Label

Rabu, 25 April 2018

MEMAKAI CELAK SAAT PUASA

KESIMPULAN TEAM DHF

HUKUM MEMAKAI CELAK MATA SAAT BERPUASA
-----------------------------

📝 PERTANYAAN:

assalamu'alaikum

Bagaimana hukum nya memakai celak mata pada saat berpuasa:

📖 JAWABAN:

وعليكم السلام ورحمة الله وبركاته

Ulama' klilafiyah terkait permasalahan di atas.

1⃣Pendapat pertama:
Memakai celak mata ketika berpuasa diperbolehkan (tidak di makruhkan) dan tidak membatal kan puasa (puasanya sah),karena mata bukan merupakan manfadz (saluran tembus menuju jauf atau perut)

Didalam kitab: " Al-Fiqhul Manhaj Ala Madzahibil Imam Asy Syafii hal 84 di jelaskan bahwa:

" meneteskan kedalam lubang telingga,membatal kan puasa karna telingga adalah lubang yang terbuka

Sedangkan meneteskan kedalam mata itu tidak membatalkan puasa,karena mata itu lubang yang tidak terbuka.

Pernyataan tersebut di kuatkan oleh imam nawawi, dan beberapa ulama' lain nya: bahwa hukum bercelak boleh,tidak membatalkan puasa dan tidak di makruhkan, baik celak itu di temukan rasa (sifat) ataupun tidak .

2⃣Pendapat kedua:
Sebagian ulama menghukumi batal puasanya sebab bercelak, pendapat tersebut sebagaimana di tuturkan /ceritakan ibnu mundzir,  dari sulaiman, at_taimiy, dan imam manshur bin al mu'tamir, dan ibnu syubrumah dan imam ibnu abiy lala.

3⃣Pendapat ketiga:
Menurt imam qotadah
Tergantung bentuk celak nya.

4⃣Pendapat ke emapat:
Imam tasuriy dan imam abu ishaq hanya sebatas makruh bercelak saat berpuasa.

5⃣Pendapat ke lima:
Menurut imam Malik dan imam Ahmad tidak membatalkan puasa tetapi di makruhkan apabila celak tersebut sampai terasa di kerongkongan.
(Lihat al_majmu' syarah al.muhadzdzab 6/ 388_389)

📝Catatan:
Terlepas dari khilafiyah tersebut
Di dalam  Madzhab Syafii yg di anggap kuat dan bisa dijadikan pijakan hukum adalah  BOLEH (tidak makruh) dan puasanya tidak batal (tetap sah)

📚 REFERENSI:

📕 المهذب بهامش المجموع ج ٦ ص ٣٨٧ للإمام الشيرازي

📖 قَالَ الْمُصَنِّفُ رَحِمَهُ اللَّهُ تَعَالَى ( وَيَجُوزُ لِلصَّائِمِ أَنْ يَنْزِلَ الْمَاءَ وَيَنْغَطِسَ فِيهِ ; لِمَا رَوَى أَبُو بَكْرِ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ الْحَارِثِ بْنِ هِشَامٍ قَالَ : { حَدَّثَنِي مَنْ رَأَى النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي يَوْمٍ صَائِفٍ يَصُبُّ عَلَى رَأْسِهِ الْمَاءَ مِنْ شِدَّةِ الْحَرِّ وَالْعَطَشِ وَهُوَ صَائِمٌ } . وَيَجُوزُ أَنْ يَكْتَحِلَ ; لِمَا رُوِيَ عَنْ أَنَسٍ " أَنَّهُ كَانَ يَكْتَحِلُ وَهُوَ صَائِمٌ " وَلِأَنَّ الْعَيْنَ لَيْسَ بِمَنْفَذٍ ، فَلَمْ يَبْطُلُ الصَّوْمُ بِمَا يَصِلُ إلَيْهَا ) .

📔 Al-Fiqhul Manhaj Ala Madzahibil Imam Asy Syafii hal 84

فاقطرة كن لأذن مفطرة لأنها منفد مفتوح، والقطرة فآالعين عير مفطرة لأنه منفد غير مفتوح.

_____________
Berikut ibaroh khilafiyah

📕 المجموع شرح المهذب ج ٦ ص ٣٨٨-٣٨٩

( الثَّانِيَةُ ) يَجُوزُ لِلصَّائِمِ الِاكْتِحَالُ بِجَمِيعِ الْأَكْحَالِ وَلَا يُفْطِرُ بِذَلِكَ سَوَاءٌ وَجَدَ طَعْمَهُ فِي حَلْقِهِ أَمْ لَا ; لِأَنَّ الْعَيْنَ لَيْسَتْ بِجَوْفٍ وَلَا مَنْفَذَ مِنْهَا إلَى الْحَلْقِ ، قَالَ أَصْحَابُنَا : وَلَا يُكْرَهُ الِاكْتِحَالُ عِنْدَنَا ، قَالَ الْبَنْدَنِيجِيُّ وَغَيْرُهُ : سَوَاءٌ تَنَخَّمَهُ أَمْ لَا . فَرْعٌ فِي مَذَاهِبِ الْعُلَمَاءِ فِي الِاكْتِحَالِ ذَكَرْنَا أَنَّهُ جَائِزٌ عِنْدَنَا وَلَا يُكْرَهُ وَلَا يُفْطِرُ بِهِ ، سَوَاءٌ وَجَدَ طَعْمَهُ فِي حَلْقِهِ أَمْ لَا . وَحَكَاهُ ابْنُ الْمُنْذِرِ عَنْ  عَطَاءٍ وَالْحَسَنِ الْبَصْرِيِّ وَالنَّخَعِيِّ وَالْأَوْزَاعِيِّ وَأَبِي حَنِيفَةَ وَأَبِي ثَوْرٍ ، وَحَكَاهُ غَيْرُهُ عَنْ ابْنِ عُمَرَ وَأَنَسٍ وَابْنِ أَبِي أَوْفَى الصَّحَابِيَّيْنِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَبِهِ قَالَ دَاوُد . وَحَكَى ابْنُ الْمُنْذِرِ عَنْ سُلَيْمَانَ التَّيْمِيِّ وَمَنْصُورِ بْنِ الْمُعْتَمِرِ وَابْنِ شُبْرُمَةَ  وَابْنِ أَبِي لَيْلَى أَنَّهُمْ قَالُوا : يَبْطُلُ بِهِ صَوْمُهُ . وَقَالَ قَتَادَةُ : يَجُوزُ بِالْإِثْمِدِ وَيُكْرَهُ بِالصَّبْرِ . وَقَالَ الثَّوْرِيُّ وَإِسْحَاقُ : يُكْرَهُ .

