتين خفيفتين قبل أن تجلس

Artinya:
“Shalatlah kamu dua rakaat dengan ringkas (cepat) sebelum duduk” (HR: Ibn Hibban)
   
Rasulullah SAW tetap memerintahkan shalat dua raka’at sekalipun khutbah jum’at sedang berlangsung. Ini menunjukan saking sunnah dan utamanya shalat tahiyatul masjid. Khusus bagi orang yang terlambat, dianjurkan mempercepat shalatnya agar dapat mendengar khutbah jum’at. Berdasarkan hadis ini, Imam al-Nawawi dalam al-Majmu’ Syarah al-Muhadzdzab mengatakan:    

واما إذا دخل والإمام يخطب يوم الجمعة أو غيره فلا يجلس حتى يصلي التحية ويخففها
   
“Apabila seorang masuk masjid dan khatib sedang khutbah jum’at, hendaklah ia shalat tahiyatul masjid terlebih dahulu dan mempercepatnya”
   
Dengan demikian, bagi orang yang terlambat datang ke masjid pada hari jum’at, sementara khatib sudah naik mimbar, kesunnahan shalat tahiyatul masjid tetap berlaku. Namun perlu digarisbawahi, kesunnahan ini tidak berlaku pada saat shalat berjemaah, ketika imam sudah takbir ataupun muadzzin sudah iqamah. Pada kondisi ini, dimakruhkan melakukan shalat sunnah dan lebih baik langsung shalat berjemaah bersama imam.

■Pada dasarnya ulama khilafiyah terkait boleh dan tidak nya sholat tahyatal masjid saat khutbah berlangsung

Di bawah ini kami paparkan
*KHILAFIYAH ULAMA SHOLAT TAHYATAL MASJID SAAT KHOTBAH BERLANGSUNG*

Apakah diperbolehkan sholat tahiyatul masjid saat khotib menyampaikan khutbah?
Para Ulama berbeda pendapat dalam masalah ini.

■al-Qadhi ‘iyadh mengatakan: Imam Malik, Abu Hanifah, Sufyan As-Tsauri, Al-Laits dan jumhur Salaf dari golongan sahabat dan tabi’in mengatakan bahwa orang yang masuk masjid itu tidak boleh shalat tahiyatul masjid.

Ketidakbolehan sholat tersebut didasarkan pada hadis yang diriwayatkan Umar, Utsman dan Ali radhiallahu-‘anhum. Dasar argumen mereka adalah karena terdapat perintah untuk inshaat memperhatikan atau mendengarkan khutbah dengan tenang). Mereka menta’wili hadis-hadis yang berhubungan dengan Sulaik. Nabi memerintahkan supaya berdiri agar para muslimin melihatnya dan bersedekah kepada Sulaik.

■Imam Syafi’i, Imam Ahmad, Imam Ishaq dan para fuqaha dari ulama hadits mengatakan bahwasanya sholat sunnah tahiyatul masjid dua rakaat secara ringan itu disunnatkan, dan makruh duduk sebelum sholat dua rakaat. Pendapat ini bersumber dari mazhab Hasan Bishri dan ulama mutaqaddimin.

■Sayyid Sabiq dalam kitabnya, Fiqh Sunnah memaparkan bahwa sebelum Jum’at disunatkan sholat sunnah selama imam belum memulai khutbah. Jika khatib telah memulai khutbahnya, maka sholat sunnah tersebut harus diurungkan kecuali shalat tahiyatul masjid.

Sholat ini boleh dilangsungkan di tengah-tengah imam memberikan khutbah, hanya harus diringkas. Kecuali saat seseorang masuk dan khutbah hampir selesai, maka tahiyatul mesjid tidak perlu dilakukan.

■Syekh Muhammad ibn Qasyim al-Ghazzi menjelaskan, “barang siapa masuk masjid dan imam sedang berkhuthbah, maka hendaknya ia mengerjakan salat sunnah dua rakaat kemudian duduk secar cepat”.

Ia membuat ibarat dengan kata “masuk” yang memberikan pemahaman bahwa orang yang baru datang (saat khathib sedang berkhuthbah) tidak boleh mengerjakan sholat dua rakaat baik itu salat sunnah jum’at atau tidak.

Dan dari pemahaman ini tidak jelas adanya hukum, bahwa mengerjakan sholat tahiyatul mesjid adalah haram atau makruh untuk dikerjakan.

■Berbeda dengan Imam Nawawi yang menerangkan di dalam syarah Muhadzdzab dengan menetapkan hukum sholat tahiytul masjid saat khatib berkhutbah adalah haram. Kesepekatan keharaman ini dinukil jiuga oleh Imam Mawardi.

■Ibnu Rusyd dalam Bidayah al-Mujtahid memaparkan secara panjang lebar bahwa mengenai seseorang yang hadir di mesjid pada hari Jumat sedang imam tengah berada di atas mimbar, kalangan fuqaha berbeda pendapat, apakah ia boleh mendirikan sholat sunnah atau tidak?