قَالَ مَالِكٌ وَأَحْمَدُ : يُكْرَهُ وَإِنْ وَصَلَ إلَى الْحَلْقِ أَفْطَرَ . وَاحْتَجَّ لِلْمَانِعِينَ بِحَدِيثِ مَعْبَدِ بْنِ هَوْذَةَ الصَّحَابِيِّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ { أَنَّهُ أَمَرَ بِالْإِثْمِدِ الْمُرَوِّحِ عِنْدَ النَّوْمِ . وَقَالَ : لِيَتَّقِهِ الصَّائِمُ } رَوَاهُ أَبُو دَاوُد وَقَالَ : قَالَ لِي  يَحْيَى بْنُ مَعِينٍ : هُوَ حَدِيثٌ مُنْكَرٌ . وَاحْتَجَّ أَصْحَابُنَا بِأَحَادِيثَ ضَعِيفَةٍ نَذْكُرُهَا لِئَلَّا يُغْتَرَّ بِهَا . مِنْهَا حَدِيثُ عَائِشَةَ قَالَتْ : { اكْتَحَلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ صَائِمٌ } رَوَاهُ ابْنُ مَاجَهْ بِإِسْنَادٍ ضَعِيفٍ مِنْ رِوَايَةِ بَقِيَّةَ عَنْ سَعِيدِ بْنِ أَبِي سَعِيدٍ الزُّبَيْدِيِّ شَيْخِ بَقِيَّةَ عَنْ هِشَامِ بْنِ عُرْوَةَ عَنْ أَبِيهِ عَنْ عَائِشَةَ . قَالَ الْبَيْهَقِيُّ : وَسَعِيدُ الزُّبَيْدِيُّ هَذَا مِنْ مَجَاهِيلِ شُيُوخِ بَقِيَّةَ يَنْفَرِدُ بِمَا لَا يُتَابَعُ عَلَيْهِ ( قُلْتُ ) وَقَدْ اتَّفَقَ الْحُفَّاظُ عَلَى أَنَّ رِوَايَةَ بَقِيَّةَ عَنْ الْمَجْهُولِينَ مَرْدُودَةٌ . وَاخْتَلَفُوا فِي رِوَايَتِهِ عَنْ الْمَعْرُوفِينَ فَلَا يُحْتَجُّ بِحَدِيثِهِ هَذَا بِلَا خِلَافٍ . وَعَنْ أَنَسٍ قَالَ : { جَاءَ رَجُلٌ إلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ : اشْتَكَتْ عَيْنِي أَفَأَكْتَحِلُ وَأَنَا صَائِمٌ ؟ قَالَ : نَعَمْ } رَوَاهُ التِّرْمِذِيُّ وَقَالَ : لَيْسَ إسْنَادُهُ بِالْقَوِيِّ . قَالَ : وَلَا يَصِحُّ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي هَذَا الْبَابِ شَيْءٌ . وَعَنْ نَافِعٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ قَالَ : { خَرَجَ عَلَيْنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَيْنَاهُ مَمْلُوءَتَانِ مِنْ الْكُحْلِ وَذَلِكَ فِي رَمَضَانَ وَهُوَ صَائِمٌ } فِي إسْنَادِهِ مَنْ اُخْتُلِفَ فِي تَوْثِيقِهِ . وَعَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي رَافِعٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ { كَانَ يَكْتَحِلُ بِالْإِثْمِدِ وَهُوَ صَائِمٌ } رَوَاهُ  الْبَيْهَقِيُّ وَضَعَّفَهُ ; لِأَنَّ رَاوِيهِ مُحَمَّدٌ هَذَا ضَعِيفٌ قَالَ الْبَيْهَقِيُّ : وَرُوِيَ عَنْ أَنَسٍ مَرْفُوعًا بِإِسْنَادٍ ضَعِيفٍ جِدًّا أَنَّهُ لَا بَأْسَ بِهِ . وَاحْتَجُّوا بِالْأَثَرِ الْمَذْكُورِ عَنْ أَنَسٍ وَقَدْ بَيَّنَّا إسْنَادَهُ . وَفِي سُنَنِ أَبِي دَاوُد عَنْ الْأَعْمَشِ قَالَ : مَا رَأَيْتُ أَحَدًا مِنْ أَصْحَابِنَا يَكْرَهُ الْكُحْلَ لِلصَّائِمِ ، وَالْمُعْتَمَدُ فِي الْمَسْأَلَةِ مَا ذَكَرَهُ الْمُصَنِّفُ .

[ والله اعلم بالصواب ]

Diskusihukumfiqh212.blogspot.com

Kamis, 19 April 2018

HUKUM KEPUTIHAN

KESIMPULAN TEAM DHF

APAKAH KEPUTIHAN NAJIS DAN MEMBATALKAN WUDHU
➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖

✅PERTANYAAN

Assalamualaikum

Apakah keputihan itu najis...???

Dan Apakah keputihan membatalkan wudhu?

✅JAWABAN

وعليكم السلام ورحمة الله وبركاته


Ulama berbeda pendapat apakah keputihan itu najis ataukah suci,...??

🔲Pertama:
keputihan statusnya najis.

Ini pendapat Imam as-Syafii menurut salah satu keterangan, as-Saerozi; ulama madzhab Syafiiyah, al-Qodhi Abu Ya’la; ulama madzhab hambali, dan beberapa ulama lainnya.

🔲Kedua, keputihan termasuk cairan suci.

Ini pendapat hanafiyah, pendapat imam as-Syafii menurut keterangan yang lain, al-Baghawi, ar-Rafii; ulama madzhab Syafiiyah, dan Ibnu Qudamah; ulama madzhab hambali.

Penjelsan terkait khilafiyah ini dapat kita junpai di bebrapa kitab fiqih di anatarnya:
Imam Nawawi menjelaskan tentang khilafiyah ini di dalam kitabnya al_majmu' syarhul muhadzdzab,

Dan imam
Ibnu Qudamah – ulama madzhab hambali –juga menjelaskan di dalam kitab mughni nya:

“Dalam permasalahan keputihan yang keluar dari organ reproduksi wanita, ada dua pendapat,

[1] keputihan statusnya najis karena berasal dari kemaluan yang bukan unsur terciptanya seorang anak. Sebagaimana madzi.

[2] keputihan statusnya suci. Karena ‘Aisyah pernah mengerik mani dari baju Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bekas jima’. Mengingat tidak ada seorang nabi pun yang mengalami mimpi basah. Sehingga makna air mani tersebut adalah cairan yang bercampur dengan cairan basah farji istri beliau. Karena jika kita menghukumi keputihan sebagai benda najis, seharusnya kita juga berpendapat najisnya mani wanita. Mengingat mani wanita juga keluar dari kemaluannya, sehingga bisa menjadi najis karena ada keputihan di leher rahim.

➖Sementara al-Qadhi Abu Ya’la berpendapat, semua yang terkena cairan basah dari kemaluan ketika jima’ statusnya najis. Karena tidak lepas dari madzi, sementara madzi hukumnya najis.

➖Ibnu Qudamah mengomentari, alasan al-Qodhi tidak benar. Karena syahwat ketika memuncak, akan keluar mani tanpa madzi, sebagaimana ketika mimpi basah.

Antara Hadis Aisyah dan Hadis Utsman radhiyallahu ‘anhuma

Mengapa ini dikhususkan, karena dua hadis ini yang menjadi titik tolak pembahasan.

1⃣Pertama, hadis A’isyah radhiyallahu ‘anha, tentang air mani yang menempel di baju Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, kata A’isyah,

كُنْتُ أَفْرُكُهُ مِنْ ثَوْبِ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

Aku mengerik mani itu dari baju Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam (HR. Muslim 288, Nasai 296, dan yang lainnya).

Yang dipahami dari hadis ini (sebagaimana keterangan Ibnu Qudamah di atas),

Mani yang ada di baju Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah bekas hubungan badan, dan bukan mani mimpi basah. Karena para nabi tidak mengalami mimpi basah.
Karena mani itu bekas dari hubungan badan, bisa dipastikan cairan yang nempel di situ bercampur dengan cairan yang ada di farji wanita.
A’isyah radhiyallahu ‘anha mengeriknya, dan yang namanya mengerik bisa dipastikan tidak akan bersih sempurna.

2⃣Kedua, hadis Ustman bin Affan

Dulu, orang yang melakukan hubungan badan, namun tidak sampai keluar mani, tidak diwajibkan mandi junub. Namun cukup berwudhu.

Zaid bin Khalid pernah bertanya kepada Utsman bin Affan, ‘Apa hukumnya orang yang berhubungan, tapi tidak keluar mani?’ jawab Utsman,

يَتَوَضَّأُ كَمَا يَتَوَضَّأُ لِلصَّلاَةِ وَيَغْسِلُ ذَكَرَهُ؛ قَالَ عُثْمَانُ سَمِعْتُهُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

“Dia berwudhu dengan sempurna dan dia cuci kemaluannya.” Kata Utsman, ‘Aku dengar dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.’ (HR. Bukhari 179 dan Muslim 347).

Yang dipahami dari hadis ini,

Orang yang berhubungan dan tidak orgasme, dia tidak wajib mandi, tapi cukup wudhu. Dan hukum ini telah dinasakh (dihapus) dengan hadis Abu Hurairah yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim
Adanya perintah mencuci kemaluan sehabis hubungan meskipun tidak keluar mani. Artinya itu perintah membersihkan cairan yang menempel di kemaluan karena hubungan badan.
Perintah mencuci kemaluan di situ tidak mansukh, hukumnya tetap berlaku.


◻◻◻◻◻◻◻◻◻◻◻◻◻
Kesimpulan ringkas nya:

Sub A:
◼pertanyaan:
Hukum keputihan apakah najis..??