●imam Malik berpendapat bahwa tidak perlu mendirikan sholat sunnah. Sedangkan pendapat lain mengharuskan sholat sunnah tahiyatul masjid. Sebab timbulnya perbedaan pendapat ini bersumber dari qiyas hadis am (umum) berikut ini:

◇Dari Abu Sa’id, sesungguhnya ada seorang laki-laki masuk masjid pada hari jum’at,
padahal Rasulullah saw sedang berkhutbah diatas mimbar, lalu beliau menyuruhnya untuk shalat dua rakaat. (HR. Al-Khamsah kecuali Abu Daud).

Meski khatib tengah berdiri di atas mimbar, berdasarkan hadis ini maka seseorang diharuskan sholat dua rakaat saat memasuki masjid. Namun, di balik itu juga ada perintah diam yang menunjukkan keharusan tidak melakukan sesuatu pekerjaan yang bisa mengganggu ketenangan, sekalipun perbuatan itu adalah ibadah. Keumuman hadis di atas juga dikuatkan oleh pernyataan Nabi SAW:

◇Dari Jabir, dia berkata, “Ada seseorang laki-laki masuk (masjid) pada hari jum’at padahal Rasulullah saw sedang berkhutbah. Lalu beliau bertanya, ‘Sudah shalatkah engkau? Orang itu menjawab, belum. Lalu beliau berkata, shalatlah dua rakaat. “(HR. Al-Jama’ah)

●Al-Jaziri dalam al-Fiqh ala madzahib al-Arba’ah menyebutkan bahwa ketentuan ini pada dasarnya berisi pendapat empat madzhab, misalnya madzhab Hanafi berpendapat bahwa berpendapat ketika khutbah disampaikan maka sholat bersifat makruh tahrim. Sementara madzhab Maliki berpendapat diharamkan berbicara ketika khutbah disampaikan dan ketika imam duduk di atas mimbar antara dua khutbah.

●Sedangkan madzhab Syafi’i mengemukakan dimakruhkan dengan makruh tanzih berbicara di tengah-tengah khotib menunaikan khutbahnya, terutama rukun-rukunnya, meskipun ia tidak mendengar secara nyata.

*adapun melakukan sholat sunnah selain tahyatal masjid saat khutbah berlangsung hukumnya tidak bolah*

■Wal hasil:

Tidak diperbolehkan melakukan sholat sunat bagi orang yang menghadiri sholat jum'at setelah imam naik kemimbar meskipun ia tidak mendengar khutbah. Hukum ini berdasarkan ijma' (kesepakatan) ulama',sebagaimana dinukil oleh Imam Al-Mawardi. Imam Al-Bulqini menambahkan, jika sholatnya harom maka sholat tersebut juka dihukumi tidak sah.

Namun ada yang dikecualikan, yaitu sholat sunat tahiyatul masjid. Sholat sunat tahiyyatul masjid boleh dikerjakan meskipun khotib sudah naik keatas mimbar, dan sholat tahiyyatul masjid tersebut wajib dikerjakan dengan ringan (tidak terlalu lama). Pengecualian ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan shohabat Jabir ;

جَاءَ سُلَيْكٌ الْغَطَفَانِيُّ يَوْمَ الْجُمُعَةِ، وَرَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَخْطُبُ، فَجَلَسَ، فَقَالَ لَهُ : يَا سُلَيْكُ قُمْ فَارْكَعْ رَكْعَتَيْنِ، وَتَجَوَّزْ فِيهِمَا. ثُمَّ قَالَ: «إِذَا جَاءَ أَحَدُكُمْ يَوْمَ الْجُمُعَةِ، وَالْإِمَامُ يَخْطُبُ، فَلْيَرْكَعْ رَكْعَتَيْنِ، وَلْيَتَجَوَّزْ فِيهِمَا

Sulaik Al-Ghathafani datang pada hari Jum’at, sementara Rasulullah shollallohu ‘alaihi wasallam sedang berkhutbah, dia pun duduk. Maka beliau pun bertanya padanya, “Wahai Sulaik, bangun dan shalatlah dua raka’at, kerjakanlah dengan ringan.” Kemudian beliau bersabda, “Jika salah seorang dari kalian datang pada hari Jum’at, sedangkan imam sedang berkhutbah, maka hendaklah dia shalat dua raka’at, dan hendaknya dia mengerjakannya dengan ringan.” ( Shohih Muslim no. 875 )

Sholat tahiyatul masjid tersebut dikerjakan apabila ia sudah mengerjakan sholat sunat qobliyah jum'at, bila belum, maka ia cukup mengerjakan sholat sunat qobliyah jum'at, dan sudah mencukupi untuk sholat tahiyat (tidak usah sholat tahiyat). Namun, juga harus dikerjakan dengan ringan dan tidak tidak dikerjakan lebih dari dua roka'at.

Hukum diatas berlaku selama khutbahnya belum sampai akhir. Jika khutbahnya sudah sampai pada akhir, sekiranya bila ia mengerjakan sholat ia tiak akan bisa takbirotul ihrom bersama imam, maka ia tidak diperkenankan melakukan sholat.dan tetap berdiri sampai sholat jum'at dikerjakan, agar ia tidak duduk dimasjid sebelum sholat tahiyatul masjid (karena sholat tahiyyatl masjid sudah tercukupi dengan ia mengerjakan sholat jum;'at).