◼Jawab:
terjadi khilafiyah:

✍Pendapat pertama:
Di hukumi suci (pendapat yg lebh kuat)

📝Ulama yang berpendapat bahwa keputihan (suci)  tidak najis, mereka berdalil dengan hadis A’isyah radhiyallahu ‘anha.





✍Pendapat kedua:
di hukumi najis.

📝Sementara ulama yang menilai najis berdalil dengan hadis Utsman.

📝Nott...!!
jika kita cermati dan perhatikan, masing-masing dalil tidaklah tegas menunjukkan demikian. Karena masing-masing pendapat menyimpulkan hadis di atas berdasarkan makna, yang tidak tercantum dalam teksnya.

➖➖➖➖➖➖➖➖
Sub B:
🔘Hukum keputihan apakah membatalkan wudlu..??

Jawab:
Terjdi khilafiyah lintas madzhab:

🔲Ulama syafiiyah dan madzhab abu hanifah, keputihan membatalkan wudlu dan mewajibkan wudlu.

🔲Karena segala sesuatu yg kluar dari qubul dan dzubur baik yg biasa terjadi ataupun jarang terjadi dapat membatalkan wudlu.

◼Menurut imam malik, keputihan tidak membatalkan wudlu, sebab tergolong sesuatu yG jarang terjadi.
Kecuali sesuatu ygbkeluar di sertai kluarnya angin atau suara sperti kentut.

◼Intinya dalam.madzhab malikiyah jika sesuatu yg kluar dr qubul dan dzubur itu jarang terjdi tdk membatalkan wudlu.

Wallahu A'lam

📚REFERENSI

📖اكمال المعلم بوائد مسلم جز ٢ ص ١٤٥ مكتبة الشاملة:

وقد اختلف العلماء فى ماء فرج المرأة ورطوبته فعندنا: أنها نجسة لكونها مختلطة بالنجاسات من الحيض والبول والمذى والمنى ومجرى لهن، ولأصحاب الشافعى فيها وجهان (٥)، وكذلك غسل ما بيديه وبدنه من النجاسة الأولى. وذهب عمر وابنه إلى أنه يتوضأ وضوءه للصلاة، واستحبه أحمد وغيره، وسواء كان هذا فى امرأة واحدة أو غيرها.

📖(Al-Mughni, 2/65)

وفي رطوبة فرج المرأة احتمالان : أحدهما , أنه نجس ; لأنه في الفرج لا يخلق منه الولد , أشبه المذي . والثاني : طهارته ; لأن عائشة كانت تفرك المني من ثوب رسول الله صلى الله عليه وسلم وهو من جماع , فإنه ما احتلم نبي قط , وهو يلاقي رطوبة الفرج , ولأننا لو حكمنا بنجاسة فرج المرأة , لحكمنا بنجاسة منيها ; لأنه يخرج من فرجها , فيتنجس برطوبته . وقال القاضي : ما أصاب منه في حال الجماع فهو نجس ; لأنه لا يسلم من المذي , وهو نجس . ولا يصح التعليل , فإن الشهوة إذا اشتدت خرج المني دون المذي , كحال الاحتلام




📖الكافى فى الفقه الامام احمد جز ١ ص ١٥٦ مكتبة الشاملة:
وفي رطوبة فرج المرأة روايتان: إحداهما: أنها نجس؛ لأنها بلل من الفرج، لا يخلق منه الولد، أشبه المذي.
والثانية: أنها طاهرة؛ لأن عائشة كانت تفرك المني من ثوب رسول الله - صلى الله عليه وسلم -، وهو من جماع؛ لأن الأنبياء لا يحتلمون، وهو يصيب رطوبة الفرج.

📖المجموع شرح المهذب ٢ ص ٥٧٠_٥٧١ مكتبة الشاملة
قال المصنف رحمه الله تعالى
* [وأما رطوبة فرج المرأة فالمنصوص أنها نجسة لانها رطوبة متولدة في محل النجاسة فكانت نجسة ومن اصحابنا من قال هي طاهرة كسائر رطوبات البدن]
* [الشرح] رطوبة الفرج ماء أبيض متردد بين المذي والعرق فلهذا اختلف فيها ثم إن المصنف رحمه الله رجح هنا وفي التنبيه النجاسة ورجحه أيضا البندنيجي: وقال البغوي والرافعي وغيرهما الأصح الطهارة وقال صاحب الحاوي في باب ما يوجب الغسل نص الشافعي رحمه الله في بعض كتبه على طهارة رطوبة الفرج وحكي التنجيس عن ابن سريج فحصل في المسألة قولان منصوصان للشافعي أحدهما ما نقله المصنف والآخر نقله صاحب الحاوي والأصح طهارتها ويستدل للنجاسة
أيضا بحديث زيد بن خالد رضي الله عنه أنه سأل عثمان بن عفان رضي الله عنه قال (أرأيت إذا جامع الرجل امرأته ولم يمن قال عثمان يتوضأ كما يتوضأ للصلاة ويغسل ذكره قال عثمان سمعته من رسول الله صلى الله عليه وسلم) رواه البخاري ومسلم زاد البخاري فسأل علي بن أبى طالب والزبير ابن العوام وطلحة بن عبيد الله وأبي بن كعب فأمروه بذلك: وعن أبي بن كعب رضي الله عنه: أنه قال (يا رسول الله إذا جامع الرجل المرأة فلم ينزل قال يغسل ما مس المرأة منه ثم يتوضأ ويصلي) رواه
البخاري ومسلم وهذان الحديثان في جواز الصلاة بالوضوء بلا غسل منسوخان كما سبق في باب ما يوجب الغسل وأما الأمر بغسل الذكر وما أصابه منها فثابت غير منسوخ وهو ظاهر في الحكم بنجاسة رطوبة الفرج والقائل الآخر يحمله على الاستحباب لكن مطلق الأمر للوجوب عند جمهور الفقهاء والله أعلم: وقول المصنف رطوبة فرج المرأة فيه نقص والأحسن رطوبة الفرج فإنه لا فرق بين رطوبة فرج المرأة وغيرها من الحيوان الطاهر كما سبق والله أعلم

📖الشرح الكبير على المقنع جز ٢ ص ٢٠٩_٢١٠ مكتبة الشاملة

٢٠٩ - مسألة: (وفي رطوبة فرج المرأة روايتان) إحداهما، نجاسته؛ لأنه بلل في الفرج لا يخلق منه الولد، أشبه المذي. والثانية،
طهارته؛ لأن المني طاهر؛ لما بينا، وإذا كان من جماع، فلابد أن يصيب رطوبة الفرج، ولأننا لو حكمنا بنجاسته لحكمنا بنجاسة منيها؛ لأنه يتنجس برطوبة فرجها؛ لخروجه منه. وقال القاضي: ما أصاب منه في حال الجماع، فهو نجس؛ لأنه لا يسلم من المذي. وهذا ممنوع؛ فإن الشهوة إذا اشتدت، خرج المني دون المذي، كحالة الاحتلام.

📖النجم الوهاج جز ١ ص ٤١٦ مكتبة الشاملة
قال: (وليست العلقة والمضغة ورطوبة الفرج بنجس في الأصح).
أما العلقة والمضغة .. فلأنهما أصل الآدمي، وليسا دما مسفوحا فأشبها منيه.
وأما رطوبة الفرج – وهي: ماء أبيض يخرج من قعر الرحم متردد بين المذي والعرق – فكانت طاهرة كالعرق.
وقيل: إنها نجسة، ووجهه في العلقة: أنه دم خارج من الرحم فأشبه الحيض، وفي المضغة: أنها كميتة الآدمي وهي نجسة على مقالة سبق بيانها، وفي رطوبة الفرج: لأنها متولدة من محل نجس.
وفائدة الخلاف تظهر فيما إذا جامع .. هل يلزمه غسل ذكره، وما أصابه من الرطوبة أو لا؟ وكذا غسل ظاهر البيض من الدجاج ونحوه.
وأما الجنين إذا ألقته أمه وعليه رطوبة .. فلا يجب غسله إجماعا، ولا يأتي فيه هذا الخلاف؛ لأن (المؤمن لا ينجس).
وإنما قال: (رطوبة الفرج)؛ ليشمل الآدمي وغيره، فهي أشمل من تعبير (المحرر) و (الروضة) و (التنبيه) و (المهذب) بفرج المرأة.
و (العلقة) بفتح العين واللام: القطعة اليسيرة من الدم الغليظ، سميت بذلك؛ لأنها تعلق لرطوبتها بما تمر عليه.
قال الماوردي: وإذا جفت .. لم تكن علقة.

📖Ibaroh pendukung fatawi as subkah.

السؤال هو: أي الإفرزات لا تنقض الوضوء والصلاة هي التي لونها أبيض وأيها ينقض؟

الإجابــة
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه، أما بعـد:
فكل ما خرج من أحد السبيلين ناقض للوضوء، ومن ذلك الإفرازات الخارجة من فرج المرأة لأنها خارجة من أحد السبيلين.

قال النووي: الخارج من قبل الرجل أو المرأة أو دبرهما ينقض الوضوء سواء كان غائطا أو بولا أو ريحا، أو دودا أو قيحا أو دما أو حصاة أو غير ذلك، ولا فرق في ذلك بين النادر والمعتاد. انتهى.

ولكن هذه الإفرازات المعروفة برطوبات الفرج طاهرة على الراجح فلا يجب تطهير البدن والثوب منها، وقد بينا خلاف العلماء في هذه المسألة وبينا أن هذه الإفرازات طاهرة ولكنها ناقضة للوضوء، وانظري الفتوى رقم: 110928.

والله أعلم.

________________
Ibaroh sub B

اللباب فى الفقه الشافعى ١/٦٣ مكتية الشاملة
باب ما ينقض الوضوء
وهو تسعة١ أشياء٢:
أحدها: ما يخرج من أحد٣ السبيلين.

📖الاقناع للماوردى جز ١ ص ٢٤ مكتبة الشاملة
باب ما يوجب الوضوء والذي يوجب الوضوء أحد خمس خصال أولها ما خرج من السبيلين وهما القبل والدبر من معتاد ونادر

📖الحاوى الكبير جز ١ ص ١٧٦_١٧٧ مكتبة الشاملة
باب الحدث
(مسألة)
: قال الشافعي رضي الله عنه: " والذي يوجب الوضوء الغائط والبول ".
قال الماوردي: اعلم أن هذا الذي يوجب الوضوء أحد خمسة أقسام: فأولها ما خرج من السبيلين وهما القبل والدبر، والخارج منهما ضربان: معتاد ونادر: فالمعتاد الغائط والبول والصوت والريح ودم الحيض. وفيها الوضوء. وفاقا لقول الله تعالى: {أو جاء أحد منكم من الغائط) {المائدة: ٦) . والنادر المذي والودي، والدود والحصى وسلس البول، ودم المستحاضة وقد اختلفوا في وجوب الوضوء منه فمذهبه الشافعي وأبي حنيفة وجوب الوضوء منه كالمعتاد.
وقال مالك لا وضوء منه استدلالا بقوله - صلى الله عليه وسلم -: " لا وضوء إلا من صوت أو ريح " يعني المعتاد كالصوت والريح فدل على انتفائه من النادر، وقال النبي - صلى الله عليه وسلم - للمستحاضة: " صلي ولو قطر الدم على الحصير قطرا ". فلم ينقض وضوءها بدم الاستحاضة لكونه نادرا، قال ولأن الخارج المعتاد إذا خرج من غير مخرج الحدث المعتاد لم يجب الوضوء لكونه نادرا وجب إذا خرج غير المعتاد من مخرج معتاد ألا يوجب الوضوء لكونه نادرا. ودليلنا قوله تعالى: {أو جاء أحد منكم من الغائط} ، وهو مقصود للنادر والمعتاد، وروى عابس بن أنس قال: سمعت عليا بالكوفة يقول قلت لعمار سل رسول الله - صلى الله عليه وسلم - عن المذي يصيب أحدنا إذا دنا من أهله فإن ابنته تحتي وأنا أستحي منه فسأله عمار. فقال - صلى الله عليه وسلم -: يكفي منه الوضوء، فإنما أوجب هذا الحديث الوضوء من المذي وهو نادر فكذلك من كل نادر ولأنه
خارج من مخرج الحدث المعتاد فوجب أن ينقض الوضوء كالخارج المعتاد فأما قوله لا وضوء إلا من صوت أو ريح فهو أنه لا ظاهر له يتعلق الحكم به ثم فيه دليل على وجوب الوضوء من الصوت والريح وإن كان نادرا كما يوجبه، وإن كان معتادا، وأما خبر المستحاضة فلا دليل فيه لأن المستحاضة محدثة وإنما أجزأتها الصلاة للضرورة، وأما المعتاد إذا خرج من غير المخرج المعتاد فليس المعنى في سقوط الوضوء منه أنه نادر ولكن المعنى فيه أنه خارج من غير مخرج معتاد.

📖المهذب فى الفقه الامام الشافعى جز ١ ص ٤٩_٥٠ مكتبة الشاملة

باب الأحداث التي تنقض الوضوء
والأحداث التي تنقض الوضوء خمسة: الخارج من السبيلين والنوم والغلبة على العقل بغير النوم ولمس النساء ومس الفرج فأما الخارج من السبيلين فإنه ينقض الوضوء لقوله تعالى {أو جاء أحد منكم من الغائط} "المائدة:٦] ولقوله صلى الله عليه وسلم "لا وضوء إلا من صوت أو ريح١" فإذا انسد المخرج المعتاد وانفتح دون المعدة مخرج انتقض الوضوء بالخارج منه لأنه لا بد للإنسان من مخرج يخرج منه البول والغائط فإذا انسد المعتاد صار
هذا هو المخرج فانتقض الوضوء بالخارج منه وإن انفتح فوق المعدة ففيه قولان: أحدهما ينتقض الوضوء بالخارج منه لما ذكرناه وقال في حرملة: لا ينتقض لأنه في معنى القيء وإن لم ينسد المعتاد وانفتح فوق المعدة لم ينتقض الوضوء بالخارج منه وإن كان دون المعدة ففيه وجهان: أحدهما لا ينتقض الوضوء بالخارج منه لأن ذلك كالجائفة فلا ينتقض الوضوء بما يخرج منه والثاني ينتقض لأنه مخرج يخرج منه الغائط فهو كالمعتاد وإن أدخل في إحليله مسبارا وأخرجه أو زرق فيه شيئا وخرج منه انتقض وضوءه.

والله أعلم بالصواب
http://diskusihukumfiqh212.blogspot.com

MENDO'AKAN NON MUSLIM PART 2

Dokument team DHF
HUKUM MENDO'AKAN NON MUSLIM (PART 2)
◼◼◼◼◼◼◼◼◼

بسم الله الرحمن الرحيم
Terkait hukum mendoakan non muslim (kafir) ada empat rincian

1⃣pertama:

Memohonkan Ampunan dan Rahmat
Para ulama sepakat bahwa memohon ampunan dan rahmat bagi orang kafir sepeninggal mereka merupakan hal yang dilarang (HARAM).

➖ imam nawawi
Dalam kitab al majmu' syarah al.muhadzdzab 5/120: mengatakan bahwa
larangan ini berdasarkan dalil-dalil sharih (jelas) dari al-Qur’an, Sunnah dan ijma’.

➖Allah ta’ala berfirman:
“Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat (nya), sesudah jelas bagi mereka, bahwasanya orang-orang musyrik itu adalah penghuni neraka jahanam.

Dan permintaan ampun dari Ibrahim (kepada Allah) untuk bapaknya tidak lain hanyalah karena suatu janji yang telah diikrarkannya kepada bapaknya itu.

Maka, tatkala jelas bagi Ibrahim bahwa bapaknya itu adalah musuh Allah, maka Ibrahim berlepas diri dari padanya.

Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang yang sangat lembut hatinya lagi penyantun.” (QS. At-Taubah: 113-114).