Ketentuan-ketentuan tersebut hanya berlaku jika orang tersebut berada didalam masjid. Jika ia tidak berada didalam masjid, jika ia berada diluar masjid maka ia langsung duduk tanpa mengerjakan sholat sunat.

■KESIMPULAN■
Dari penjelasan diatas bisa disimpulkan bahwa:

□Jika orang yang terlambat tersebut berada didalam masjid, maka ia boleh mengerjakan sholat qobliyah jum'at selama tidak menghawatirkan akan ketinggalan takbirotul ihrom imam.

□Dan jika ia berada diluar maasjid maka langsung duduk tanpa mengerjakan sholat sunat qobliyah jum'at.

_________________________________

Referensi :
●Mughnil Muhtaj, Juz : 1  Hal : 553-554
ولا يباح لغير الخطيب من الحاضرين نافلة بعد صعوده المنبر وجلوسه وإن لم يسمع الخطبة لإعراضه عنه بالكلية، ونقل فيه الماوردي الإجماع، والفرق بين الكلام - حيث لا بأس، به وإن صعد الخطيب المنبر ما لم يبتدئ الخطبة - وبين الصلاة - حيث تحرم حينئذ - أن قطع الكلام هين متى ابتدأ الخطيب الخطبة، بخلاف الصلاة فإنه قد يفوته بها سماع أول الخطبة وإذا حرمت لم تنعقد كما قاله البلقيني لأن الوقت ليس لها، وكالصلاة في الأوقات الخمسة المكروهة. بل أولى للإجماع على تحريمها هنا كما مر بخلافها ثم
وتستثنى التحية لداخل المسجد والخطيب على المنبر فيصليها ندبا مخففة وجوبا لخبر مسلم «جاء سليك الغطفاني يوم الجمعة والنبي - صلى الله عليه وسلم - يخطب فجلس، فقال له يا سليك قم فاركع ركعتين وتجوز فيهما. ثم قال: إذا جاء أحدكم يوم الجمعة والإمام يخطب فليركع وليتجوز فيهما» هذا إن صلى سنة الجمعة وإلا صلاها مخففة وحصلت التحية، ولا يزيد على ركعتين بكل حال، فإن لم تحصل تحية كأن كان في غير مسجد لم يصل شيئا

● Asnal Matholib, Juz : 1  Hal : 258-259

وينبغي) أي يجب كما صرح به الشيخ نصر المقدسي (تخفيف الصلاة) على من كان فيها (عند قيام الخطيب) أي صعوده المنبر وجلوسه (ولا تباح) لغير الخطيب من الحاضرين (نافلة بعد صعوده) المنبر (وجلوسه) وإن لم يسمع الخطبة لإعراضه عنه بالكلية ونقل فيه الماوردي وغيره الإجماع وعن الزهري خروج الإمام يقطع الصلاة وكلامه يقطع الكلام والفرق بين الكلام حيث لا بأس به وإن صعد الخطيب المنبر ما لم يبتدئ الخطبة وبين الصلاة حيث تحرم حينئذ أن قطع الكلام هين متى ابتدأ الخطيب الخطبة بخلاف الصلاة فإنه قد يفوته بها سماع أول الخطبة وإذا حرمت فالمتجه كما قال البلقيني عدم انعقادها؛ لأن الوقت ليس لها وكالصلاة في الأوقات الخمسة المكروهة بل أولى للإجماع على تحريمها هنا كما مر بخلافها ثم ولتفصيلهم ثم بين ذات السبب وغيرها بخلاف ما هنا بل إطلاقهم ومنعهم من الراتبة مع قيام سببها يقتضي أنه لو تذكر هنا فرضا لا يأتي به وأنه لو أتى به لم ينعقد، وهو المتجه وتعبير جماعة بالنافلة جرى على الغالب وتعليل الجرجاني استحباب التحية بأنها ذات سبب فلم تمنعها الخطبة كالقضاء محمول بعد تسليم صحته على أن له أن يحرم بالقضاء قبل جلوسه كما في التحية وقول المصنف وجلوسه من زيادته وبه صرح في المجموع
والداخل) للمسجد والخطيب على المنبر (لا في آخر الخطبة يصلي التحية) ندبا (مخففة) وجوبا لما مر في صلاة التطوع مع خبر مسلم «جاء سليك الغطفاني يوم الجمعة والنبي - صلى الله عليه وسلم - يخطب فجلس فقال يا سليك قم فاركع ركعتين وتجوز فيهما ثم قال إذا جاء أحدكم يوم الجمعة والإمام يخطب فليركع ركعتين وليتجوز فيهما» هذا (إن صلى السنة) أي سنة الجمعة (وإلا صلاها كذلك) أي مخففة وحصلت التحية ولا يزيد على ركعتين بكل حال أما إذا دخل في آخر الخطبة فلا يصلي لئلا يفوته أول الجمعة مع الإمام قال في المجموع، وهذا محمول على تفصيل ذكره المحققون من أنه إن غلب على ظنه أنه إن صلاها فاتته تكبيرة الإحرام مع الإمام لم يصل التحية بل يقف حتى تقام الصلاة ولا يعقد لئلا يكون جالسا في المسجد قبل التحية