📖Dalam ayat lain Allah berfirman:
“Dan janganlah kamu sekali-kali menyembahyangkan (jenazah) seorang yang mati di antara mereka, dan janganlah kamu berdiri (mendoakan) di kuburnya. Sesungguhnya mereka telah kafir kepada Allah dan Rasul-Nya dan mereka mati dalam keadaan fasik.” (QS. At-Taubah: 84).


◾Oleh karena itu, tidak boleh bagi orang muslim untuk memohonkan ampunan, rahmat, keberkahan dan segala bentuk doa yang bersifat kebaikan akhirat, sebab do’a ini hanya diperuntukkan bagi orang beriman.
Sekalipun mayyit tersebut adalah keluarganya.

2⃣Kondisi kedua:
➖ Mendoakan Agar Mendapat Hidayah.

Mendo’akan orang kafir secara umum agar mendapat hidayah merupakan hal yang dibolehkan.
➖Namun bagi orang kafir yang tidak memerangi atau memusuhi kaum muslimin (bukan kafir harbiy) maka terhadap mereka lebih diutamakan. Karena ini termasuk upaya untuk menyelamatkan mereka dari api neraka, menunjukkan jalan ketaatan kepada Allah.

Inilah yang harus diusahakan oleh seorang muslim sebagaimana contoh dari Rasulullah dalam riwayat sahabat Anas bin Malik disebutkan bahwa dahulu ada seorang anak Yahudi yang senantiasa melayani (membantu) Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, kemudian ia sakit. Maka, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mendatanginya untuk menjenguknya, lalu beliau duduk di dekat kepalanya, kemudian berkata:” Masuk Islam-lah!” Maka anak Yahudi itu melihat ke arah ayahnya yang ada di dekatnya, maka ayahnya berkata: “Taatilah Abul Qasim (Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam).” Maka anak itu pun masuk Islam. Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam keluar seraya bersabda:

الْحَمْدُ ِللهِ الَّذِيْ أَنْقَذَهُ مِنْ النَّارِ.

“Segela puji bagi Allah yang telah menyelamatkannya dari api neraka.” (HR. Bukhari)

Adapun dalil yang membolehkan mendoakan orang kafir agar mendapat hidayah. Sebagai berikut:
Pertama: Riwayat dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah mendoakan ibu Abu Hurairah:
اللهُمَّ اهْدِ أُمَّ أَبِي هُرَيْرَةَ
“Ya Allah, berilah hidayah kepada ibu Abu Hurairah.” (HR. Muslim)

Kedua: Riwayat bahwa Thufail bin ‘Amr ad-Dausi dan para Shahabatnya datang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, lalu mereka berkata: “Wahai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, sesugguhnya suku Daus ingkar dan enggan (masuk Islam), maka do’akanlah keburukan atas mereka.” Ada yang mengatakan: “Celakalah Daus” Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berdo’a:

اللَّهُمَّ اهْدِ دَوْسًا وَأْتِ بِهِمْ

”Ya Allah berilah hidayah kepada suku Daus dan datangkanlah mereka (dalam keadaan Islam).”

Ketiga: Riwayat dari Jabir bin ‘Abdillah radhiyallahu ‘anhuma bahwasanya para Shahabat berkata:

يَا رَسُوْلَ الله ! أحرقتنا نِبَال ثَقِيْف ، فَادْعُ اللهَ عَلَيْهِمْ. فَقَالَ : اللّهُمَّ اهْدِ ثَقِيْفاً

“Wahai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, panah-panah Bani Tsaqif menyerang kami, do’akanlah keburukan atas mereka.” Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:”Ya Allah berilah hidayah kepada Bani Tsaqif. ” (HR. Tirmidzi dengan sanad shahih)

Keempat: Riwayat dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma bahwa Rasulullah bersabda:

اللَهُمَّ أَعِزِّ الإِسْلاَمَ بِأَحَبِّ هَذَيْنِ الرَجُلَيْنِ إِلَيْكَ، بِأَبِيْ جَهْلٍ أَوْ بِعُمَرِ بنْ الخَطَّابِ، فَكَانَ أَحَبَّهُمَا إِلىَ اللهِ عُمَرُ بنْ الخَطَّابِ

“Ya Allah, muliakanlah Islam dengan salah satu dari dua orang yang engkau lebih cintai; Abu Jahal ataukah Umar bin Khattab, maka orang yang lebih dicintai di antara keduanya adalah Umar bin Khattab.” (HR. Ahmad)
Dua dalil pertama menjelaskan akan dibolehkannya mendoakan orang kafir yang memusuhi dan memerangi kaum muslimin agar mendapat hidayah.

3⃣kondisi yg ke tiga:
Mendo’akan Keburukan dan Kehancuran.

➖Mendoakan keburukan dan kehancuran bagi orang kafir boleh dilakukan ketika mereka memerangi dan memusuhi kaum muslimin.

Imam an-Nawawi menjelaskan bahwa di dalam Al-Qur’an Allah telah menjelaskan di banyak tempat bahwa ada di antara para Nabi yang mendo’akan keburukan bagi orang kafir.

Begitupula Imam Bukhari dalam shahihnya membuat bab berjudul: Mendo’akan keburukan bagi orang musyrik. Dengan menyebutkan beberapa riwayat:

Pertama: Rasulullah bersabda: “

اللَّهُمَّ أَعِنِّي عَلَيْهِمْ بِسَبْعٍ كَسَبْعِ يُوسُفَ

“Ya Allah, tolonglah aku atas mereka dengan tujuh (tahun) sebagaimana tujuh (tahun paceklik) Yusuf.” (HR. Ahmad, Bukhari dan Muslim)

Kedua: Do’a Rasulullah: “Ya Allah, Binasakanlah Abu Jahal.” (HR. Bukhari Muslim)
Ketiga: Do’a Rasulullah:

اللَّهُمَّ مُنْزِلَ الكِتَابِ، سَرِيعَ الحِسَابِ، اللَّهُمَّ اهْزِمِ الأَحْزَابَ، اللَّهُمَّ اهْزِمْهُمْ وَزَلْزِلْهُمْ

“Ya Allah Yang menurunkan kitab suci dan cepat menghitung (meminta pertanggung jawaban atas perbuatan hamba-Nya), ya Allah kalahkanlah golongan-golongan musuh, ya Allah kalahkanlah mereka dan goncangkanlah mereka.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Mengomentari riwayat-riwayat tentang doa Rasulullah kepada orang kafir yang terkadang mendoakan kebaikan dan terkadang mendoakan keburukan, maka Ibnu Hajar al-Asqalani menjelaskan:

“Rasulullah terkadang mendoakan keburukan bagi mereka dan terkadang mendoakan kebaikan baginya, maka kondisi pertama berlaku ketika kekuatan orang kafir besar dan merajalelanya gangguan mereka. Sedangkan kondisi kedua berlaku ketika kaum muslimin aman dari keburukan mereka dan diharapkannya simpati mereka sebagaimana kisah Daus.” (fathul Baari, Ibnu Hajar al-Asqalani: 6/108)

📝Meskipun dibolehkan mendoakan keburukan dan kehancuran bagi orang kafir, namun tetap tidak dibolehkan mendoakan agar mereka mati dalam keadaan kafir, atau mendoakan agar mereka tidak mendapat hidayah. Sebab hal ini menyelisihi yang diinginkan Allah agar mereka masuk Islam dan mendakwahi mereka, begitupula hal ini sama dengan meminta agar mereka tetap dalam kekafiran dan mati di atasnya, maka tidak boleh ridha dengan sesuatu yang tidak diridhai Allah. Yang membedakan dengan doa agar mereka binasa adalah agar terhindari dari keburukan mereka. (Al-Furuuq, Al-Qarrofi: 4/296).

4⃣Kondisi keempat: Mendo’akan untuk urusan duniawi, sperti rizqi, kesehatan dll.

Para ulama berbeda pendapat tentang hukum mendo’akan orang kafir (yang tidak memerangi atau memusuhi kaum muslimin) pendapat yang membolehkan hal ini bertujuan agar doa melembutkan hati dan menarik simpati untuk menerima Islam.





📝WALHASIL:

Mendoakan yang diharamkan untuk orang kafir adalah doa memohonkan ampunan atas mereka bila telah mati dalam kekafirannya. Ini yang disepakati oleh para ulama.