●Hasyiyah Asy-Syibromilsi Ala Nihayatul Muhtaj, Juz : 2  Hal : 321

فرع] من دخل والإمام يخطب صلى ركعتين م ر ثم مرة أخرى. قال: لو كان محل الخطبة غير المسجد لا صلاة، وحاصله أنه قال: إذا دخل حال الخطبة. فإن كان المكان مسجدا صلى التحية أو ركعتين راتبة أو نحو فائتة وإن لم يكن مسجدا جلس ولا صلاة مطلقا اه

● Roudlotut tholibin Juz 2 : Halaman 30 ].
ﻭﻟﻮ ﺩﺧﻞ ﻓﻲ ﺃﺛﻨﺎﺀ ﺍﻟﺨﻄﺒﺔ ، ﺍﺳﺘﺤﺐ ﻟﻪ ﺃﻥ ﻳﺼﻠﻲ ﺍﻟﺘﺤﻴﺔ ، ﻭﻳﺨﻔﻔﻬﺎ . ﻓﻠﻮ ﻛﺎﻥ ﻣﺎ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﺴﻨﺔ ، ﺻﻼﻫﺎ ﻭﺣﺼﻠﺖ ﺍﻟﺘﺤﻴﺔ . ﻭﻟﻮ ﺩﺧﻞ ﻭﺍﻹﻣﺎﻡ ﻓﻲ ﺁﺧﺮ ﺍﻟﺨﻄﺒﺔ ، ﻟﻢ ﻳﺼﻞ ، ﻟﺌﻼ ﻳﻔﻮﺗﻪ ﺃﻭﻝ ﺍﻟﺠﻤﻌﺔ ﻣﻊ ﺍﻹﻣﺎﻡ
Bila seseorang masuk masjid disaat berlangsung khotbah disunahkan baginya shalat TAHIYYAH ALMASJID dan ringkaskanlah, bila ia mengerjakan shalat sunnah maka kerjakan dan hasil pulalah pahala shalat tahiyyah, bila ia masuk masjid dan khotib berada dipenghujung khutbah jangan melakukan shalat agar tidak hilang kesempatan baginya mengerjakan awal shalat jumat bersama imam.

●اعانة الطالبين ج١ ص٢٩٦
وكره تركها من غير عذر.
نعم، إن قرب قيام مكتوبة جمعة أو غيرها، وخشي لو اشتغل بالتحية فوات فضيلة التحرم انتظره قائما
Murod:

Masih dinamakan tahiyyatul masjid wlaupun telat sampai adzan, bahkan sampai adzan kedua dan khutbah, kcuali telat sampai hampir dikerjakannya shalat jum'at maka jgn lagi shalat tahiyyatul masjid, krena takut ketinggalan fadhilah takbiratul ihram bersama imam.

■اللباب جز 1 ص 144_145
مكتبة الشاملة
باب تحية المسجد
والمستحب لكل من دخل المسجد أن يصلّي ركعتين قبل أن يقعد في أي وقت كان، وهذا٥ لمن كان دخوله المسجد أحيانا٦ /٧.
فأما من يتواتر٨ دخوله المسجد في الساعة الواحدة٩ مرارا، فإن لم يصلّ التحيّة١٠ كل مرة رجوت أن يُجزئه١١.

والتحيّات ثلاث١٢:
أحدها: تحية المسجد ركعتان.
والثانية: تحية البلد الحرام الإحرام بحج أو عمرة٣.
والثالثة: تحية البيت العتيق إذا دخل المسجد الحرام الطواف٤.
وتكره تحية المسجد في حالتين٥:
أحدهما: إذا وجد الإمام في المكتوبة.
والثانية: إذا دخل المسجد الحرام فإنه يشتغل٦ بالطواف٧.

****---****
■ الحاوى الكبير 2 ص 429 _430 مكتبة الشاملة

(فصل)
: فأما جواز التنعل يَوْمَ الْجُمْعَةِ: فَمَا لَمْ يَظْهَرِ الْإِمَامُ، وَيَجْلِسْ عَلَى الْمِنْبَرِ، فَمُسْتَحَبٌّ لِمَنِ ابْتَدَأَ دُخُولَ الْمَسْجِدِ، وَلِمَنْ كَانَ مُقِيمًا فِيهِ أَنْ يَتَنَفَّلَ قَبْلَ الزَّوَالِ وَبَعْدَهُ.
فَأَمَّا إِذَا جَلَسَ الْإِمَامُ عَلَى الْمِنْبَرِ فَقَدْ حَرُمَ عَلَى مَنْ فِي الْمَسْجِدِ أَنْ يَبْتَدِئَ بِصَلَاةِ النَّافِلَةِ، وَإِنْ كَانَ فِي صلاة خففها وجلس، وَهَذَا إِجْمَاعٌ لِقَوْلِهِ تَعَالَى: {وَإِذَا قُرِئَ الْقُرْآنُ فَاسْتَمِعُوا لَهُ وَأَنْصِتُوا} [الأعراف: ٢٠٤] فإنها نَزَلَتْ فِي الْخُطْبَةِ، فَسَمَّى الْخُطْبَةَ قُرْآنًا، لِمَا يَتَضَمَّنُهَا مِنَ الْقُرْآنِ.
فَأَمَّا مَنِ ابْتَدَأَ دُخُولَ الْمَسْجِدِ فِي هَذِهِ الْحَالَةِ وَالْإِمَامُ عَلَى الْمِنْبَرِ، فَالسُّنَّةُ عِنْدَنَا أَنْ يُصَلِّيَ رَكْعَتَيْنِ، وَلَا يَزِيدَ عَلَيْهِمَا، تَحِيَّةَ الْمَسْجِدِ فِيمَنْ يَجْلِسُ مِنْهُ وَقَالَ أبو حنيفة وَمَالِكٌ: لَا يَجُوزُ لَهُ أَنْ يَرْكَعَ وَالْإِمَامُ عَلَى الْمِنْبَرِ تَعَلُّقًا بِقَوْلِهِ تَعَالَى: {وَإِذَا قُرِئَ الْقُرْآنُ فَاسْتَمِعُوا لَهُ وَأَنْصِتُوا} [الأعراف: ٢٠٤] وَالصَّلَاةُ تُضَادُّ الْإِنْصَاتَ، وَبِمَا رُوِيَ عَنِ ابْنِ عُمَرَ أَنَّ النَّبِيَّ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم َ - قَالَ: " مَنْ دَخَلَ وَالْإِمَامُ يَخْطُبُ فَلَا صَلَاةَ وَلَا كَلَامَ حَتَّى يَفْرُغَ ".
قَالُوا: وَلِأَنَّهُ مَعْنًى يَمْنَعُ مِنَ اسْتِمَاعِ الْخُطْبَةِ، فَوَجَبَ أَنْ يَكُونَ مَمْنُوعًا مِنْهُ كَالْكَلَامِ قَالُوا: وَلِأَنَّ كُلَّ مَنْ حَضَرَ الْخُطْبَةَ كَانَ مَمْنُوعًا مِنَ الصَّلَاةِ كَالْجَالِسِ إِذَا أَتَى بِتَحِيَّةِ الْمَسْجِدِ.
وَدَلِيلُنَا: مَا رَوَى أَبُو ذَرٍّ قَالَ: دَخَلْتُ الْمَسْجِدَ وَرَسُولُ اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم َ - جَالِسٌ، فَضَرَبَ بِيَدِهِ بَيْنَ كَتِفَيَّ وَقَالَ لِي: " إِنَّ لِكُلِ شَيْءٍ تَحِيَّةً، وَتَحِيَّةُ الْمَسْجِدِ أَنْ تُصَلِّيَ رَكْعَتَيْنِ إِذَا دَخَلْتَ، قُمْ فَصَلِّ " فَكَانَ هَذَا عَلَى عُمُومِهِ.
وَرَوَى أَبُو سُفْيَانَ عَنْ جابر بن عبد الله أن سليك الْغَطَفَانِيَّ دَخَلَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَرَسُولُ اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم َ - يَخْطُبُ، فَجَلَسَ فَقَالَ لَهُ: قُمْ فَارْكَعْ رَكْعَتَيْنِ تَجَوَّزْ فِيهِمَا.
وَرَوَى مُحَمَّدُ بْنُ الْمُنْكَدِرِ عَنْ جَابِرٍ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم َ - أَنَّهُ قَالَ: " إِذَا جَاءَ أَحَدُكُمْ يَوْمَ الْجُمْعَةِ، وَالْإِمَامُ يَخْطُبُ فَلَا يَقْعُدْ حَتَّى يُصَلِّيَ رَكْعَتَيْنِ خَفِيفَتَيْنِ ثُمَّ يَجْلِسْ ".
وَرُوِيَ أَنَّ أَبَا سَعِيدٍ الْخُدْرِيَّ دَخَلَ يَوْمَ الْجُمْعَةِ وَمَرْوَانُ يَخْطُبُ، فَقَامَ لِيَرْكَعَ، فَقَامَ إِلَيْهِ