◼Adapun mendoakan orang kafir selain permohonan ampunan atas dosa-dosanya  setelah kematiannya,

ada yang disepakati kebolehannya dan ada yang pula dikhilafkan oleh para ulama.

Berikut rinciaannya.

1⃣➖      Doa agar diberikan hidayah.

Ulama sepakat membolehkan mendoakan orang kafir agar diberikan hidayah petunjuk. Hal ini berdasarkan beberapa dalil diantaranya :

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ: قَدِمَ الطُّفَيْلُ وَأَصْحَابُهُ فَقَالُوا: يَا رَسُولَ اللهِ إِنَّ دَوْسًا قَدْ كَفَرَتْ وَأَبَتْ، فَادْعُ اللهَ عَلَيْهَا فَقِيلَ: هَلَكَتْ دَوْسٌ فَقَالَ: اللهُمَّ اهْدِ دَوْسًا وَائْتِ بِهِمْ
Abu Hurairah -radliallahu ‘anhu- mengatakan: (Suatu hari) At-Thufail dan para sahabatnya datang, mereka mengatakan: “ya Rasulullah, Kabilah Daus benar-benar telah kufur dan menolak (dakwah Islam), maka doakanlah keburukan untuk mereka ! Maka ada yg mengatakan: “Mampuslah kabilah Daus”. Tapi beliau mengatakan: “Ya Allah, berikanlah hidayah kepada Kabilah Daus, dan datangkanlah mereka kepadaku.” (Mutafaqqun ‘alaih)

عَنْ ابْنِ عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ اللَّهُمَّ أَعِزَّ الْإِسْلَامَ
بِأَحَبِّ هَذَيْنِ الرَّجُلَيْنِ إِلَيْكَ بِأَبِي جَهْلٍ أَوْ بِعُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ
Dari Ibnu Umar radhiyallahu’anhu bahwa sesungguhnya Rasulullah shallallahu’alaih wasallam berdoa: “Ya Allah, muliakanlah Islam dengan sebab kecintaan dua lelaki kepadaMu, yaitu dengan sebab ‘Amr bin Hisyam (Abu Jahl) atau dengan sebab ‘Umar bin Khattab.” (HR. Tirmidzi )


2⃣➖    Doa kebaikan urusan dunia.
Adapun mendoakan untuk kebaikan urusan dunia non muslim semisal kesehatan badan, rezeki atau doa belasungkawa atas musibah yang menimpa, ulama berbeda pendapat. Sebagian ulama berpendapat tidka dibolehkan karena dipandang sebagai bentuk loyalitas kepada orang kafir yang terlarang.

Adapun mayoritas ulama berpendapat tidak mengapa mendoakan kebaikan urusan dunia kepada orang kafir. Karena tidak masuk dalam larangan pada ayat diatas. Berkata al imam An Nawawi[2] rahimahullah :

لكن يجوز ان يدعي بالهداية وصحة البدن والعافية وشبه ذالك وروينا في كتاب ابن السني عن انس عنه قال استسقي النبي صلى الله عليه وسلم فسقاه يهودي فقال له النبي صلى الله عليه وسلم جملك الله فما رأي الشيب حتي مات
“Tetapi berdoa untuk orang kafir agar mendapatkan petunjuk, sehat badan, keselamatan dunia,dan yang sejenisnya. Dan kami riwayatkan di dalam kitab Ibnu as-Sunni dari Sayyidinaa Anas radhiyallahu ‘anhu, Ia berkata : Rasulullah pernah minta air kepada Yahudi, dan Yahudi tersebut memberikannya kepada Beliau, maka beliaupun berkata kepadanya; Jammalakallah, (Semoga Allah baguskan engkau) Maka Yahudi tersebut tidak melihat uban sampai matinya”.

3⃣➖      Memohonkan ampunan ketika masih hidup

Kebanyakan ulama berpendapat tidak boleh memohonkan ampunan bagi orang kafir baik ketika masih hidup maupun telah mati. Berkata al Imam an Nawawi rahimahullah :
اعلم انه لا يجوز ان يدعي له بالمغفرة وما اشبهها مما لا يقال لكفار
“Ketahuilah bahwasanya tidak boleh berdoa untuk orang kafir atau mendoakannya dengan ampunan dan sebagainya dari sesuatu yang tidak layak dikatakan untuk orang orang kafir.[3]
Ibnu Arabi dalam menyatakan : “Diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa beberapa laki-laki dari Sahabat Nabi bertanya pada Nabi: ‘Ya Rasulullah sebagian dari ayah-ayah kami adalah orang-orang yang baik pada tetangga dan meny
ambung silaturrahim, apakah kami tidak boleh memohonkan ampun pada mereka?’ Maka turunlah ayat  111 dari surah At Taubah.” (artinya tidak boleh).[4]

➖Sedangkan sebagian ulama membolehkan mendoakan ampunan atas orang kafir yang masih hidup.  Imam At-Thabari beliau mengatakan dalam tafsirnya: “Sekelompok ulama’ telah menafsiri firman Allah : “Tidak sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman, memintakan ampun (kepada Allah) untuk orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabatnya…” Bahwa larangan dari Allah untuk memintakan ampun bagi kaum musyrikin adalah setelah matinya mereka (dalam keadaan kafir), karena firman-Nya : “Sesudah jelas bagi mereka, bahwasanya orang-orang musyrik itu adalah penghuni  jahim”. Mereka mengatakan: “alasannya, karena tidak ada yg bisa memastikan (bahwa dia ahli neraka), kecuali setelah ia mati dalam kekafirannya, adapun saat ia masih hidup, maka tidak ada yg bisa mengetahui hal itu, sehingga dibolehkan bagi Kaum Mukminin untuk memintakan ampun bagi mereka.[5]

➖Kalangan yang membolehkan doa ampunan kepada orang kafir yang masih hidup juga berdalil dengan Mafhum Mukholafah dari firman Allah berikut:
مَا كَانَ لِلنَّبِيِّ وَالَّذِينَ آمَنُوا أَنْ يَسْتَغْفِرُوا لِلْمُشْرِكِينَ وَلَوْ كَانُوا أُولِي قُرْبَى مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُمْ أَصْحَابُ الْجَحِيمِ . وَمَا كَانَ اسْتِغْفَارُ إِبْرَاهِيمَ لِأَبِيهِ إِلَّا عَنْ مَوْعِدَةٍ وَعَدَهَا إِيَّاهُ فَلَمَّا تَبَيَّنَ لَهُ أَنَّهُ عَدُوٌّ لِلَّهِ تَبَرَّأَ مِنْهُ إِنَّ إِبْرَاهِيمَ لَأَوَّاهٌ حَلِيمٌ
“Tidak sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman, memintakan ampun (kepada Allah) untuk orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat(nya), sesudah jelas bagi mereka, bahwasanya orang-orang musyrik itu adalah penghuni (neraka) jahim. Dan permintaan ampun dari Ibrahim (kepada Allah) untuk bapaknya, tidak lain hanyalah karena suatu janji yang telah diikrarkannya kepada bapaknya itu. Maka, tatkala jelas bagi Ibrahim bahwa bapaknya itu adalah musuh Allah, maka Ibrahim berlepas diri dari padanya. Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang yang sangat lembut hatinya lagi penyantun.” (at-Taubah: 113-114)
Ayat diatas mengaitkan “larangan memintakan ampun untuk kaum Musyrikin”, dg keadaan “sesudah jelas bagi mereka bahwa orang-orang musyrik itu adalah penghuni neraka”. Sehingga sebelum jelas menjadi penghuni neraka, boleh di mintakan ampun… Dan telah shohih dari Ibnu Abbas, bahwa maksud dari firman Allah yg artinya: “Maka, tatkala jelas bagi Ibrahim bahwa bapaknya itu adalah musuh Allah” adalah “setelah mati dalam keadaan kufur”. Sehingga sebelum kematiannya, masih boleh dimintakan ampun.

◻◻◻◻◻◻◻◻◻◻◻◻◻◻◻◻◻
KESIMPULAN RINGKASNYA

1.      Yang diharamkan adalah memohonkan ampunan atas orang kafir yang sudah meninggal.

2.      Adapun mendoakan orang kafir agar mendapatkan hidayah maka hukumnya boleh.

3.      Ulama berbeda pendapat tentang hukum mendoakan kebaikan urusan dunia seperti kesehatan, rezeki atau bela sungkawa atas musibah. Menurut mayoritas ulama dibolehkan.