الْأَحْرَاسُ، فَأَبَى عَلَيْهِمْ قَائِمًا، فَلَمَّا فَرَغَ قِيلَ لَهُ: إِنَّ الْقَوْمَ هَمُّوا بِكَ، فَقَالَ مَا كُنْتُ لِأَدَعَهُمَا بَعْدَ شَيْءٍ رَأَيْتُهُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم َ -.
وَرُوِيَ عَنِ الشَّافِعِيِّ فِي هَذَا الْخَبَرِ أَنَّهُ قِيلَ لَهُ: وَمَا رَأَيْتَ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم َ -؟ فَقَالَ: دَخَلَ رَجُلٌ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَرَسُولُ اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم َ - يخطب، وعليه هيئة بَذَّةٌ، وَقَدِ اسْتَتَرَ بِخِرْقَةٍ، فَقَالَ: قُمْ فَارْكَعْ، فَلَمَّا صَلَّى قَالَ: تَصَدَّقُوا عَلَيْهِ، فَأَلْقَوُا الثِّيَابَ، فَأَعْطَاهُ مِنْهَا ثَوْبَيْنِ، فَلَمَّا كَانَ فِي الْجُمُعَةِ الثَّانِيَةِ حَثَّ النَّاسَ عَلَى الصَّدَقَةِ، فَتَصَدَّقَ الرَّجُلُ بِأَحَدِ ثَوْبَيْهِ فَغَضِبَ رَسُولُ اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم َ - وقال ألا تروق إِلَى هَذَا.
فَإِنْ قِيلَ: إِنَّمَا أَمَرَهُ بِالصَّلَاةِ لِيَتَصَدَّقَ النَّاسُ عَلَيْهِ إِذَا رَأَوْهُ.
قِيلَ: هَذَا فَاسِدٌ بِفِعْلِ رَاوِي الْحَدِيثِ أَبِي سَعِيدٍ، وَلِأَنَّ الأمر بالصدفة لَا يُبِيحُ فِعْلَ الْمَحْظُورِ.
فَأَمَّا اسْتِدْلَالُهُمْ بِالْآيَةِ فَمَخْصُوصٌ، وَأَمَّا الْحَدِيثُ فَمَجْهُولٌ، وَإِنْ صَحَّ كَانَ مَخْصُوصًا
وَأَمَّا قِيَاسُهُ عَلَى الْجَالِسِ، فَالْمَعْنَى فِيهِ أَنَّهُ إِنَّمَا أَمَرَ بِهِ مِنْ تَحِيَّةِ الْمَسْجِدِ. فَإِذَا ثَبَتَ أَنَّ الدَّاخِلَ يَأْتِي بِتَحِيَّةِ الْمَسْجِدِ فَلَا فَرْقَ بَيْنَ أَنْ يَكُونَ الْإِمَامُ فِي الْخُطْبَةِ الْأَوْلَى أَوِ الثَّانِيَةِ، فَإِذَا دَخَلَ بَعْدَ فَرَاغِ الْإِمَامِ مِنَ الْخُطْبَتَيْنِ وَقَدْ أُقِيمَتِ الصَّلَاةُ لَمْ يَجُزْ أَنْ يَرْكَعَ، لِقَوْلِهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم َ -: " إِذَا أُقِيمَتِ الصَّلَاةُ فَلَا صَلَاةَ إِلَّا الْمَكْتُوبَةَ "

******----********
■ الحاوى الكبير 2 ص 497_498 مكتبة الشاملة

قَالَ الْمَاوَرْدِيُّ: وَصُورَةُ هَذِهِ الْمَسْأَلَةِ فِي رَجُلٍ تَوَجَّهَ لِصَلَاةِ الْعِيدِ فَأَدْرَكَ الْإِمَامَ فِي الْخُطْبَةِ بعد فراغه من الصلاة، فلا تخلو حَالُ الْإِمَامِ مِنْ أَحَدِ أَمْرَيْنِ، إِمَّا أَنْ يَكُونَ فِي الْمَسْجِدِ أَوْ فِي الْمُصَلَّى، فَإِنْ كَانَ فِي الْمَسْجِدِ فَيَنْبَغِي لَهُ أَنْ يَسْتَمِعَ الْخُطْبَةَ، وَلَا يُصَلِّي حَتَّى إِذَا فَرَغَ الْإِمَامُ مِنْ خُطْبَتِهِ صَلَّى حِينَئِذٍ إِنْ شَاءَ فِي مَوْضِعِهِ بِالْمُصَلَّى، وَإِنْ شَاءَ فِي مَنْزِلِهِ، لِأَنَّ وَقْتَهَا بَاقٍ إِلَى زَوَالِ الشَّمْسِ، وَلَيْسَ بَعْضُ الْمَوَاضِعِ أَحَقَّ بِهَا فِي الِانْفِرَادِ مِنْ بَعْضٍ، فَإِنْ خَافَ فَوَاتَ الْوَقْتِ صَلَّى وَإِنْ كَانَ الْإِمَامُ فِي الْخُطْبَةِ، لِأَنَّهُ لَا يَجُوزُ تَأْخِيرُهَا عَنْ وَقْتِهَا مَعَ إِمْكَانِ أَدَائِهَا وَتَعَذُّرِ قَضَائِهَا بَعْدَ الْوَقْتِ فِي أَحَدِ الْقَوْلَيْنِ، وَإِنْ كَانَ الإمام في المسجد فينبغي لَهُ أَنْ يَشْتَغِلَ بِالصَّلَاةِ، حَتَّى إِذَا فَرَغَ مِنْهَا اسْتَمَعَ بَاقِيَ الْخُطْبَةِ.
وَالْفَرْقُ بَيْنَهُمَا أَنَّ الدَّاخِلَ إِلَى الْمَسْجِدِ مَأْمُورٌ بِالصَّلَاةِ فِيهِ تَحِيَّةً لَهُ وَكَذَلِكَ أَمْرُ الدَّاخِلِ يَوْمَ الْجُمْعَةِ، وَالْإِمَامُ يَخْطُبُ بِالرُّكُوعِ قَبْلَ الِاسْتِمَاعِ تَحِيَّةً لَهُ، وَلَيْسَ كذلك المصلي، فإذا ثبت أنه يصلي وإن كَانَ الْإِمَامُ يَخْطُبُ فَقَدِ اخْتَلَفَ أَصْحَابُنَا هَلْ يُصَلِّي صَلَاةَ الْعِيدِ أَوْ تَحِيَّةَ

الْمَسْجِدِ؟ فَقَالَ أَبُو إِسْحَاقَ الْمَرْوَزِيُّ: يُصَلِّي صَلَاةَ الْعِيدِ بِتَكْبِيرٍ زَائِدٍ وَيَنُوبُ عَنْ تَحِيَّةِ الْمَسْجِدِ، كَمَنْ دَخَلَ الْمَسْجِدَ فَأَدْرَكَ الْإِمَامَ فِي صَلَاةِ فَرِيضَةٍ، فَإِنَّهُ يُصَلِّي مَعَهُ، وَيَنُوبُ عَنْ تَحِيَّةِ الْمَسْجِدِ.
وَقَالَ أَبُو عَلِيِّ بْنُ أَبِي هُرَيْرَةَ: يُصَلِّي تَحِيَّةَ الْمَسْجِدِ ثُمَّ يَجْلِسُ لِسَمَاعِ الْخُطْبَةِ، حَتَّى إِذَا فَرَغَ الْإِمَامُ صَلَّى الْعِيدَ، لِأَنَّ الْمَأْمُومَ تَبَعٌ لِإِمَامِهِ فِي الصَّلَاةِ، فَلَمْ يَجُزْ أَنْ يَقْضِيَ مَا فَاتَهُ مِنَ الصَّلَاةِ إِلَّا بَعْدَ اتِّبَاعِهِ فِيمَا بَقِيَ مِنَ الْخُطْبَةِ، كَمَا لَوْ أَدْرَكَهُ فِي صَلَاةِ فَرِيضَةٍ. وَالْأَوَّلُ أَصَحُّ.

****----****
■ التعليقة لقاضى حسين جز 2 ص 985_986 مكتبة الشاملة
Melakukan sholat rawatib atau sholat fardlu dapat mncukupi kesunnahan tahyatal masjid.

فصل
السنة لمن دخل مسجدًا ألا يخرج على شيء حتى يصلي ركعتين، ولا يقعد قبل فعلهما.
قال النبي صلى الله عليه وسلم إذا دخل أحدكم المسجد فلا يجلس حتى يصلي ركعتين.
فلو صلى سنة راتبة أو فريضة تأدت بها تحية المسجد؛ لأن المقصود ألا يخرج على شيء بعد دخول المسجد إلا على الصلاة، وهذا نظير ما لو اغتسل للجناية يوم الجمعة يتأدى به غسل سنة الجمعة، فلو سجد للشكر والتلاوة، أو صلى على الجنازة، هل يتأدي به تحية المسجد في صلاة الجنازة
يحتمل وجهين:
أحدهما: بلى؛ لأنه من جنس الصلاة أو بعض منها.
والثاني: لا؛ لأنه ليس بصلاة، بل هو ركن من اركانها كقراءة القرآن، وإذا صلى ركعة واحدة، قال القاضي رحمه الهل، ترتب هذه على صلاة الجنازة إن قلنا: تتأدى به تحية المسجد، فالركعة أولى، وإلا تخرج على الوجهين:
أحدهما: لا تتأدي لأن ظاهر الحديث يقتضي فعل ركعتين.

والثاني: تتأدى، لأنها صلاة مشروعة، ويمكن بناؤها على ما لو نذر أن يصلي مطلقًا، هل يخرج بها عن موجب نذره؟
فعلى قولين:
ووجه الشبه أنه بدخول المسجد التزم سنة التحية، كما بالنذر التزم فعل المنذور، وإذا سجد للشكر أو للتلاوة، يترتب على صلاة الجنازة إن قلنا: لا تتأدى بها تحية المسجد، فها هنا أولى، وإلا فعلى وجهين.
والفرق أن ذاك يسمى صلاة في الشرع، بخلاف سجدة الشكر والتلاوة.
وإذا دخل المسجد، وجلس قال رضي الله عنه، لا تقول يقي تحية المسجد، لأنه كان يفعلها بسبب، وهو احترام المسجد، وقد فات السبب، ووجد التضييع كما نقول في صلاة الخسوف والكسوف، لا تقضي بعد فوات السبب باخلا بها، والله أعلم بالصواب.

****-****
■التنبيه فى الفقه الامام الشافعى 1 ص 35 مكتبة الشاملة

ويسن لمن دخل المسجد أن يصلي ركعتين تحية المسجد الا أن يدخل وقد حضر الجماعة فالفريضة أولى ويجوز فعل النوافل قاعدا.