4.      Ulama juga berbeda pendapat tentang hukum mendoakan ampunan atas orang kafir yang masih hidup, sebagian kelompok ulama membolehkan, sedangkan jumhur ulama melarang.

5_menod,akan buruk terhadap non muslim yg memerangi atau memusuhi org islam hukum nya boleh.

Wallahu a’lam.

📚Sumber rujukan utama:
📖(QS. At-Taubah: 113-114).
📖(QS. At-Taubah: 84).
📖(fathul Baari, Ibnu Hajar al-Asqalani: 6/108)
📖(Al-Furuuq, Al-Qarrofi: 4/296).
📖al majmu' syarah al muhadzdzab 5/120.

📖Al Mausu’ah al Fiqhiyyah al Kuwaitiyyah (11/187).
📖Al-Adzkar  halaman 282.
📖Al-Adzkar  halaman 282.
📖Ahkamul Quran (2/591).
📖Tafsir Thabari (12/26).

REFRENSI PENDUKUNG:

REFRENSI:

Tafsir ath_thobariy
مَا كَانَ لِلنَّبِيِّ وَالَّذِينَ آمَنُوا أَن يَسْتَغْفِرُوا لِلْمُشْرِكِينَ وَلَوْ كَانُوا أُولِي قُرْبَىٰ مِن بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُمْ أَصْحَابُ الْجَحِيمِ (113)
القول في تأويل قوله : مَا كَانَ لِلنَّبِيِّ وَالَّذِينَ آمَنُوا أَنْ يَسْتَغْفِرُوا لِلْمُشْرِكِينَ وَلَوْ كَانُوا أُولِي قُرْبَى مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُمْ أَصْحَابُ الْجَحِيمِ (113)
قال أبو جعفر: يقول تعالى ذكره: ما كان ينبغي للنبي محمدٍ صلى الله عليه وسلم والذين آمنوا به= " أن يستغفروا ", يقول: أن يدعوا بالمغفرة للمشركين, ولو كان المشركون الذين يستغفرون لهم= " أولي قربى ", ذوي قرابة لهم= " من بعد ما تبين لهم أنهم أصحاب الجحيم "، يقول: من بعد ما ماتوا على شركهم بالله وعبادة الأوثان، وتبين لهم أنهم من أهل النار، لأن الله قد قضى أن لا يغفر لمشرك، فلا ينبغي لهم أن يسألوا ربهم أن يفعل ما قد علموا أنه لا يفعله. فإن قالوا: فإن إبراهيم قد استغفر لأبيه وهو مشرك؟ فلم يكن استغفارُ إبراهيم لأبيه إلا لموعدة وعدها إياه. فلما تبين له وعلم أنه لله عدوٌّ، خلاه وتركه ، وترك الاستغفار له, وآثر الله وأمرَه عليه, فتبرأ منه حين تبين له أمره. (17)
* * *

Tafsir ibnu katsir
مَا كَانَ لِلنَّبِيِّ وَالَّذِينَ آمَنُوا أَن يَسْتَغْفِرُوا لِلْمُشْرِكِينَ وَلَوْ كَانُوا أُولِي قُرْبَىٰ مِن بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُمْ أَصْحَابُ الْجَحِيمِ (113)
قال الإمام أحمد : حدثنا عبد الرزاق ، حدثنا معمر ، عن الزهري ، عن ابن المسيب ، عن أبيه قال : لما حضرت أبا طالب الوفاة دخل عليه النبي صلى الله عليه وسلم وعنده أبو جهل ، وعبد الله بن أبي أمية ، فقال : " أي عم ، قل : لا إله إلا الله . كلمة أحاج لك بها عند الله ، عز وجل " . فقال أبو جهل وعبد الله بن أبي أمية : يا أبا طالب ، أترغب عن ملة عبد المطلب ؟ [ قال : فلم يزالا يكلمانه ، حتى قال آخر شيء كلمهم به : على ملة عبد المطلب ] . فقال النبي صلى الله عليه وسلم : " لأستغفرن لك ما لم أنه عنك " . فنزلت : ( ما كان للنبي والذين آمنوا أن يستغفروا للمشركين ولو كانوا أولي قربى من بعد ما تبين لهم أنهم أصحاب الجحيم ) قال : ونزلت فيه : ( إنك لا تهدي من أحببت ) [ القصص : 56 ] أخرجاه .
وقال الإمام أحمد : حدثنا يحيى بن آدم ، أخبرنا سفيان ، عن أبي إسحاق ، عن أبي الخليل ، عن علي ، رضي الله عنه ، قال : سمعت رجلا يستغفر لأبويه ، وهما مشركان ، فقلت : أيستغفر الرجل لأبويه وهما مشركان ؟ فقال : أولم يستغفر إبراهيم لأبيه ؟ فذكرت ذلك للنبي صلى الله عليه وسلم ، فنزلت : ( ما كان للنبي والذين آمنوا أن يستغفروا للمشركين ) إلى قوله : ( فلما تبين له أنه عدو لله ) قال : " لما مات " ، فلا أدري قاله سفيان أو قاله إسرائيل ، أو هو في الحديث " لما مات " .
قلت هذا ثابت عن مجاهد أنه قال : لما مات .


Tafsiir al-Maraaghy I/2263
{مَا كَانَ لِلنَّبِيِّ والذين آمنوا أَن يَسْتَغْفِرُواْ لِلْمُشْرِكِينَ وَلَوْ كانوا أُوْلِي قربى مِن بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُمْ أَصْحَابُ الجحيم} [ التوبة : 113 ]

وفى الآية إيماء إلى تحريم الدعاء لمن مات على كفره بالمغفرة والرحمة ، أو بوصفه بذلك كقولهم المغفور له والمرحوم فلان ، كما يفعله بعض جهلة المسلمين من الخاصة والعامة.

📖ﻭﻓﻰ ﺣﺎﺷﻴﺔ ﺍﻟﻌﻼﻣﺔ ﺍﻟﺼﺎﻭﻯ، ﺝ 2 ﺹ 171 ، ﻣﺎﻧﺼﻪ : ‏

( ﻣﺎ ﻛﺎﻥ ﻟﻠﻨﺒﻰ ﻭﺍﻟﺬﻳﻦ ﺃﻣﻨﻮﺍ ﺍﻥ ﻳﺴﺘﻐﻔﺮﻭﺍ ﻟﻠﻤﺸﺮﻛﻴﻦ ﻭﻟﻮ ﻛﺎﻧﻮﺍ ﺃﻭﻟﻰ ﻗﺮﺑﻰ ‏) ﺫﻭﻯ ﻗﺮﺍﺑﺔ ‏( ﻣﻦ ﺑﻌﺪ ﻣﺎ ﺗﺒﻴﻦ ﻟﻬﻢ ﺃﻧﻬﻢ ﺃﺻﺤﺎﺏ ﺍﻟﺠﺤﻴﻢ ‏) ﺍﻟﻨﺎﺭ ﺑﺄﻥ ﻣﺎﺗﻮﺍ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻜﻔﺮ ‏( ﻗﻮﻟﻪ ﺑﺄﻥ ﻣﺎﺗﻮﺍ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻜﻔﺮ ‏) ﺃﻯ ﻓﻼ ﻳﺠﻮﺯ ﻟﻬﻢ ﺍﻹﺳﺘﻐﻔﺎﺭ ﺣﻴﻨﺌﺬ ﻭﺍﻣﺎ ﺍﻹﺳﺘﻐﻔﺎﺭ ﻟﻠﻜﺎﻓﺮ ﺍﻟﺤﻰ ﻓﻔﻴﻪ ﺗﻔﺼﻴﻞ ﻭﺍﻥ ﻛﺎﻥ ﻗﺼﺪﻩ ﺑﺬﻟﻚ ﺍﻹﺳﺘﻐﻔﺎﺭ ﻫﺪﺍﻳﺘﻪ ﻟﻺﺳﻼﻡ ﺟﺎﺯ ﻭﺍﻥ ﻛﺎﻥ ﻗﺼﺪﻩ ﺃﻥ ﺗﻐﻔﺮ ﺫﻧﻮﺑﻪ ﻣﻊ ﺑﻘﺎﺋﻪ ﻓﻰ ﺍﻟﻜﻔﺮ ﻓﻼ ﻳﺠﻮﺯ . ﺍﻫـ


📖(al-Majmu’ 5/120).

Imam An-Nawawi berkata,

قال النووي رحمه الله : وأما الصلاة على الكافر والدعاء له بالمغفرة فحرام بنص القرآن والإجماع

📒Hasyiyah al-Qalyubi IV/270

( فَرْعٌ ) فِي اسْتِحْبَابِ الدُّعَاءِ لِلْكَافِرِ خِلَافٌ ا هـ .وَاعْتَمَدَ م ر الْجَوَازَ وَأَظُنُّ أَنَّهُ قَالَ لَا يَحْرُمُ الدُّعَاءُ لَهُ بِالْمَغْفِرَةِ إلَّا إذَا أَرَادَ الْمَغْفِرَةَ لَهُ مَعَ مَوْتِهِ عَلَى الْكُفْرِ وَسَيَأْتِي فِي الْجَنَائِزِ التَّصْرِيحُ بِتَحْرِيمِ الدُّعَاءِ لِلْكَافِرِ بِالْمَغْفِرَةِ نَعَمْ إنْ أَرَادَ اللَّهُمَّ اغْفِرْ لَهُ إنْ أَسْلَمَ أَوْ أَرَادَ بِالدُّعَاءِ لَهُ بِالْمَغْفِرَةِ أَنْ يَحْصُلَ لَهُ سَبَبُهُ وَهُوَ الْإِسْلَامُ ثُمَّ هِيَ فَلَا يُتَّجَهُ إلَّا الْجَوَازُ ا هـ .سم عَلَى الْمَنْهَجِ وَيَنْبَغِي أَنَّ ذَلِكَ كُلَّهُ إذَا لَمْ يَكُنْ عَلَى وَجْهٍ يُشْعِرُ بِالتَّعْظِيمِ وَإِلَّا امْتَنَعَ خُصُوصًا إذَا قَوِيَتْ الْقَرِينَةُ عَلَى تَعْظِيمِهِ وَتَحْقِيرِ غَيْرِهِ كَأَنْ فَعَلَ فِعْلًا دَعَا لَهُ بِسَبَبِهِ وَلَمْ يَقُمْ بِهِ غَيْرُهُ مِنْ الْمُسْلِمِينَ فَأَشْعَرَ بِتَحْقِيرِ ذَلِكَ الْغَيْرِ ا هـ .

📖Hasyiyah al-Qalyubi IV/270
( فَرْعٌ ) يَجُوزُ إجَابَةُ دُعَاءِ الْكَافِرِينَ ، وَيَجُوزُ الدُّعَاءُ لَهُ وَلَوْ بِالْمَغْفِرَةِ وَالرَّحْمَةِ ، خِلَافًا لِمَا فِي الْأَذْكَارِ إلَّا مَغْفِرَةَ ذَنْبِ الْكُفْرِ مَعَ مَوْتِهِ عَلَى الْكُفْرِ فَلَا يَجُوزُ .

📖‏( ﺍﻟﺠﻤﻞ ﻋﻠﻰ ﺷﺮﺡ ﺍﻟﻤﻨﻬﺞ ﺍﻟﺠﺰﺀ ﺍﻟﺜﺎﻧﻰ ﺹ 134 ‏)
ﻭﻗﻮﻟﻪ ﻭﺃﻥ ﻳﺪﻋﻮ ﻟﻪ ﺑﺎﻟﺸﻔﺎﺀ ﺃﻱ ﻭﻟﻮ ﻛﺎﻓﺮﺍ ﺃﻭ ﻓﺎﺳﻘﺎ ﻭﻟﻮ ﻛﺎﻥ ﻣﺮﺿﻪ ﺭﻣﺪﺍ ﻭﻳﻨﺒﻐﻲ ﺃﻥ ﻣﺤﻠﻪ ﻣﺎ ﻟﻢ ﻳﻜﻦ ﻓﻲ ﺣﻴﺎﺗﻪ ﺿﺮﺭ ﻟﻠﻤﺴﻠﻤﻴﻦ ﻭﺇﻻ ﻓﻼ ﻳﻄﻠﺐ ﺍﻟﺪﻋﺎﺀ ﻟﻪ ﺑﻞ ﻟﻮ ﻗﻴﻞ ﺑﻄﻠﺐ ﺍﻟﺪﻋﺎﺀ ﻋﻠﻴﻪ ﻟﻤﺎ ﻓﻴﻪ ﻣﻦ ﺍﻟﻤﺼﻠﺤﺔ ﻟﻢ ﻳﺒﻌﺪ



📒[ Hasyiyah al-jamal III/436 ].

وَيَجُوزُ الدُّعَاءُ لِلْكَافِرِ بِنَحْوِ صِحَّةِ الْبَدَنِ وَالْهِدَايَةِ وَاخْتَلَفُوا فِي جَوَازِ التَّأْمِينِ عَلَى دُعَائِهِ .

📖تحفۃ المحتاج 3,75
ولایمنع أھل الذمۃ أو العہد الحضور أی لاینبغی ذلک
ویظہر أن محلہ مالم یرالامام المصلحۃ فی ذلک علی أنہ یسن للامام المنع من المکروہ کماصرحوا بہ وسیأتی أنہ یکرہ لہم الحضور الاأن یجاب بأن المقام مقام ذلۃ واستکانۃ فلایکسر خاطرھم حیث لامصلحۃ تقتضی ذلک, لأنہم مسترزقون وفضل اللہ واسع وقد تعجل لہم الاجابۃ استدراجا وبہ یردقول البحر یحرم التأمین علی دعاء الکافر,لأنہ غیر مقبول اھ

علی انہ قد یختم لہ بالحسنی فلاعلم بعدم قبولہ الابعدتحقق موتہ علی کفرہ ثم رأیت الأذرعی قال اطلاقہ بعید,

والوجہ جواز التأمین بل ندبہ اذا دعالنفسہ بالہدایۃ ولنا بالنصر مثلا ومنعہ اذاجہل مایدعو بہ,لأنہ قد یدعو باثم أی بل ھو الظاھر من حالہ ویکرہ لہم الحضور,ولنا احضارھم, قولہ وبہ یرد الخ أی بکونہم قد تعجل لہم الاجابۃ استدراجا ولو قیل وجہ الحرمۃ أن فی التأمین علی دعائہ تعظیمالہ وتغریرا للعامۃ بحسن طریقتہ لکان حسنا ع ش قول البحر یحرم التأمین الخ اعتمدہ المغنی,قولہ ثم رأیت الأذرعی قال اطلاقہ بعید الخ أقرہ ع ش ثم قال فرع فی استحباب الدعاء للکافر خلاف واعتمد م ر الجواز وأظن أنہ قال لایحرم الدعاء لہ بالمغفرۃ الااذا اراد المغفرۃ مع موتہ علی الکفر وسیأتی فی الجنائز التصریح بتحریم الدعاء للکافر بالمغفرۃ, نعم ان أراد اللہم اغفرلہ ان اسلم أو اراد بالدعاء لہ بالمغفرۃ أن یحصل لہ سببہ وھو الاسلام فلایتجہ الاالجواز سم علی المنہج وینبغی أن ذلک کلہ اذا لم یکن علی وجہ یشعر بالتعظیم والاامتنع خصوصاًاذا قویت القرینۃ علی تعظیمہ وتحقیر غیرہ کأن فعل فعلا دعا لہ بسببہ ولم یقم بہ غیرہ من المسلمین فأشعر بتحقیر ذلک الغیر

Allahu a’lam
diskusihukumfiqh212.blogspot.com
hikmahdhf.blogspot.com

MEMAKAI CELAK SAAT PUASA

KESIMPULAN TEAM DHF HUKUM MEMAKAI CELAK MATA SAAT BERPUASA ----------------------------- 📝 PERTANYAAN: assalamu'alaikum Bagaimana ...