*****---*****
■ المهذاب 1 ص 161 مكتبة الشاملة

Jika sholat jamaah sudh di mulai mka tdk perlu sholat tahyatal masjid, cukup langsung ikut jamaah sholat fardlu krn
Sholat fardlu dapat mncukupi kesunnahan tahyatal masjid
فصل: ويستحب لمن دخل المسجد أن يصلي ركعتين تحية المسجد لما روى أبو قتادة رضي الله عنه أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: "إذا جاء أحدكم المسجد فليصل سجدتين من قبل أن يجلس٢" فإن دخل وقد حضرت الجماعة لم يصل التحية لقوله صلى الله عليه وسلم "إذا أقيمت الصلاة فلا صلاة إلا المكتوبة٣" ولأنه يحصل به التحية كما يحصل حق الدخول إلى الحرم بحجة الفرض.

****---****

■الباجوري ج ١ ص ٢٢٣
ومن دخل المسجد والامام يخطب صلى ركعتين خفيفتين ثم يجلس (قوله صلى خفيفتين)اي بنية تحية المسجد ات كان صلى في البيت سنة الجمعة والانواها وحصلت التحية ولايزيدعلى ركعتين بكل حال.
Barangsiapa masuk masjid ketika Imam sedang membaca khotbah maka sunnah melakukan sholat dua roka'at kemudian duduk, dg niat sholat tahiyyatalmasjid jika di rumahnya telah melakukan sholat qobliyataljum'at dan apabila dia belum melaksanakan sholat qobliataljum'at maka shalatnya dg niat qobliatiljum'at dan sekaligus menghasilkan kesunatannya/pahalanya sholat tahiyyattalmasjid akan ttp tdk boleh melebihi dua rokaat
Dg catatan
فان غلب على ظنه ان صلاهما فاتته تكبيرة الاحرام مع الامام تركهماولايقعدبل يستمرقائمالئلايكون جالسافي المسجدقبل التحية
Apabila bila melaksanakan dua rokaat ini bisa tdk menututi takbiratul ihram bersama Imam maka tinggalkanlah dua rokaat ini dan jangan duduk akan berdirilah sampai dilaksanakan nya sholat agar tdk sampai duduk di masjid tampa tahiyyatalmasjid

فلوصلى في هذه الحالة استحب للامام ان يزيد في كلام الخطبة بقدر ما يمثل هناك ما قاله ابن الرفعة ونص عليه في الام وهوالمعتمد
Tp bila dia pada saat di perkirakan kl
Melakukan solat dua rokaat ini dia tdk bisa takbiratul ihram bersama Imam, masih saja melakukan solat dua rokaat ini, maka bg Imam sunnah memanjangkan khotbah nya sekiranya dia yg sholah ini selesai sholatnya, begitu lah keterangan dr ibnu rif'ah dan di jelaskan oleh Imam syafii ddlm kita Al-um dan ini adlah pendapat yg mu'tamad

*****----****
■ المهذب 1 ص226 مكتبة الشاملة

ويستحب للناس استماع الخطبة لما روي عن ابن مسعود البدري أنه قال: يوم عيد من شهد الصلاة معنا فلا يبرح حتى يشهد الخطبة فإن دخل رجل والإمام يخطب فإن كان في المصلى استمع الخطبة ولا يشتغل بصلاة العيد لأن الخطبة من سنن العيد ويخشى فوتها فكان الاشتغال بالخطبة أولى وإن كان في المسجد ففيه وجهان: قال أبو علي بن أبي هريرة يصلي تحية المسجد ولا يصلي صلاة العيد لأن الإمام لم يفرغ من سنة العيد فلا يشتغل بالقضاء وقال أبو إسحاق المروزي: يصلي العيد لأنها أهم من تحية المسجد وآكد وإذا صلاها سقط بها التحية فكان الاشتغال بها أولى كما لو حضر وعليه مكتوبة.

》》》》》》》DAPAT DI LIHAT JUGA:
dalam kitab:

Imam Taqi al-Din Abubakar ibn Muhammad Al-Hussaini,  Kifayat Al Akhyar Fii Halli Ghayat al-Ikhtishar,  Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiah, juz 1, tth.

Sayid Sabiq, Fiqh al-Sunnah,  Kairo: Maktabah Dar al-Turas, juz 1, tth.

Muhammad ibn Qasyim al-Ghazzi, Fath al-Qarib al-Mujib, Indonesia: Dar al- Ihya al-Kitab, al-Arabiah, tth.

Al-Faqih Abul Walid Muhammad ibn Ahmad ibn Muhammad Ibnu Rusyd, Bidayat al Mujtahid Wa Nihayat al Muqtasid,  Beirut: Dar Al-Jiil, 1409 H/1989.

Al-Allamah Ibn Ali Ibn Muhammad Asy Syaukani, Nail al–Autar Min Asyrari Muntaqa al-Akhbar, Beirut: Daar al-Qutub al-Arabia, juz 3, 1973.

Abd al-Rahman al-Jaziri,, Kitab al-Fiqh ‘ala al-Madzahib al-Arba’ah, Beirut: Dar al- Kutub al-Ilmiah,▪

والله اعلم بالصواب
Https://diskusihukumfiqh212.blogspot.com

MEMAKAI CELAK SAAT PUASA

KESIMPULAN TEAM DHF HUKUM MEMAKAI CELAK MATA SAAT BERPUASA ----------------------------- 📝 PERTANYAAN: assalamu'alaikum Bagaimana ...